Published On: Fri, May 5th, 2017

IMC UI Gelar Diskusi, Soal Indonesia Sebagai Kekuatan Maritim

Para Peserta usai diskusi melakukan sesi poto bersama.

MNOL, Depok – Dalam Acara yang bertajuk Maritim Talk “Indonesia Sebagai Kekuatan Maritim” merupakan Agenda Rutin bulanan yang diadakan oleh Indonesian Maritime Center Universitas  Indonesia  turut mengundang Kepala Staf Angkatan Laut era 2013-2015 Laksamana (Purn) Dr. Marsetio dan Dr. Evi Fitriani yang merupakan Kepala Miriam Budiarjo Resource Center FISIP UI, acara tersebut berlangsung di Gedung F Auditorium Juwono Sudarsono FISIP Universitas Indonesia, Kamis 04 Mei 2017.

Menurut Sunaryo selaku Ketua IMC (Indonesia Maritime Center) dalam sambutannya mengatakan bahwa agenda ini merupakan Agenda rutin bulanan yang secara khusus hal-hal yang berkaitan dengan Issue Maritim.  Dengan hadirnya IMC ini kami berharap bisa kembali mewujudkan kejayaan maritim di Indonesia yang sesuai dengan Visi Kemaritiman Presiden Joko Widodo melalui kajian dan penelitian agar bisa menjadi bahan pertimbangan serta gambaran mengenai formula yang pas untuk membangun poros maritim dunia,”tandasnya.

Diskusi yang diawali Oleh Marsetio sebagai Narasumber pertama menjelaskan tentang bagaimana Konsep Sea Power sebagai dasar utama dalam membangun negara maritim. Dengan 5 Pilar karakter dan budaya yang mencerminkan suatu negara dapat dikatakan sebagai negara maritim, yakni Budaya Maritim, Sumber daya maritim, infrastruktur maritim dan Konektivitas maritim, Diplomasi Maritim, Pertahanan maritim.

Menurut Penulis Buku Sea Power Indonesia masih banyak tugas berat bagi kita untuk bisa menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Namun dengan semangat yang selalu dibunyikan oleh Presiden Joko Widodo, semangat maritim bisa kembali bergeliat. Terlebih lagi disaat batas negara semakin samar khususnya diwilayah lautan dan melihat Perang kedepan akan mengandalkan lautan sebagai tempat untuk bertempur yang bertujuan untuk menguasai sumberdaya, melihat masih banyak potensi sumber daya dilaut yang belum terjamah”, ujarnya.

Tugas berat menanti Indonesia untuk bisa menjaga stabilitas keamanan maritim, melihat kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki 10 batas teritorial laut. Namun baru 1 batas yang baru selesai dengan Singapura pada September 2011. Sisanya akan menimbulkan potensi konflik yang harus senantiasa diwaspadai. Oleh karena itu penting sekali bagi kita untuk memperkuat pertahanan maritim yang menjadi salah satu syarat negara maritim”,tandasnya.

Marsetio juga menambahkan bagaimana belum adanya konsistensi kita dalam pengamanan wilayah laut di Republik ini. Karena belum adKita belum bisa menjamin keamanan sepenuhnya disetiap alur dan bagaimana menjamin Sistem radar yang baik, mercusuar yang senantiasa harus hidup agar bisa mendeteksi kapal saja yang melanggar. Terlebih lagi dengan 3 ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) yang seharusnya dapat kita maksimalkan dengan baik dalam pelayaran internasional”,ujarnya.

Menurut Pria yang pernah menjabat sebagai KASAL pada periode 2013 hingga 2015. Menggambarkan tentang kondisi geopolitik global yang harus diwaspadai oleh Indonesia. khususnya dalam menanggapi Issue Sengketa LCS yang awalnya Indonesia tidak terlibat namun karena Tiongkok yang mengklaim wilayah kita mau tak mau kita harus siap siaga dalam merespon terjadinya konflik di LCS yang melibatkan negara-negara ASEAN. Belum lagi Konflik di Semenanjung Korea yang disitu Amerika Serikat turut ikut campur dalam konflik tersebut. Dan hampir dipastikan bila terjadinya perang akan berdampak keseluruh wilayah Asia, dan Indonesia. melihat betapa kuatnya gesekan antara China dengan Amerika Serikat dalam berebut pengaruh di wilayah Asia”, katanya.

Marsetio juga menjelaskan tentang bagaimana potensi Indonesia yang secara geografis terbukti memang sebagai negara Maritim. berdasarkan hasil survey Dinas Hidrografi dan Oseanografi TNI AL jumlah pulau di Indonesia terdiri atas 17.499 pulau dan terletak pada posisi silang dunia, yaitu di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, serta diantara Benua Asia dan Benua Australia. Dengan Luas wilayah Indonesia  77% berupa perairan atau tiga kali luas wilayah Indonesia. Berbeda dengan Halnya China dan Amerika Serikat yang wilayahnya sebagian daratan namun memiliki Visi besar secara maritim dengan konsep Blue Water Navy yang dimilikinya. Sehingga penting sekali bagi Indonesia untuk memegang teguh 6 konsep Sea Power yang dicetuskan oleh Alfred Thayer Mahan,” tandasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Evi Fitriani, menjelaskan bagaimana pentingnya peran pemerintah untuk menjadikan Indonesia benar benar sebagai negara maritim yang sejati. Meskipun Presiden Jokowi sudah mengkampanyekan Indonesia akan menjadi poros maritim dunia. Namun masih banyak aspek kekurangannya. Jangankan untuk tingkatkan global, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dibidang pertahanan kita masih kembang kempis. Melihat masih banyaknya alutsista yang sudah udzur,” ujarnya.

