Berikut Ulasan Deputi IV Kemenko Maritim dalam Simposium Nasional PERHIMATEKMI
MN, Surabaya – Dalam rangka memperingati Hari Maritim Nasional yang jatuh pada 23 September 2017, Perhimpunan Mahasiswa Teknologi Maritim Se-Indonesia (PERHIMATEKMI) menggelar Simposium Nasional dan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) di Kampus Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS), Sabtu (23/9/17).
Dalam simposium nasional sesi pertama yang membahas isu kemaritiman terkini hadir sebagai pembicara antara lain Asdep IV bidang Pendidikan dan Pelatihan Kemenko Maritim TB Haeru Rahayu, Ketua PB HMI Bidang Agraria dan Kemaritiman Mahyuddin Rumata, dan Asisten Bidang Geopolitik Assosiasi Pemuda Maritim Indonesia (APMI) Dhini Sastroatmodjo.
Simposium yang dibuka oleh Direktur PPNS Ir Eko Julianto itu dimaksudkan untuk menjawab permasalahan konkret soal kemaritiman nasional saat ini dan peranan pemuda khususnya PERHIMATEKMI dalam mewujudkan Poros Maritim Dunia.
Dalam uraiannya, TB Haeru Rahayu menekankan bahwa peran pemuda sangat besar dalam menentukan arah pembangunan negara maritim. Berawal dari pembahasan potensi maritim Indonesia, TB biasa akrab disapa itu menuturkan bahwa Indonesia adalah negara besar dan kaya.
“Tingkat kepercayaan dunia kepada negara kita masih tinggi. Maka dari itu kita terus megupayakan pembangunan baru untuk mendorong pertumbuhan yang berkeadilan melalui suatu strategi pembangunan yang berorientasi pada maritim,” ungkap TB.
Dalam pemaparannya, TB juga banyak memotivasi para mahasiswa agar terus memiliki semangat dalam membangun negeri dan terus aktif dalam berkarya. Beberapa program Kemenko Maritim yang melibatkan pemuda seperti acara Sail Indonesia, Ekspedisi Nusantara Jaya (ENJ) dan Ekspedisi Majapahit turut disampaikan dalam momentum tersebut.
“Untuk mahasiswa sekarang pikirannya jangan hanya untuk menjadi PNS saja, tetapi berkarya lah dalam membangun bangsa. Justru saat ini anggaran lebih banyak di desa bukan di pusat,” selorohnya.
Pria asal Banten secara tegas juga menyebutkan bahwa saat ini Indonesia belum menjadi negara maritim. Secara yuridis yang tertuang dalam UNCLOS 1982, baru disebutkan sebagai negara kepulauan (archipelagic state).
Untuk menjadi negara maritim, sambungnya, Indonesia harus menjadikan laut sebagai tulang punggung perekonomian yang mendominasi perdagangan dan transportasi laut serta bercirikan karakter dan budaya yang menonjol.
“Kita pernah berjaya di laut, maka dari itu pemerintah saat ini dengan visi Poros Maritim Dunia-nya ingin mengembalikan kejayaan itu,” tandasnya berapi-api.
Ia menyebut peranan penjajah dalam merubah mindset Indonesia yang berciri maritim menjadi berorientasi ke agraris sangat berhasil. Hal itu dilakukan karena bangsa asing tidak ingin melihat Indonesia Berjaya dengan menguasai lautan.
“Visi maritim ini bukan suatu visi yang ambisius melainkan sudah pernah dilakukan oleh Bung Karno. Visi ini lebih memperkuat jatidiri kita sebagai bangsa maritime sesuai dengan posisi geostrategis kita,” tandasnya lagi.
Soal Reklamasi
TB yang mewakili Deputi IV Kemenko Maritim Safri Burhanuddin sekaligus Menko Maritim Luhut B Pandjaitan dalam acara tersebut, membahas soal isu reklamasi yang santer diberitakan sebagai program Taipan dalam menguasai Indonesia. Menurutnya, mahasiswa atau pemuda harus bijak melihat fenomena yang berkembang saat ini.
“Semua negara-negara maju seperti Singapura, Belanda dan sebagainya menggunakan reklamasi. Dalam membangun pelabuhan, bandara dan lainnya juga menggunakan reklamasi. Cuma proses dan aturan hukumnya yang harus kita patuhi,” kata TB.
Ia menyebut reklamasi Teluk Jakarta Pulau C dan D sebenarnya tidak melanggar peraturan yang ada hanya saja tuntutan dalam menjaga ekosistem juga harus diperhatikan.
“Sejak Menko Maritimnya Pak Rizal Ramli, ini saya saksi hidup untuk meminta beliau turun ke Pulau C dan D melihat langsung proses reklamasi yang sedang berlangsung,” pungkas dia.
(Adit/MN)