Published On: Sun, Aug 20th, 2017

KRI Dewaruci dan Konsep ‘Manunggaling Kawula Gusti’

Kisah Bima dan Dewaruci. (Gambar: Irma Haryadi)

KRI Dewaruci

MN, Jakarta – Pada 15 Agustus 2017 lalu, KRI Dewaruci bertolak dari Surabaya menuju Jakarta untuk sebuah misi agar kapal legendaris ini tetap berlayar. Selain untuk memperingati kemerdekaan Indonesia ke-72, kapal latih ini juga dicanangkan untuk tetap berlayar selama 100 tahun.

Saat ini, TNI AL telah memiliki KRI Bimasuci sebagai pengganti KRI Dewaruci yang merupakan kapal latih untuk Taruna Akademi Angkatan Laut (AAL) dalam mengarungi samudra. Namun beberapa kalangan justru menginginkan agar KRI Dewaruci tetap mendampingi KRI Bimasuci dalam pelayaran muhibah ke berbagai negara yang membawa para Taruna AAL.

Acara yang digagas oleh Pangarmatim Laksda TNI Darwanto itu juga mengikutsertakan para Purnawirawan dan petinggi TNI AL. Beribu kenangan di KRI Dewaruci dalam menempa calon perwira TNI AL yang tangguh menjadi bagian tak terlupakan dari para peserta pelayaran itu.

Kapal layar tiang tinggi (tall ship) buatan  galangan kapal HC Stulchen and Sohn, Hamburg, Jerman ini telah melahirkan para pimpinan TNI AL yang berintegritas. Kiprahnya juga telah mengahrumkan nama bangsa di pentas internasional.

Sejarah penamaan kapal ini pun tak lepas dari filosofi Dewaruci dalam kisah pewayangan yang intinya ingin membentuk para kadet memiliki jiwa maritim dengan dilandasi keimanan dan ketakwaan yang tinggi terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Filosofi ‘Manunggaling Kawula Gusti’

Sesuai namanya, Dewaruci merupakan salah satuh kisah dalam lakon pewayangan yang menceritakan perjalanan Bima, salah satu putra Pandu dalam mencari ‘Air Perwitasari’ hingga dasar samudra. Air Perwitasari yang diartikan sebagai air kehidupan merupakan pegangan dasar manusia untuk mengenal Tuhannya.

Kisahnya berawal dari perintah Guru Durna kepada Bima untuk mencari air itu hingga dasar samudra. Padahal maksud sebenarnya Guru Durna ialah ingin mencelakakan Bima karena dianggap sebagai penghalang Kurawa dalam mencapai ambisinya.

Bima sebagai murid yang taat, menjalani perintah sang guru guna mencari air itu. Guru Durna yakin Bima tak akan mungkin mendapatkan air itu, karena letaknya yang berada di dasar samudra dan dipenuhi oleh berbagai siluman. Dan ia berharap Bima tak akan kembali dengan selamat.

Berangkatlah Bima mengarungi samudra. Dalam perjalanan itu, Bima dihadang oleh naga rasaksa penjaga lautan. Bima pun berhasil mengalahkan naga itu dengan bantuan kuku Pancanaka. Bima pun melanjutkan pencariannya.

Setelah berenang tak menentu dan mulai kehabisan tenaga, setengah pingsan Bima melihat dirinya sendiri cuma dalam ukuran mini. Bima pun terheran-heran melihat hal itu. Ternyata Bima dalam wujud kecil itu ialah Dewaruci.

Dalam percakapannya, Dewaruci menekankan pada Bima agar menjadi pribadi yang kuat, tangguh dan selalu membela kebenaran. Tahapan awalnya, Bima harus mengenal dirinya sendiri yang memiliki hawa nafsu dengan dilambangkan oleh berbagai warna.

Bima dituntut untuk mengalahkan hawa nafsunya dan memperbesar nafsu kebaikannya. Setelah itu Bima disuruh masuk ke dalam tubuh Dewaruci yang kecil itu.

Bima berfikir mana mungkin tubuhnya yang besar ini dapat masuk ke dalam wadah mini ini. Dewaruci pun menjawab, jangankan Bima alam semesta saja bisa masuk ke wadah ini. Setelah mememjamkan mata dan mengalahkan hawa nafsunya, Bima akhirnya dapat memasuki tubuh Dewaruci.

Sesampainya di sana, Bima melihat berbagai macam alam dalam perjalanan hidup manusia. Nuansa ketenangan dan kedamaian merasuk dalam diri Bima kala memasuki tubuh Dewaruci. Karena begitu nyaman dan damainya, Bima enggan keluar dari tubuh Dewaruci.

Dewaruci hanya mengingatkan bahwa tugas Bima di dunia belum selesai untuk memerangi angkara murka dan menolong banyak orang. Setelah mendapat wejangan itu, Bima keluar dan kemudian tersadar dari pingsannya.

Setelah itu, Bima merasakan tubuhnya memiliki kekuatan yang ampuh dalam menghadapi tantangan hidupnya, yakni dalam merebut hak-haknya yang telah dirampas oleh Kurawa. Sesampainya di darat, Bima pun bergegas untuk menemui Guru Durna dan menceritakan kejadian yang dialaminya.

Dalam kepercayaan orang Jawa, Drs Susilo dalam bukunya ‘Ajaran Kejawen dan Manunggaling Kawula Gusti’ (Jakarta, 2000) menjelaskan bahwa lakon Dewaruci itu sarat dengan makna kehidupan manusia yang mencari jatidirinya baik dalam konteks hubungan vertikal maupun horizontal.

Dewaruci yang dimaknakan sebagai perwujudan Tuhan telah menyatu dengan manusia yang dilambangkan oleh Bima. Sehingga bersatunya manusia (kawula) dengan Tuhan (Gusti Allah) dapat terjadi.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, filosofi ‘Manunggaling Kawula Gusti’ digambarkan sebagai bersatunya antara pemimpin dengan yang dipimpinnya (rakyat). Sehingga turunan konsep ini dalam ilmu kepemimpinan seperti yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu Trilogi Kepemimpinan yang terdiri dari ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso dan tut wuri handayani,

Tak terkcuali dalam membangun Indonesia sebagai negara maritim yang kuat, maka karakter individu yang dekat dengan Tuhannya menjadi modal dasar dalam pencapaian itu. Layaknya kisah Bima, justru di laut lah manusia dapat mengenal Tuhannya.

Selain itu, filosofi ini juga membentuk ocean leadership atau kepemimpinan bervisi maritim yang dekat dengan Tuhan YME dan rakyatnya serta memperjuangkan terangkatnya harkat dan martabat hidup bangsa dan negaranya.

 

(Adit/MN)

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com