Published On: Wed, Mar 1st, 2017

Jangan sampai Sang Kuda Laut Pertamina menjadi Kuda Troya Politik

 

Ilustrasi

MNOL, Jakarta – Logo PT Pertamina lama yang menggambarkan ‘Kuda Laut’ merupakan fosil yang melambangkan nilai ekonomis tinggi. Karena kuda laut menjadi salah satu indikator suatu area perairan banyak memiliki kandungan minyak dan gas.

Maka dari itulah PT Pertamina sejak tahun 1961 menggunakan kuda laut sebagai logonya. Dan baru ganti menggunakan logo baru seperti sekarang pada tahun 2006. Pada intinya, PT Pertamina merupakan BUMN yang bergerak di bidang migas untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jiwa PT Pertamina juga dilandasi dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 2 dan 3. Inilah yang menjadi BUMN kebanggaan rakyat Indonesia ini menjadi bagian terpenting dalam upaya eksplorasi dan eksploitasi migas untuk kemakmuran bersama. Namun kini, lebih dari satu dekade terakhir PT Pertamina kerap menjadi ‘Kuda Troya Politik’ baik dari pemerintah maupun oknum-oknum tertentu.

Tafsiran pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945, menghendaki bahwa penguasaan negara terhadap kekayaan alam harus berdampak pada sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, pengertian dikuasai oleh negara tidak dapat dipisahkan dengan makna untuk ‘sebesar-besar kemakmuran rakyat’ yang menjadi tujuan dari amanat konstitusi negara sekaligus merupakan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia agar terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur.

Demikian pesan Persatuan Organisasi Purnakarya Pertamina (POPP) kepada Pemerintah dan Pertamina dalam pertemuannya di Harmoni C Room Sofyan Betawi Hotel di Jl Cut Meutiah No. 9 Menteng Jakarta Pusat, (28/2/17).POPP sendiri terdiri dari pengurus eSPeKaPe (Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina), OP3 (Organisasi Perjuangan Pensiunan Pertamina) dan FKPPB (Forum Komunikasi Pensiunan Pertamina Bersatu (FKPPB).

“Dengan adanya kalimat ‘dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat’, maka makna yang dikandung sebesar-besar kemakmuran rakyat itulah menjadi ukuran bagi negara menentukan tindakan pengurusan, pengaturan, atau pengelolaan atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,” ujar Ketua Umum eSPeKaPe Binsar Effendi Hutabarat dalam keterangannya kepada pers (1/3/2017).

Apabila penguasaan negara tidak dikaitkan secara langsung dan satu kesatuan dengan sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka dapat memberikan makna telah melanggar konstitusi negara.

Sambung Binsar, artinya negara sangat mungkin melakukan penguasaan terhadap sumber daya alam secara penuh tetapi tidak memberikan manfaat sebesar-besar kemakmuran rakyat. Di satu sisi negara dapat menunjukkan kedaulatan pada sumber daya alam, namun di sisi lain rakyat tidak serta merta mendapat sebesar-besar kemakmuran atas sumber daya alam.

“Oleh karena itu, kriteria konstitusional untuk mengukur makna konstitusional dari penguasaan negara justru terdapat pada frasa untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” tandasnya.

Kerangka acuan yang mengemuka ini telah mengantarkan dengan fokus bahasan menetapkan kriteria untuk jabatan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) definitif secara jelas, terang benderang, dan bukan lagi mencari ‘kucing dalam karung’

“Jika merujuk pada amanat konstitusi negara maka menjadi hak masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya berkaitan dengan akan ditetapkannya jabatan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) definitif, setelah berakhirnya masa jabatan Pelaksana Tugas Dirut Pertamina Tenni Andayani pada 3 Maret 2017 lusa. Sebab adalah hak rakyat untuk menerima sebesar-besar kemakmurannya dari Pertamina,” tambah Binsar.

Sebab itu, menurut pria yang juga sebagai Penasehat Mabes Laskar Merah Putih (LMP) itu, agar Pertamina jangan lagi dijadikan ‘Kuda Troya Politik’. “Maka memandang perlu untuk jabatan Dirut sejatinya harus ahli migas dan energi dari hulu sampai hilir, professional, bersih, transparan, berdaulat dan berintegritas,” tegasnya.

“Biar diajukan oleh Komisaris Utama Pertamina Tanri Abeng dan hasil penilaian Menteri BUMN Rini Soemarno, tetap saja tidak boleh keluar dari apa yang menjadi misi Nawacita Presiden Jokowi,” tandasnya lagi.

Ketua Umum OP3 Samuel Parantean menambahkan jika Dirut Pertamina juga wajib patuh untuk melaksanakan perintah Presiden Jokowi supaya menerapkan harga BBM yang sama di seluruh tanah air demi keadilan sosial.

“Namun untuk hakikat keadilan sosial itu sendiri, POPP juga meminta Dirut Pertamina yang akan dipilih itu harus memperhatikan kehidupan pensiunan Pertamina yang sebagian besar hidupnya berada di garis kemiskinan. Kami ini bukan meminta bantuan dan liabilities perusahaan, tapi kami yang manusia dan telah mengabdi lebih dari 20 tahun ini, adalah aset Pertamina yang tidak mau dianggap sampah perusahaan,” kata Samuel dengan lugas.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal FKPPB D Sembiring dalam menutup kriteria calon Dirut Pertamina adalah sosok yang tidak berurusan dengan KPK, Kejaksaan atau Kepolisian.

“Dirut Pertamina harus bebas KKN, anti mafia migas, dan tidak goyah diintervensi oleh Pemerintah yang urusannya hanya untuk memenuhi syahwat kepentingan orang perorang, kelompok dan golongannya,” ujar Sembiring.

Ia menambahkan agar Dirut Pertamina juga orang yang mengerti sejarah Pertamina. Karena jika mengerti sejarah ia akan tahu kondisi dan budaya Pertamina itu sendiri.

“Kami, POPP akan mengawalnya sampai Pertamina benar benar dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ucap Sembiring penuh semangat.

Masih ada waktu untuk menyampaikan aspirasi kepada Pemerintah terkait calon Dirut Pertamina karena alasan Presiden Jokowi sibuk menerima kunjungan kenegaraan Raja Salman. Maka dapat dipastikan Menteri BUMN akan menunda penetapan calon dirut tersebut sambil menunggu pengajuan calon oleh Dewan Komisaris Pertamina..

“Pada prinsipnya POPP minta agar Pertamina jangan lagi menjadi kuda troya politik yang selama ini selalu saja bertentangan frasa amanat untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” tutur Juru Bicara POPP Teddy Syamsuri.

Teddy menegaskan jangan sampai masyarakat dikorbankan dengan kebijakan Pertamina ketika menjadi kuda troya politik. Karena berakibat fatal mengingat migas merupakan kebutuhan utama dalam perekonomian suatu negara.

“Contohnya rasionalisasi harga BBM yang tidak pernah murah dari hitungan yang sebenarnya. Sekian lamanya masyarakat dikorbankan karena beli BBM dengan harga yang sebenarnya mencekik leher,” pungkas Teddy menyudahi keterangan pers POPP. (Aljun/MN)

 

 

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com