Evi juga menjelaskan bagaimana membangun Indonesia sebagai negara maritim dari perspektif Hubungan Internasional.  Khususnya dalam melihat kekuatan militer yang menjadi syarat negara maritim. bagaimana Soft Power dan Hard Power yang kita miliki akan mengantarkan Indonesia sebagai negara maritim dan merefleksikan kekuatan maritim yang kita miliki. Oleh karena itu pentingnya membangun political will agar keberlangsungan kekuatan militer kita bisa berjalan dengan baik melalui kebangkitan industri pertahanan sebagai penunjang kebutuhan militer kita”, ujarnya.

Evi juga mengkritisi soal lingkungan maritim kita yang belum bisa mencerminkan sebagai negara maritim, karena masih banyaknya pantai pantai yang tercemar lingkungannya. Bahkan Indonesia dikategorikan menjadi penyumbang sampah plastik yang membanjiri wilayah lautannya. Itu sungguh sangat ironis. Iya juga bercerita pengalamannya ketika berkunjung ke pantai di wilayah Kalimantan, sudah banyak terumbu karangnya yang rusak berat. Padahal 3 tahun yang lalu ketika berkunjung ke tempat yang sama kondisinya masih bagus. Masa hanya dalam 3 tahun saja sudah rusak”, tandasnya.

Evi Menambahkan bagaimana potensi pariwisata maritim kita bisa dijadikan harapan sebagai penyumbang pemasukan negara. Kalau pantainya saja sudah tercemar dan terlihat kumuh. Oleh karena itu pentingnya bagi pemerintah untuk bisa menjaga keberlangsungan ekosistem maritim yang kita miliki”, ujarnya.

Evi yang merupakan Dosen Hubungan Internasional FISIP UI juga menambahkan tentang bagaimana potensi ekonomi maritim yang secara keseluruhan belum dapat dimaksimalkan sebagai sumber utama. Oleh karena itu pentingnya bagi kampus khususnya Univesitas Indonesia ini melakukan resourch lebih lanjut terkait potensi apa saja yang bisa dimaksimalkan tentunya dengan tetap menjaga lingkungan agar potensi ini akan terus berlanjut di masa depan,” ujarnya.

Terdapat Tiga peranan penting yang harus disinergikan agar bisa membangun negara maritim yang terintegritas dengan memaksimalkan tiga komponen penting yakni kebangkitan maritim Indonesia. dan sudah saatnya tidak ada lagi dikotomi darat dan laut, karena hal tersebut malah akan memperlambat, dan seharusnya antara darat dan laut itu bukan menjadi jurang pemisah justru malah saling menguatkan agar visi kemaritiman akan terus bangkit dan terjaga”, tambahnya.

Dalam sesi diskusi ini juga dibuka sesi tanya jawab. Salah satu peserta bernama Muhammad Sutisna juga menanyakan kepada Laksamana Marsetio tentang peran kapal selam  sebagai penunjang kekuatan maritim, seperti yang ditulis oleh Marsetio dalam bukunya perang kedepan bukan hanya terjadi di permukaan tapi di bawah laut pun terjadi persaingan sengit. Namun melihat kondisi tersebut kita hanya memiliki 2 Kapal Selam saja. dan bertanya juga kepada Dr. Evi bagaimana peran kampus dalam membangun semangat kemaritiman. Khususnya melalui kajian dan penelitian yang mendalam untuk dijadikan solusi agar menjadi kebijakan pemerintah di bidang maritim.

Marsetio menjawab saat ini Indonesia sedang membangun Kapal Selam di Korea Selatan berjumlah tiga. Dua dibangun di Korea Selatan, dan satunya lagi di Indonesia. memang tidak mudah membangun kapal selam karena kita belum memiliki fasilitas yang menunjang. Setidaknya untuk membangun kapal selam dibutuhkan sekitar 250 juta US Dollar, namun ikhtiar pemerintah untuk bisa memodernisasi alutsista akan segera diwujudkan sehingga kedepannya Indonesia benar-benar menjadi negara yang mandiri di bidang industri pertahanan”, ujarnya.

Menurut Dr Evi  perlunya membangun tradisi pengetahuan di setiap kampus dalam mengembangkan wacana maritim. Bahkan sangat diperlukan disetiap kampus memiliki kurikulum pendidikan yang khusus mengkaji maritim. dan maritim yang sejatinya sebagai way of life  harus kembali dibudayakan kembali. Dan diperlukannya penelitian yang mendalam agar bisa menghasilkan rekomendasi yang kelak menjadi kebijakan pemerintah. sebagai cikal bakal doktrin maritim yang saat ini pun belum dimiliki oleh Indonesia, hanya berdasarkan sejarah masa lampau,” tutupnya.

Sesi diskusi ini ditutup oleh moderator Abimanyu yang merupakan anggota dari IMC Universitas Indonesia, dan diakhiri oleh sesi photo bersama dan penyerahan buku sea power secara simbolik kepada IMC untuk memperkuat wawasan kemaritiman di kalangan civitas akademika Universitas Indonesia. (MS/MN)

 

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com