Published On: Fri, Dec 1st, 2017

Pulau C dan D terus Diusulkan sebagai Pangkalan Pertahanan Ibukota

Dialog Publik bertajuk “Quo Vadis Reklamasi Teluk Jakarta: Studi Kemanfaatan Reklamasi Pulau C dan D dalam Perspektif Keilmuan” yang diselenggarakan Prodi PKn Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta (UNJ) di Aula Gedung Ki Hajar Dewantara, Jakarta Timur, Kamis (30/11).

MN, Jakarta – Direktur Eksekutif Human Studies Institute, Angggota Ikatan Geograf Indonesia (IGI), Rasminto dalam dialog publik bertajuk “Quo Vadis Reklamasi Teluk Jakarta: Studi Kemanfaatan Reklamasi Pulau C dan D dalam Perspektif Keilmuan” yang diselenggarakan Prodi PKn Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta (UNJ) di Aula Gedung Ki Hajar Dewantara, Jakarta Timur, Kamis (30/11).

Rasminto memandang bahwa keberadaan Pulau C dan D sebagai proyek reklamasi Teluk Jakarta yang dikerjakan PT Kapuk Naga Indah itu sudah mengantongi sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) atas nama Pemprov DKI Jakarta yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dua pulau reklamasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pangkalan pertahanan ibukota dari ancaman trafficking dan penyelundupan narkoba.

“Mencuplik pandangan yang diungkapkan Hayami dan Ruttan dengan merumuskan suatu model pengembangan wilayah yang dikenal dengan “induced innovation model”. Pengembangan wilayah mau tidak mau memang memanfaatan sejumlah sumberdaya alam,” kata Rasminto.

Ia mengungkapkan sampai tahap perkembangan tertentu, bisa saja sumberdaya alam yang ada di Jakarta yang dirasakan semakin langka. Namun kelangkaan sumberdaya tersebut akan selalu memacu perkembangan teknologi untuk menanggulanginya.

Oleh karenanya, menurut Rasminto, perlu inovasi dalam pembangunan masa depan kota Jakarta.

“Termasuk program reklamasi sebagai alternatif pembangunan yang dirasakan perlu bagi kota Jakarta. Yang terpenting pulau yang sudah terbangun seperti Pulau C dan D dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan warga, seperti sebagai pangkalan pertahanan ibukota dari ancaman trafficking dan penyelundupan narkoba,” papar Anggota Perkumpulan Peneliti Pendidikan dan Manajemen Lingkungan (P3ML) ini.

Sementara itu, Pakar Landscape dan Soil Geographer UNJ, Dr Cahyadi Setiawan menjelaskan, Jakarta 36,11 persen wilayahnya merupakan pluvimarin atau dipengaruhi oleh sungai dan lautan. Jakarta juga sangat dipengaruhi oleh daerah-daerah di atasnya, termasuk material-material dari Gunung Gede, Pangrango dan Salak.

Bukan hanya itu, Jakarta juga diapit dua sungai besar yakni Sungai Citarum, Sungai Cisadane, dan dilalui sungai Ciiliwung, sehingga sejak dulu material dari sungai-sungai itulah yang mengendap dan bermuara di Teluk Jakarta.

“Jadi tanpa reklamasi pun ada proses penambahan daratan tapi waktunya lama,” ucap Cahyadi.

Terkait pemanfaatan Pulau C dan D, Cahyadi mengaku tidak keberatan tapi lebih dulu diperhatikan apakah pulau-pulau itu dilalui oleh sesar atau patahan lempeng.

Sedangkan Pengamat Kebijakan Publik yang juga Koordinator Prodi Sospol UNJ, Suhadi menilai, sejak awal kebijakan izin reklamasi sudah keliru karena aturan belum ada, namun pembangunan sudah dijalankan.

“Reklamasi yang tidak memperhatikan aspek Amdal dan aspek sosiologis yang berdampak pada masyarakat pesisir terutama nelayan harus dihentikan. Namun untuk Pulau C dan D yang sudah terbangun atau sudah terlanjur jadi harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat sesuai Pasal 33 UUD 1945,” pungkas Suhadi.

 

(Adit/MN)

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com