Mengenang Pertempuran Laut Aru 58 Tahun Lalu
MN, Jakarta — Pada tanggal 15 Januari merupakan Hari Dharma Samudera yang diperingati setiap tahun untuk mengenang Pertempuran Laut Aru, Maluku. Pada peristiwa tersebut salah satu kapal perang Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) yaitu Rl Matjan Tutul tenggelam. Mengakibatkan gugurnya Deputi I KSAL Komodor Yos Sudarso beserta sekitar 25 anak buah kapal (ABK) Rl Matjan Tutul.
Peristiwa Pertempuran Laut Aru yang terjadi 57 tahun silam merupakan dampak dari konfrontasi Indonesia-Belanda akibat sengketa Irian Barat. Pertempuran ini merupakan jawaban dari Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) yang dilantangkan oleh Bung Karno di Yogyakarta 19 Desember 1962.
Isi Trikora yaitu (1) Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua buatan Belanda Kolonial, (2) Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia; dan (3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum untuk mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
Mendukung operasi Trikora, Pemerintah Indonesia pada 2 Januari 1962 membentuk komando operasi Komando Mandala Pembebasan Irian Barat, bermarkas di Makassar, Sulawesi Selatan. Mayjen TNI Soeharto ditunjuk komandan operasi yang bertugas merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi-operasi militer guna mengembalikan Irian Barat ke dalam pangkuan Republik Indonesia.
Modernisasi kekuatan militer
Tahapan operasi yang dilakukan oleh Komando Mandala antara lain infiltrasi, eksploitasi, dan konsolidasi kekuatan. Dalam tahap infiltrasi, ALRI mengerahkan armadanya untuk pendaratan pasukan yang terdiri dari RPKAD dan Sukarelawan di titik yang telah ditentukan.
Sebelumnya guna melengkapi dan memodernisasi kekuatan militer, Indonesia memborong sejumlah besar peralatan tempur dari berbagai negara, antara lain Uni Soviet, Republik Federasi Jerman (Jerman Barat), Italia dan Yugoslavia.
Salah satu jenis peralatan militer yang didatangkan untuk memperkuat Jajaran Armada ALRI adalah kapal perang jenis MTB (Motor Torpedo Boat) Klas Jaguar dari Jerman Barat. Kapal perang jenis ini memiliki kemampuan untuk menembakkan torpedo anti kapal permukaan.
Empat kapal perang jenis MTB yang mendapat misi tersebut, yaitu Rl Matjan Tutul, RI Matjan Kumbang, Rl Harimau dan Rl Singa bertolak dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada 9 Januari 1962. Kendati singgah di Surabaya dan Makassar, tidak banyak yang tahu apa misi sebenarnya dari keempat MTB ini, karena kerahasiaan tingkat tinggi yang diinstruksikan oleh pimpinan operasi saat itu.
Uniknya, karena dipersiapkan untuk mengangkut pasukan, maka persenjataan utama andalan kapal perang jenis MTB ini yaitu torpedo, justru dikorbankan alias dilucuti agar kapal memiliki ruang yang lebih besar. Hal ini berakibat fatal ketika mereka terpaksa harus berhadapan dengan kapal perang musuh.
Dari keempat MTB tersebut, ternyata hanya 3 yang mampu bergerak hingga memasuki perairan Irian Barat, karena RI Singa mengalami kerusakan mesin sehingga memaksanya untuk kembali. Ketiga kapal lainnya berhasil melaksanakan misi pendaratan pasukan di daerah Kaimana, Irian Barat. Setelah itu, ketiganya bergegas untuk kembali ke Makassar guna melaporkan keberhasilan operasi.
Namun naas, di tengah perjalanan ketiga kapal itu telah dipergoki 2 oleh pesawat intai maritim AL Belanda jenis Neptune dan Firefly. Sehingga keberadaanya telah mengundang Armada Laut Belanda untuk menghadang.
Tepatnya di posisi 4,49 derajat selatan dan 135,2 derajat timur, ketiga MTB ALRI tersebut dihadang 3 kapal perang AL Kerajaan Belanda, yaitu Destroyer Klas Province Hr.Ms. Utrecht, Fregat Hr. Ms. Evertsen dan Korvet Hr.Ms. Kortenaer.
Akibatnya, terjadilah kontak senjata di tengah Laut Aru. Menyadari bahwa kekuatan tidak seimbang, ketiga MTB ALRI bermaksud menghindar, namun ketiga musuhnya tidak membiarkan mereka lolos begitu saja. Guna melindungi dua kapal lainnya, Rl Matjan Tutul melakukan manuver bergerak maju secara lurus langsung menuju Hr.Ms Evertsen.
Kobarkan semangat bangsa
Tanpa berfikir panjang, kapal perang kebanggan Belanda itu langsung menembakkan 3 terpedonya ke badan RI Matjan Tutul. Sebelum tenggelam, Komodor Yos Sudarso sempat mengirim pesan Kobarkan Semangat Pertempuran ke markas. Sementara itu, dua MTB ALRI lainnya berhasil meloloskan diri dan tiba di pangkalannya dengan selamat.
Alhasil, peristiwa itu kian menambah semangat perjuangan Indonesia untuk membebaskan Irian Barat baik secara militer maupun diplomasi. Beberapa operasi militer berikutnya dilancarkan oleh ABRI yang langsung menggelar perang terbuka di daratan Irian Barat.
Pasca kejadian itu pula, Bung Karno, Sang Pemimpin Besar Revolusi menetapkan hari tenggelamnya RI Matjan Tutul sebagai Hari Dharma Samudera yang memaknakan keberanian pelaut Indonesia dalam menerjang samudera menghadapi musuh-musuhnya. Tentunya, penetapan hari itu menambah semangat bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari, sejak era Sriwijaya dan Majapahit.
Hingga sekarang, setiap tanggal 15 Januari, Pemerintah dan TNI AL selalu melakukan tabur bunga di laut. Dengan maksud menghormati jasa-jasa para awak RI Matjan Tutul, yang hingga kini jasadnya tidak pernah ditemukan.
*Dirangkum dari beberapa sumber oleh Narwan Siedoo