Published On: Sun, Aug 12th, 2018

KIARA: Reklamasi Pantai Lohu Melanggar Hukum

Suasana konferensi pers yang diadakan oleh Forum Masyarakat Adat-Pesisir bersama Koalisi bersama Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).

Suasana konferensi pers yang diadakan oleh Forum Masyarakat Adat-Pesisir bersama Koalisi bersama Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).

MN, Jakarta – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mendesak proyek Reklamasi di Pantai Lohu Desa Balauring, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur dihentikan secara permanen.

Dalam konferensi pers yang digelar di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Jum’at (10/8) yang lalu, Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati menyatakan bahwa proyek Reklamasi Pantai Lohu di Desa Balauring ini terbukti melanggar hukum dan merugikan masyarakat pesisir di Desa Balauring.

Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa proyek ini melanggar sejumlah aturan sebagaimana tertulis di dalam UU no. 1 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, yang salah satunya adalah Pasal 21 ayat 1.

“Diantara pasal yang dilanggar adalah Pasal 21 ayat 1 yang menyatakan bahwa pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan pulau-pulau kecil pada wilayah mayarakat hukum adat oleh masyarakat hukum adat menjadi kewenangan masyarakat hukum adat setempat,” ungkapnya.

KIARA juga mencatat terjadinya penurunan hasil tangkapan ikan yang dialami oleh 175 keluarga nelayan yang berada di sekitar Pantai Lohu sejak proyek reklamasi tersebut berjalan.

“Setidaknya, keluarga nelayan di Desa Balauring kehilangan 60 kg tangkapan ikan atau setara dengan 60 ekor ikan setiap harinya setelah adanya proyek reklamasi tersebut. Sebelumnya, mereka biasa mendapatkan 100 ekor atau setara dengan 100 kg tangkapan ikan setiap harinya,” tambahnya .

Dalam menyikapi kasus ini, KIARA bersama dengan Forum Masyarakat Adat Pesisir dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), tergabung di dalam Koalisi Selamatkan Pesisir Indonesia (KSPI) Timur yang bersama-sama Tim Kuasa Hukum Masyarakat Adat Dolulolong mendesak proyek Reklamasi Pantai Lohu ini segera dihentikan secara permanen karena dianggap terbukti melanggar hukum.

Proyek yang dibangun di kawasan Masyarakat Adat Dolulolong ini, dianggap merupakan proyek pribadi Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur. Hal ini terindikasi dari ditemukannya fakta kontradiktif oleh KSPI terkait pelalangan dan penganggaran proyek reklamasi ini.

KSPI menemukan fakta bahwa proyek reklamasi Pantai Lohu di Desa Balauring ini dilelang oleh Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan perhubungan Kabupaten Lembata, namum tidak ditemukan dalam Perda Kabupaten Lembata no. 10 tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2018 yang ditetapkan pada 15 Desember 2017 yang lalu.

KSPI juga tidak menemukan hal terkait Reklamasi Pantai Balauring ini di dalam  Perbup Lembata no. 41 tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Lembata Nomor 52 tahun 2017 tentang  Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2018 pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perhubungan Kabupaten Lembata.

Menjadi ironis ketika hal ini tidak ditemukan di dalam kedua peraturan tersebut, namun  Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perhubungan Kabupaten Lembata tetap melelang pengerjaan proyek tersebut.

About the Author

- Redaktur

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com