Published On: Wed, Feb 8th, 2017

Tiru Maldives, Indonesia Butuh SDM yang baik untuk Kelola Wisata Bahari

Pengembangan wisata bahari di Maldives menjadi acuan untuk Indonesia

MNOL, Jakarta – Maldives yang disebut juga dengan Kepulauan Maladewa merupakan salah satu pulau indah yang terkenal di dunia. Letak Maldives ada di Samudera Hindia dan mempunyai banyak wisata pantai dengan air yang biru jernih, bermacam biota laut, dan pasir putih membentang, panorama sekitar juga menawan.

Pulau kecil inilah yang menjadi rujukan pembangunan wisata bahari Indonesia yang memiliki garis pantai terpanjang nomor 2 di dunia. Seluruh masyarakatnya sangat mendukung program pariwisata yang diemban oleh pemerintah Maldives sebagai penerimaan terbesar tiap tahunnya.

Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat menandatangani kesepakatan bersama dengan Menteri Pariwisata Arief Yahya di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta, (7/2).

“Wisata bahari ini seharusnya menghasilkan lebih banyak dari wisata darat. Contohnya Maldives. Maldives itu hanya pulau kecil saja, kira-kira sebesar pulau Nias, mungkin lebih besar pulau Nias, tapi hasilnya (sumbangan devisa) hampir sama dengan seluruh Indonesia. Padahal lautnya hanya sekitar pulau itu saja. Exclusive Economy Zone (EEZ) mereka juga tidak banyak. Jadi kita harus bisa meningkatkan services kita, sehingga kita bisa seperti mereka,” ungkap Susi.

Kesepakatan ini merupakan bentuk sinergi KKP dengan Kementerian Pariwisata dalam mengembangkan kepariwisataan nasional khususnya wisata bahari.Selain itu, kesepakatan ini juga diharapkan dapat mendukung fasilitasi program prioritas KKP dan Kementerian Pariwisata dalam pengembangan potensi sumber daya alam wisata bahari.

Terkait pengembangan sumber daya manusia, promosi dan pemasaran wisata bahari, pertukaran data dan informasi, peningkatan pengawasan bersama sumber daya kelautan dan perikanan dan wisata bahari, serta pemanfaatan sarana dan prasarana juga dibahas dalam kesepakatan ini.

“Indonesia perlu meningkatkan aspek pelayanan (services), tak hanya berfokus pada penyediaan produk dan komoditas perikanan dan kelautan. Pendapatan negara akan bertambah jika kebaharian juga berfokus pada pengelolaan sehingga memberikan nilai tambah seperti pada pariwisata contohnya,” ujar Susi.

Pada kesempatan tersebut, Menteri Susi juga meminta Kementerian Pariwisata untuk bersama menata pelabuhan perikanan dan pasar, agar dapat menjadi destinasi wisata bahari yang menarik. Ia juga ingin masyarakat, nelayan, dan pengusaha bahari diajarkan sikap yang baik untuk menarik hati pengunjung atau wisatawan.

KKP dan Kementerian Pariwisata menargetkan, di tahun 2019 kontribusi wisata bahari terhadap total devisa Indonesia sebesar USD 4 miliar atau sekitar 20 persin. Meningkat empat kali lipat dari yang bisa disumbangkan tahun lalu.

Kesepakatan bersama KKP dan Kementerian Pariwisata ini ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Badan Pengembangan SDMPKP dan Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan. Adapun fokusnya adalah pertukaran tenaga ahli, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, penyelenggaraan permagangan, serta pemanfaatan sarana prasarana.

“Tak hanya itu, kita juga akan adakan pelatihan wisata bahari, serta fasilitasi sertifikasi kompetensi wisata bahari. Kita juga akan dorong pemanfaatan data informasi pariwisata bahari,” pungkas Susi.

Hal senada disampaikan Menteri Pariwisata Arief Yahya. Menurutnya, penyebab kurangnya kontribusi wisata bahari di Indonesia yakni pendekatan keamanan/sekuritas yang terkendala regulasi. Misalnya, untuk masuk wilayah bentang laut atau sea zone Indonesia, pendatang/wisatawan butuh waktu 21 hari, di saat negara lain seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia hanya butuh satu jam.

“Approach yang kita lakukan adalah security bukan services, padahal pariwisata itu adalah services. Mengutamakan pelayanan. Semua orang adalah wisatawan kecuali penjahat. Bukan semua orang penjahat kecuali wisatawan. Ini approach yang sangat berbeda,” kata Arief.

Akhirnya salah satu upayanya ialah dengan mencabut Clearance Approval for Indonesian Territories (CAIT). “Apa yang terjadi, kenaikan kita 100 persen dari yang hanya 750 yacht yang datang ke Indonesia tahun 2015, tahun 2016 sudah mencapai 1.500. Poinnya adalah hasil yang luar biasa pasti caranya tidak biasa,” terang Arief menambahkan.

Menurut Menpar, kunci sukses dalam rangka mengembangkan pariwisata nasional khususnya dalam mewujudkan target 2017 hingga 2019 mendatang tidak terlepas dari peran serta seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) yang terdiri dari kalangan akademisi, pelaku bisnis, komunitas, pemerintah dan media yang kerap disebutnya sebagai kekuatan pentahelix.

“Intinya kita butuh semua pihak untuk meningkatkan pariwisata bahari kita,” pungkasnya. (An/MN)

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com