Published On: Fri, Feb 10th, 2017

Selamatkan Galkapnas, Tolak Impor Kapal dari Luar Negeri

Kondisi Galkapnas, mati segan hidup tak mau karena kesulitan modal dan maraknya impor kapal

MNOL, Jakarta – Dalam upaya menyelamatkan galangan kapal nasional (Galkapnas) dari maraknya praktik impor kapal dari luar negeri, Senior Manajer Divisi Aset PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), Sjaifudin Thahir turut angkat bicara. Dalam rilisnya yang diterima redaksi, Jumat, (10/2), lulusan Perkapalan ITS ini menegaskan agar Pemerintah, pelaku usaha, perbankan dan para lulusan perkapalan di berbagai Perguruan Tinggi punya tanggung jawab untuk menyelamatkan Galkapnas.

“Proses pembangunan kapal sudah menjadi tugas dan tanggung jawab para desainer kapal dan pekerja galangan-galangan kapal lulusan perguruan tinggi. Mereka sudah siap bekerja,” ujar Thahir biasa akrab disapa.

Pria asal Surabaya itu menuturkan kita sebagai bangsa bahari untuk menghindari impor kapal dalam rangka membantu industri perkapalan nasional. Misalnya upaya impor kapal dari Negara lain seperti China, Korea atau Jepang yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan angkutan laut jarak dekat.

“Bilamana pengusaha kapal untuk merencanakan dan berkehendak untuk membeli dan mengimpor kapal bekas ke dalam negeri. Sebaiknya dilakukan peninjauan kembali dampaknya,” tandasnya.

Setidaknya dalam mempertimbangkan seberapa besar kemanfaatan dan kerugiannya bagi pertumbuhan sektor industri perkapalan dalam negeri mengingat banyaknya lulusan perkapalan dalam negeri.

Namun bila upaya melakukan impor kapal yang memiliki teknologi canggih dan terbaru maka masih memberikan kemungkinan untuk dapat dimanfaatkan. Terutama sebagai obyek pembanding dan obyek penelitian bagi para peneliti dan ahli-ahli perkapalan nasional dalam pembangunan industri perkapalan ke depan.

Pasalnya, untuk mengembangkan potensi putra-putra bangsa dalam industri perkapalan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sebagai contoh katanya untuk menimpor kapal dari luar negeri sebanyak 2500 kapal dengan kapasitas 1500 s/d 3000 ton untuk kebutuhan melayani angkutan pelayaran jarak pendek dalam 5 tahun ke depan membutuhkan nilai investasi mencapai Rp15 triliun.

“Angka ini bisa dimanfaatkan untuk pengembangan potensi anak bangsa yang ingin berkiprah di sektor desain dan rancang bangun kapal,” ungkapnya.

Pria yang pernah mengenyam pendidikan di Newcastle of University ini menjelaskan masih banyak kesulitan bagi galangan-galangan kapal di dalam negeri untuk merespon permintaan dan kebutuhan kapal dalam negeri selama ini.

Menurutnya, beberapa faftor yang menyebabkan lambannya perkembangan industri galangan kapal dalam negeri antara lain kapal-kapal existing di luar negeri masih diminati oleh pengusaha pelayaran, banyaknya pembelian kapal-kapal exsisting dari negara lain terutama dari China, dan kemudahan fasilitas bea masuk.

“Insentif yang diberikan dari pemerintah untuk proses pengadaan material dan komponen kapal masih belum optimal dan galangan kapal di luar negeri kadang kala bisa menawarkan dengan harga desain dan pembangunan yang lebih murah,” bebernya.

Kendati faktanya, sudah banyak kapal produksi galangan kapal produksi dalam negeri yang sudah bisa bersaing dengan kapal-kapal yang diimpor dari luar negeri. Namun memang untuk galangan-galangan tertentu di dalam negeri masih banyak yang perlu ditingkatkan performance-nya.

Sambung Thahir, pemberlakuan bea masuk dan pajak pertambahan nilai impor material dan komponen diharapkan tidak menjadikan persoalan di lapangan bagi pengusaha galangan kapal dalam negeri. Hal ini yang menyebabkan kapal produksi dalam negeri bisa  lebih mahal dibandingkan kapal existing yang diimpor dari luar negeri.

