Kunjungan Mattis Fokus Bahas LCS, Pengamat: Untuk Patroli Bersama Nanti Dulu
MN, Jakarta – Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis, pada Selasa (23/1) lalu mengunjungi kantor Kementerian Pertahanan, di Jakarta. Kunjungan itu diterima langsung oleh Menhan RI Ryamizard Ryaccudu.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun bahwa kunjungan Menhan Negeri Paman Sam ini terkait pertahanan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia, kerja sama bilateral dan multilateral di kawasan dalam Patroli Terkoordinasi Trilateral, dan kerja sama our eyes.
Pertemuan tersebut juga membahas keamanan informasi militer (GSOMIA) dan pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista), serta kebijakan maritim. Bahkan isu Laut China Selatan (LCS) disebut-sebut menjadi pokok bahasan utama untuk mencapai keseimbangan dan stabilitas kawasan.
Konon James Pattis juga menawarkan serangkaian kerjasama maritim dari latihan bersama hingga patroli bersama di kawasan perairan Natuna dan sekitarnya.
Menanggapi hal itu, pengamat pertahanan dan intelijen, Susaningtyas NH Kertopati menyatakan apapun yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mengamankan teritorialnya tetap harus mengacu pada hukum internasional.
“Patroli laut di sekitar Kepulauan Natuna pada prinsipnya seauai Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982 adalah kewajiban negara pantai dalam hal ini TNI AL dan Bakamla. Mekanisme tersebut selama ini sudah berjalan dengan baik dan diterima oleh negara-negara di kawasan, termasuk Amerika Serikat,” ujar Nuning biasa akrab disapa di Jakarta, (25/1).
Menurutnya, dalam mekanisme tersebut, jika ada kapal perang negara lain memasuki laut teritorial Indonesia akan selalu dilaksanakan passing exercise. Jadi kalau hanya latihan bersama sangat lazim dilakukan. Bahkan TNI AL sendiri dalam beberapa tahun terakhir telah melaksanakan latihan bersama baik dalam Komodo Exercise maupun Rimpac.
“Jadi yang berlaku hanya latihan bersama, bukannya patroli oleh kapal perang Amerika Serikat,” tandas mantan Anggota Komisi I DPR RI tersebut.
Lebih lanjut, wanita yang juga aktif mengajar di beberapa Perguruan Tinggi ini menyatakan patroli laut baik yang sifatnya coordinated patrol atau joint patrol harus diatur terlebih dahulu melalui perjanjian bilateral untuk diuji terlebih dahulu dalam suatu simulasi.
“Setelah perangkat dan hasil simulasi tersebut diterima kedua belah pihak, maka patroli baru diijinkan dilaksanakan,” pungkas dia.
Kerangka coordinated patrol pernah dilakukan oleh Indonesia bersama Angkatan Laut Malaysia dan Singapura di Selat Malaka, serta bersama AL Malaysia dan Filipina di perairan Sulu. Sedangkan dengan AS baru akan dilaksanakan ke depannya setelah ada pembicaraan lebih lanjut di antara kedua Menhan dan Menlu.
(Adit/MN)