Published On: Mon, Mar 6th, 2017

Ini Buntut dari Kerjasama Pertamina dan Saudi Aramco soal Kilang

Salamudin Daeng

MNOL, Jakarta – Kunjungan Raja Salman ke Indonesia yang notabene merupakan raja minyak dunia membawa dampak yang akhirnya akan mengkhawatirkan perminyakan nasional. Kendati menurut pemerintah kunjungan itu akan membawa perbaikan ekonomi karena triliunan rupiah akan digelontorkan ke berbagai bidang.

Namun tidak untuk Pengamat ekonomi dan politik dari Universitas Bung Karno Salamuddin Daeng. Ia mengungkapkan buntut kerjasama antara Pertamina dan Saudi Aramco merupakan sebuah simalakama bagi dunia migas Indonesia. Pasalnya, perusahaan minyak nasional kita siap dipersembahkan kepada raja minyak.

Kepada marititimnews di Jakarta (6/3), Daeng biasa akrab disapa menyatakan tidak main main rantai produksi paling vital milik Pertamina yakni kilang-kilang pengolahan minyak siap diserahkan kepada Saudi Aramco melalui skema joint venture (JV).

“Hingga direktur mega proyek dalam tubuh Pertamina merancang proyek hingga Rp700 triliun sebagai kado bagi raja minyak. Uang tersebut akan digunakan untuk membangun kilang baru, meng-upgrade kilang lama, dan membangun infrastruktur minyak skala raksasa dengan sebagian kepemilikan kilang ditangan Saudi Aramco dan perusahaan asing lainnya,” tuturnya.

Pertanyaannya uangnya berasal dari mana? Ia menjelaskan bukankah Arab Saudi sendiri sedang kesulitan uang? Ternyata uang yang diharapkan bersumber dari hasil menjual aset aset Pertamina termasuk kilang bersama dengan Raja minyak Arab Saudi ke pasar keuangan internasional.

“Arab Saudi diuntungkan karena mengklaim telah mengakuisisi kilang Pertamina di Cilacap,” ujar Daeng.

Lebih dari itu, Arab Saudi mendapatkan keuntungan rantai pasokan crude Oil mereka atas pasar migas Indonesia yang besar. Daeng menilai sementara Indonesia harus kehilangan kontrol atas kilang-kilang pengolahan minyak tersebut.

“Pertamina nanti terpaksa harus membeli migas pada harga pasar dari kilangnya sendiri,’ tukasnya.

Akan tetapi, sambung Daeng, bagi oligarki Pemerintahan Jokowi, nasib ketahanan migas tampaknya bukan menjadi prioritas. Menjual kilang kepada perusahaan asing adalah bancakan yang besar.

“Itulah mengapa siapa saja yang mencoba menghambat akan disapu bersih sebagai mana nasib yang dialami Dirut dan Wakil Dirut Pertamina beberapa waktu lalu. Jadi jangan coba-coba melawan oligarki Pemerintahan Jokowi dan sekutu barunya raja minyak,” selorohnya.

Bola Panas AS

Di balik kunjungan Raja Salman itu, Daeng menyebutkan ucapan Donal Trump ‘No Saudi Oil’. “Janji Trump akan memukul kartel minyak yang dipandang sebagai musuh AS, akan segera menjadi kenyataan. Caranya dengan membangun independensi AS dari impor minyak dari OPEC termasuk Arab Saudi,” ucapnya.

Sementara Arab Saudi adalah kawan Amerika Serikat selama berpuluh-puluh tahun. Mereka membentuk Petro Dolar sejak tahun 1970-an. Minyak menjadi standar dalam pembentukan nilai mata uang dolar AS. Arab Saudi menikmati keuntungan yang besar dari perdagangan minyak.

Sementara Amerika Serikat menikmati keuntungan yang jauh lebih besar lagi yakni bisa mencetak dolar sesuka hati tanpa perlu colleteral. Amerika Serikat mengkhianati Bretton Woods dan menendang emas menjadi perhiasan semata.

Pria asal Lombok itu menjelaskan itulah politik, tidak ada kawan abadi, yang ada kepentingan abadi. Sekarang AS malah hendak memberlakukan tarif yang tinggi bagi impor minyak Arab Saudi. Sama yang dilakukan dengan memberlakukan tarif yang super tinggi kepada impor barang dan impor infrastruktur China. Ia enganalisa bahwa minyak telah ditendang menjadi bahan bakar semata, dan dolar AS telah mengambil posisi independen dalam pasar uang.

Arab Saudi harus berpisah dengan AS dan mencari sekutu baru. Lawatan keliling Asia yakni ke Indonesia, Malaysia dan Jepang merupakan upaya untuk mencari pelampung penyelamat dalam rangka menahan Arab Saudi dari turbulensi, mencari pembeli tetap dari minyak mereka dalam jangka panjang.

“Oligarki pemerintahan Jokowi begitu riang gembira menyambut kedatangan raja minyak, 30 pangeran dan 1500 anggota rombongan yang datang berkunjung ke Jakarta. Ini adalah kunjungan pemimpin negara terbesar yang pernah terjadi di Indonesia. Ditambah lagi ini adalah kunjungan seorang yang dianggap raja paling kaya dan paling senang menghambur-hamburkan uang,” kata Daeng.

Ia menganggap Ini rejeki nomplok, durian runtuh, bagi oligarki pemerintahan Jokowi. “Setelah bertahun tahun mengemis pada China, hasilnya monorel yang gagal, kereta cepat yang gagal, reklamasi yang gagal, mega proyek listrik china 35 ribu megawatt yang berantakan, Arab datang,” tambahnya.

Sebanyak 11 Memorandum on Understanding (MoU) ditandatangani. Air liur oligarki Indonesia menetes mendengar janji uang ratusan triliun yang siap diinvestasikan raja minyak di Indonesia.

“Lupakan China, lupakan Amerika Serikat, mari mulai berbisnis dengan Arab Saudi. Ini ada sekutu baru yang punya uang lebih banyak, namun Pertamina tergadaikan,” pungkas Daeng. (Adit/MN)

 

 

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com