Published On: Thu, Oct 26th, 2017

NASPCI Gelar Seminar Kedaulatan Udara, Penguatan Konsep Poros Dirgantara Iringi Poros Maritim

Wakil Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Madya TNI Hadian Sumintaatmadja berbicara sebagai keynote speach dalam seminar NASPCI.

Wakil Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Madya TNI Hadiyan Sumintaatmadja berbicara sebagai keynote speach dalam seminar NASPCI.

MN, Jakarta – Sebagai negara yang memiliki lokasi geografis yang sangat strategis dalam jalur transportasi dunia, Indonesia dihadapkan pada berbagai permasalahan pertahanan. Posisi Indonesia terletak di antara dua samudera, dua benua, dan memiliki tiga alur laut, menjadikan wilayah Indonesia rawan akan pelanggaran kedaulatan udara dan laut.

Indonesia sebagai negara yang berdaulat, memiliki kewenangan penuh atau hak eksklusif atas ruang udara di atas wilayahnya. Hal ini sesuai dengan Konvensi Chicago 1944 (Convention on International Civil Aviation, 1944) yang juga telah diratifikasi oleh Indonesia.

Merujuk pada hal tersebut, maka tidak ada satu pun pesawat negara lain yang diperbolehkan melewati ruang udara kita tanpa izin sekaligus menegaskan tentang tidak dikenalnya hak lintas damai.

Pada 2014 yang lalu, presiden terpilih Joko Widodo mencanangkan visi Indonesia menjadi poros maritim dunia. Visi yang dituangkan dalam Peraturan Presiden no. 2 tahun 2015 tersebut secara implisit menjadikan Indonesia juga harus mempunyai visi poros dirgantara dunia.

Luas wilayah Indonesia sebesar 3,1 juta km persegi, di mana 62% merupakan wilayah perairan, dan garis pantai sepanjang 81.000 km merupakan area yang harus dijaga kedaulatannya. Apabila ditambah dengan Zona Eksklusif Ekonomi, maka luas wilayah yang harus dijaga adalah 7,8 juta km persegi, dan itulah luas wilayah yang harus dijaga oleh sistem pertahanan  kita.

Menyikapi berbagai permasalahan kedaulatan tersebut, National Air and Space Power Center of Indonesia (NASPCI) menyelenggarakan seminar dengan tema “Penginderaan Jarak Jauh dan Peluru Kendali dalam Menjaga Kedaulatan Ruang Udara Nasional” di Persada Executive Club Halim Perdana Kusuma pada hari ini, Rabu (25/10).

Hadir untuk memberikan keynote speak, Wakil Kepala Staf Angkatan Udara (Wakkasau) Marsekal Madya TNI Hadiyan Sumintaatmadja menyatakan bahwa visi pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, sekaligus secara implisit harus menjadikan Indonesia sebagai poros dirgantara dunia.

“Konsep poros maritim dunia tidak hanya melibatkan TNI AL saja, akan tetapi juga melibatkan TNI AU. Dengan konsep ini, Indonesia secara implisit juga dituntut untuk menjadi poros dirgantara dunia,” jelas perwira tinggi yang saat ini juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan tersebut.

Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas), Marsekal Muda TNI Yuyu Sutisna memaparkan bahwa perkembangan lingkungan strategis global dengan world maritime axis yang juga identik dengan world airspace axis ibarat sekeping mata uang yang tidak bisa dipisahkan kedua sisinya.

“Konsep poros maritim dunia telah dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 2  tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN),” jelasnya.

Senada dengan Wakasau, Pangkohanudnas juga memaparkan bahwa konsep poros maritim dunia yang diusung oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo pada dasarnya secara implisit telah mengusung Indonesia sebagai poros dirgantara dunia juga.

“Untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, Presiden Joko Widodo akan melakukan pengembangan pelabuhan yang dilakukan mulai dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia dengan total 24 pelabuhan untuk mendukung program tol laut. Kondisi geografis dan kebijakan pemerintah tersebut secara implisit menjadikan Indonesia juga sebagai negara poros dirgantara dunia,“ paparnya.

Lebih lanjut, Pangkohanudnas juga menekankan pentingnya superioritas TNI AU ke tengah samudera  yang merupakan coverage security bagi kekuatan maritim. “Menjaga ruang udara nasional bukanlah tugas yang ringan karena untuk mencapai hasil yang optimal maka TNI AU harus menghadirkan superioritas udara yang merupakan coverage security bagi keuatan maritim dan sekaligus menjaga ruang udara nasional,” tekannya.

Dalam pemaparannya sebagai salah satu pembicara dalam seminar ini, Pangkohanudnas mengulas tentang ancaman udara yang bisa diartikan sebagai segala bentuk wahana tidak dikenal  yang menggunakan udara sebagai lintasannya.

Wahana tersebut dapat berupa wahana berawak ataupun tanpa awak yang mengancam kedaulatan nasional, pesawat udara yang melanggar ketentuan zona identifikasi pertahanan udara, pesawat udara yang melanggar ketentuan penerbangan di wilayah yuridiksi udara nasional, pesawat udara yang melanggar ALKI, pesawat udara yang melanggar restricted and prohibited area.

Berdasarkan pemaparan tersebut Pangkohanudnas menegaskan bahwa pencegahan merupakan kata kunci untuk menjaga ruang udara nasional.

“Pencegahan merupakan kata kunci untuk menjaga ruang udara nasional di mana pendeteksian merupakan hal yang vital. Untuk meningkatkan daya tangkal, maka faktor-faktor penggetar (detterence factor) sangat diperlukan yang di antaranya adalah penggunaan satelit jarak jauh (remote sensing) dan kesiapan peluru kendali untuk mendukung operasi pertahanan udara,” tegasnya.

Sedikit melanjutkan, Pangkohanudnas menutup dengan penjelasan tentang keterkaitan antara peluru kendali dengan remote sensing.

”Peluru kendali dan satelit jarak jauh (remote sensing) merupakan hal yang saling berkaitan. Hal ini dikarenakan satelit jarak jauh yang terintegerasi dengan radar dapat menampilkan secara visual objek yang melanggar wilayah kedaulatan nasional. Selain itu, rudal yang siap secara operasional akan memberikan efek getar bagi pesawat asing yang berniat melintasi ruang udara nasional tanpa izin,” tukasnya.

About the Author

- Redaktur

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com