Published On: Thu, Nov 10th, 2016

Pengelolaan Air Balas Ramah Lingkungan jadi Pokok Bahasan dalam Pertemuan IMO-Norad di Bali

Foto Bersama - Para peserta pertemuan IMO-Norad di Bali

Foto Bersama – Para peserta pertemuan IMO-Norad di Bali

MNOL, Bali – Kementerian Perhubungan akan mewajibkan pengelolaan air pemberat kapal (ballast water) yang ramah lingkungan terhadap kapal-kapal berbendera Indonesia, yang digunakan untuk pelayaran internasional, mulai September 2017. Hal itu sesuai dengan program International Maritime Organization (IMO) yang saat ini sedang menggelar The Final Regional Meeting of IMO-Norad Project on Ratification and Implementation of IMO Instruments for Marine Environment Protection di Hotel Bintang Ramada, Bali 9 – 11 November 2016.

Direktur Perkapalan dan Kepelautan Direktorat Perhubungan Laut Rudiana mengatakan pe ngelolaan air pemberat kapal (ballast water ) menjadi fokus kita saat ini. Karena jika tidak dikelola dengan baik, ada kekhawatiran mencemari ekosistem perairan, khususnya di Indonesia.

Rudiana juga menjelaskan bahwa air laut biasanya digunakan sebagai pemberat untuk menjaga keseimbangan kapal ketika muatan kosong atau setengah terisi. Pada saat yang sama, air laut yang dibawa kapal juga membawa ribuan jenis spesies makhluk hidup.

“Meski umumnya makhluk hidup yang terbawa itu mati dalam perjalanan, tidak  menutup kemungkinan ada yang masih bertahan, dan lolos saat dibuang ke laut. Ini tentunya berpotensi membahayakan biota laut dan dapat mengubah ekosistem laut,” terang Rudiana.

Sistem Pengelolaan Air Balas

Sistem Pengelolaan Air Balas

Saat ini, prosedur pengelolaan air pemberat kapal di Indonesia masih dimatangkan.  Rencananya, Indonesia bakal mendapatkan pendampingan dari perwakilan IMO, termasuk pendanaan dari The Norwegian Agency for Development Cooperation (Norad).

Soal biaya, Rudiana mengakui hal itu memerlukan dana yang tidak sedikit. Di samping pengelolaan air balas memerlukan teknologi dan peralatan khusus agar air yang dibuang tidak membahayakan, juga memerlukan SDM yang dilatih terlebih dahulu.

“Semua kapal baik bendera nasional maupun asing wajib menjalankan itu. Murah tidaknya teknologi yang digunakan itu bervariasi, bisa dari Jepang, Korea dan lain sebagainya. Tapi yang penting, standarnya harus sesuai IMO,”  tambah dia.

Sementara itu, Pakar Hukum Laut dari Universitas Indonesia Chandra Motik menilai Indonesia harus sudah siap untuk menerapkan pengelolaan air balas. Karena aturan  air balas sudah ada sejak 2004.

“Namun karena belum banyak negara yang meratifikasi, aturannya belum jalan. Nah, sekarang sudah banyak yang mengikuti, sehingga aturan itu akan mulai berlaku tahun depan,” kata Motik.

Suasana Pertemuan IMO-Norad di Bali 9 - 11 November 2016

Suasana Pertemuan IMO-Norad di Bali 9 – 11 November 2016

Sambungnya, air balas berpotensi membahayakan laut Indonesia apabila tidak dikelola dengan benar. Dia juga berharap jumlah SDM Indonesia yang mengikuti pelatihan air balas dari IMO- Norad tersebut dapat ditambah. Hal ini bertujuan agar informasi teknis itu dapat disampaikan secara baik dan cepat kepada operator.

“SDM-nya masih sangat kurang. Kita baru punya 5 orang, yang satu meninggal, jadi hanya 4 orang yang sudah ikut training,” beber mantan Ketua ILUNI UI tersebut.

Sedangkan di Indonesia, untuk 4 pelabuhan besar yang dimiliki dari total keseluruhan sebanyak 104 pelabuhan sangat memerlukan SDM pengelola air balas.

“Karena itu kita lagi mau minta Norad fasilitasi ToT (Training of Trainer-red) untuk SDM kita,” pungkasnya. (Tan/MN)

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com