Masalah antara Perusahaan M3nergy Gamma dengan Nelayan di Binuangeun Masih Berlanjut
Maritimnews, Jakarta – Masalah eksplorasi pengeboran hulu minyak lepas pantai Perusahaan M3nergy Gamma di wilayah Perairan Binuangeun, Lebak, Banten masih terus berlanjut. Pasalnya, aktivitas itu banyak menggangu nelayan ditambah perizinan perusahaan masih belum tuntas yang melibatkan Pemerintah Daerah, SKK Migas, Kementerian ESDM dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Nelayan Binuangeun, Tedy Syaifuddin menuturkan izin eksplorasi Perusahaan M3nergy Gamma itu seharusnya berakhir pada 20 Februari 2016 lalu. Perusahaan asal Malaysia ini beroperasi sejak 2013 dan pertama melakukan survey pada sekitar tahun 2010.
“Berdasarkan peraturan yang berlaku, perusahaan yang melakukan eksplorasi di daerah harus ada sosialisasi terlebih dahulu ke masyarakat, tetapi ini tidak ada,” kata Tedy.
Selanjutnya, Tedy mengungkapkan bahwa 99 persen nelayan di sini menolak keberadaan pengeboran itu selain menggangu aktivitas nelayan, ternyata soal perizinannya masih patut dipertanyakan.
Apalagi berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kawasan tempat pengeboran minyak itu seharusnya menjadi kawasan konservasi. Tedy menyebutkan pemerintah daerah sudah mencangkan daerah tersebut hingga pesisir menjadi kawasan konservasi Penyu dan Paus serta biota-biota endemik lainnya.
Kemudian masalah jarak pengeboran turut dipermasalahkan dengan forum nelayan tersebut. Titik Pengeboran Minyak yang hanya berjarak 6 mil dari pesisir Pantai Binuangeun dinilai mengancam keberlangsungan pencaharian nelayan tradisional.
“Seharusnya kan sejauh 6 mil atau yang sudah mengarah ke ZEE Indonesia. Kalau kita di sini kan nelayannya nelayan kecil semua paling cuma 5-6 mil kita paling jauh. Tetapi sejak pengeboran itu dibangun kapal-kapal besar sering berpapasan dengan kita,” tandasnya.
Tidak hanya gangguan keselamatan lalu lintas Laut, efek getaran aktifitas pengeboran pun dinilai mengancam populasi ikan di wilayah perairan tersebut.
Sejauh ini, belum ada informasi dan penjelasan yang mendetail soal aktifitas Pemasangan Anjungan RIG serta Anjungan Pengeboran Minyak M3nergy, dari pihak perusahaan atau pun pemerintah. Kendati sudah pernah dilakukan upaya-upaya yang mempertemukan antara masyarakat, pemerintah dan pihak perusahaan, namun belum ada titik temu.
Sejatinya masalah-masalah seperti ini menuntut adanya peraturan mengenai Tata Ruang Laut Nasional yang komprehensif. Meskipun disinggung sedikit dalam UU No 26/2007 tentang Tata Ruang dan UU No 32/2014 tentang Kelautan, masalah tata ruang laut nasional masih kerap terjadi.
Sebagian besar masalahnya terjadi karena persinggungan antara nelayan dengan pemerintah maupun perusahaan seperti halnya yang terjadi di Teluk Jakarta, Tanjung Benoa bahak permasalahan Blok Masela pun ada kaitannya juga dengan tidak rampungnya tata ruang laut nasional. (TAN)
Semoga pemerintah pro nelayan