“Pengusaha galangan kapal sebenarnya saat ini bisa memanfaatan fasilitas insentif biaya masuk yang ditanggung oleh pemerintah, karena fasilitas ini belum dimanfaatkan secara maksimal,” tutur mantan Ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Inggris tersebut.

Pemanfaatan fasilitas dari pemerintah berupa insentif biaya masuk yang ditanggung oleh pemerintah untuk produksi kapal di dalam negeri perlu segera dilakukan oleh para pengusaha galangan kapal. Namun sayangnya, produsen material dan komponen kapal di luar negeri masih mendominasi kebutuhan sebagian besar material dan komponen untuk pembangunan kapal.

Masih kata Thahir, investor masih belum bersedia untuk menanamkan modal di dalam negeri untuk galangan kapal karena permintaan kapal dalam negeri masih dalam jumlah yang tidak banyak dan belum dapat memenuhi nilai keekonomian sehingga.

“Kampanye-kampanye perihal produksi kapal untuk galangan di dalam negeri harus secara intensif dilakukan,” tegas Thahir yang memang dikenal sebagai praktisi perkapalan yang kritis itu.

Soal BMDTP

Pembayaran oleh produsen kapal soal PPN dan bea masuk impor material dan komponen kapal atau pemanfaatan fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk impor material dan komponen kapal perlu dipertimbangkan.

“Ini harus dilakukan pada akhir kapal diserahkan kepada pemilik kapal bukan sebelum tanggal keel laying dan proses produksi kapal dimulai,” lanjut Thahir.

Thahir yang merupakan salah satu penerima Beasiswa Khusus dari pemerintah di era 1980-an ini sangat berharap, Kementerian Keuangan dapat mempercepat diterbitkannya fasilitas BMDTP sehingga pelaku industri galangan kapal dapat memanfaatkan fasilitas itu secara maksimal.

“BMDTP perlu dipertimbangkan proses pencairan lebih cepat agar pelaku usaha tidak terkena risiko kerugian akibat demurrage sehingga pengusaha tidak merasa ketakutan untuk tergesa-gesa membayar bea masuk lebih awal,” paparnya.

Potensi bisnis pembangunan kapal di dalam negeri belum dapat memberikan penawaran yang menguntungkan menyebabkan pihak perbankan belum mau memberikan pembiayaan untuk bisnis produksi kapal. Hal ini menyebabkan para pelaku industri galangan kapal dalam negeri mengalami kesulitan dalam hal pendanaan dan modal.

Kebutuhan kapal di dalam negeri untuk dapat menjangkau seluruh wilayah Nusantara terutama di pinggiran perbatasan Negara akan terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi nasional. “Hal ini adalah indikator bahwa bisnis pengadaan dan pembangunan kapal di dalam negeri adalah bisnis yang menjanjikan,” ujarnya lagi.

Dalam analisisnya, sistem yang terbaik untuk pemberian kredit dan pembiayaan kepada pembeli kapal dapat dirancang agar tidak terjadi risiko-risiko yang tidak diinginkan bagi pihak perbankan. Pemilik kapal dapat dipastikan memiliki kemampuan membayar kredit bank bila mana kapal yang sudah dipesannya sudah sea trial dengan hasil yang baik dan memulai untuk beroperasi.

Untuk APBN, Thahir mengusulkan agar bisa diprioritaskan pada kebutuhan galangan kapal dalam negeri. “Pemerintah dan perbankan harus bersedia memberikan lebih banyak insentif dan bantuan modal usaha kepada galangan kapal dalam negeri sehingga pengusaha tidak mengandalkan impor kapal bekas dari luar negeri. Itu tentu sangat diapresiasi,” ucapnya dengan lugas.

Akhir pemaparannya, ia menekankan agar peralatan dan permesinan produksi untuk galangan kapal dalam negeri harus diperbarui. Dan untuk itu negara harus menyediakan dan menfasilitasi investor menanamkan modal.

“Yang saya tahu ada dana cukup besar berdasarkan informasi yang saya peroleh. Yakni bisa mencapai Rp10 triliun untuk 100 galangan kapal,” pungkasnya.

Sudah saatnya pengusaha-pengusaha untuk mengandalkan produksi kapal dalam negeri. “Semua pengusaha pelayaran nasional sebaiknya mempertajam komitmen untuk menggunakan kapal-kapal yang diproduksi dari galangan kapal di dalam negeri,” pesan Thahir untuk para pengusaha. (An/MN)

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com