Pelaku Usaha Sambut Janji Pemerintah Turunkan Dwelling Time
MNOL, Jakarta – Soal solusi waktu bongkar muat atau dwelling time, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi terus mengumpulkan pihak-pihak terkait guna menurunkan angka dwelling time di pelabuhan.
Pertemuan itu selain dengan para pejabat eselon I Kementerian Perhubungan juga mengundang antara lain dari Polri, Bea Cukai, TNI AL dan pimpinan Pelindo I hingga IV di Gedung Karsa, Kemenhub, Jakarta, (21/9/16).
Usai rapat tersebut, kepada awak media Menhub berjanji akan menurunkan dweling time dari sebelumnya di atas 3 hari menjadi 2,5 hari. Rincian 2,5 hari itu antara lain satu hari untuk pre–customs clearance barang, 0,5 hari untuk customs clearance, dan satu hari untuk post clearance.
Dari ketiga tahap tersebut, yang paling sulit untuk dipastikan waktunya yaitu pada post clearence. Di tahap ini pula yang sering dikeluhkan oleh para pelaku usaha terkait rumitnya birokrasi di pelabuhan.
“Bicara post clearance, tidak mudah berikan jaminan 1 hari. Tetapi kita harapkan proses deregulasi di masing-masing, instansi, aka nada penurunan,” ungkap Budi.
Mantan Dirut PT Angkasa Pura II ini selanjutnya menyebutkan dwelling time di pelabuhan-pelabuhan yang dikelola oleh Pelindo II saat ini sudah lebih baik dari yang lain. Karena itu akan dijadikan contoh untuk mengevaluasi dwelling time di pelabuhan lainnya.
“Pelindo II sudah lebih baik dari yang lain. Kita sepakat untuk buka 24 jam dan perbaiki kualitas SDM yang baik. Kalau tidak berjalan dengan bagus maka harus dievaluasi,” ujar dia.
Para pelaku usaha pun menyambut baik komitmen pemerintah dalam menurunkan dwelling time. Capt. T.Boby Heriansyah dari perusahaan bongkar muat di Tanjung Priok mengaku sangat merespons janji pemerintah tersebut.
“Untuk pengurusan sekarang sudah lebih baik dengan 24/7 dan sistem on line yang sudah diterapkan pemerintah sudah baik tinggal perlu waktu untuk membuat para pelaku usaha dan aparat terkait terbiasa,” kata Boby.
Kendati bukan mengurus soal bongkar muat container, tetapi dia tahu betul kondisi di sekitar pelabuhan Tanjung Priok yang saat ini sudah sangat crowded.
“P2 (Pencegahan Penyelundupan) yang dilakukan oleh Bea Cukai menurut berdasarkan info dari intelijennya bahwa ada cargo yang dokumennya diragukan maka perlu pemeriksaan,” ujar Boby.
Namun, Boby mengakui saat ini kondisi pelabuhan sudah banyak mengalami perubahan sesuai dengan komitmen pemerintah dan gebrakan Pelindo II sejak masa RJ Lino.
Terkadang ketika masih terjadi dwelling time, Boby memandang memang soal jumlah terminalnya yang kurang. Kemudian soal mindset atau kultur orang Indonesia yang masih sulit berubah dalam membangun kemaritiman untuk kepentingan bersama juga berpengaruh terhadap dwelling time.
Sehingga upaya untuk menurunkan dwelling time ini tidak bisa seketika, melainkan dengan tahapan-tahapan yang hingga kini sudah semakin baik.
“Ego sektoral juga masih tinggi, kadang Bea Cukai tidak mau disalahkan oleh Pelindo, begitu juga sebaliknya, termasuk Otoritas Pelabuhan juga seperti itu,” ungkapnya.
Lebih lanjut menurut lulusan Akademi Ilmu Pelayaran ini, jumlah kapal tunda yang mengatur kapal-kapal besar yang akan masuk ke pelabuhan juga masih kurang.
“Satu kapal besar itu rata-rata bisa 2-3 tugboat dan normal itu 2 jam. Ini bagian dari fasilitas yang harus diperbanyak oleh pihak pengelola,” pungkasnya. (Tan)




















