Benahi Tata Kelola Maritim, Pembentukan Kementerian Teknis Kemaritiman Kian Mendesak
MN, Jakarta – Poros Maritim Dunia (PMD) yang menjadi visi pemerintahan Jokowi-JK sangat tepat guna merespon faktor alamiah bangsa Indonesia yang wilayahnya didominasi oleh laut. Kendati kondisinya kini dirasa belum maksimal dan membuahkan hasil, namun setidaknya sudah menjadi titik balik bagi bangsa Indonesia dalam mengenal maritim.
Dalam memasuki tahun politik di 2018 dan 2019 ini idealnya penerapan dan penyempurnaan dari gagasan besar PMD itu harus dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK hingga berakhirnya masa periode kepemimpinan pemerintahan.
Tanpa disadari, visi besar PMD pun hilang dari pantauan mengingat fenomena yang terjadi. Pembangunan infrastruktur yang lebih disorot sebagai tolok ukur keberhasilan pemerintahan dibandingkan kinerja dalam tata kelola maritim. Padahal PMD merupakan visi besar presiden yang perlu dievaluasi karena menyangkut relevansi dari gagasan maritim ke depan baik jangka pendek maupun jangka panjang yang berkelanjutan.
Berbagai kecelakaan di laut yang terjadi sejak tahun 2014-2018 menjadi salah satu sorotan yang perlu diperhatikan karena berhubungan dengan tata kelola kemaritiman. Lemahnya fungsi kontrol dari sistem yang ada saat ini membuat visi besar itu tidak berjalan. Salah satu buktinya adalah banyaknya kecelakaan laut yang terjadi kurun waktu 2014-2018.
Menangapi permasalahan kemaritiman yang terjadi akhir-akhir ini, tokoh muda bidang Maritim dan Pertanian Pengurus Besar Nahdathul Ulama (PBNU), Witjaksono menyatakan ke depan pemerintah perlu mengadakan reformasi birokrasi di bidang kemaritiman untuk meningkatkan kinerja yang beroientasi terhadap hasil yang dicapai.
“Hal ini menjadi catatan yang cukup penting jika ke depan Poros Maritim Dunia masih menjadi target utama dari pemerintahan,” kata Witjak biasa disapa melalui pesan elektroniknya kepada Maritimnews, Minggu (22/7).
Sambung dia, sebanyak 36 kasus kecelakaan kapal sepanjang 2018 dengan 71 korban jiwa hal ini menjadi rapor merah tata kelola kemaritiman Indonesia. Dia menegaskan kecelakaan kapal di laut bukan hanya mempengaruhi visi presiden melainkan juga mencoreng nama Indonesia di mata dunia.
“Apabila kita mau menjadikan Tol Laut adalah sebagai ukuran keberhasilan pekerjaan jangka panjang, maka tingkat keselamatan di laut wajib dilakukan pembenahan baik secara birokrasi maupun penerapan di lapangan,” bebernya.
Menurut penulis buku ‘Reborn Maritim Indonesia’ itu, pemerintah harus mempertimbangkan adanya pembentukan kementerian teknis soal kemaritiman yang berfungsi untuk menerapkan sistem kontrol yang lebih jelas dan dapat secara teknis dan taktis dalam mengambil tindakan.
“Saat ini Kementerian Kooridinator Bidang Kemaritiman belum cukup memiliki kapasitas untuk mengambil sikap teknis dan taktis karena fungsinya yang hanyamengkoordinasikan level teknis di bawahnya,” pungkas pria kelahiran Pati tersebut.
Sementara itu di tempat terpisah, Sekjen Iperindo (Ikatan Pengusaha Perkapalan dan Bangunan Lepas Pantai) Askan Naim menambahkan bahwa kementerian teknis kemaritiman ini harapannya mampu mendorong fungsi industri maritim agar lebih mendapatkan porsi yang ideal.
“Kami membutuhkan blueprint yang cukup jelas untuk kebutuhan kapal ke depan seperti apa? Hal tersebut dikarenakan berpengaruh terhadap rencana investasi dan ekspansi para pengusaha galangan kapal,” ujar Askan.
Dia berharap dalam merealisasikan visi PMD, kementerian teknis kemaritiman ini mampu menjawab permasalahan industri maritim yang kini masih jauh panggang daripada api. Padahal ciri dari negara maritim ialah adanya industri maritim yang maju.
“Harapannya dengan adanya kementerian teknis kemaritiman ini, Indonesia dapat benar-benar berbicara banyak mengenai industri maritim”, tutup Askan. (hsn)