Jakarta (Maritimnews) – Terbatasnya fasilitas zona penyangga atau Buffer Area di area kerja pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara menjadikan bahu jalan lebih menarik bagi para supir truk trailer untuk memarkir kendaraan sambil menunggu waktu melayani bongkar muat (B/M) dibeberapa lokasi terminal petikemas di pelabuhan tersibuk di Indonesia tersebut.
Ditambah lagi adanya keputusan surat himbauan nomor e-0200/HM 03-02 tanggal 22 Oktober 2025 perihal pembatasan jam operasional kendaraan truk/petikemas di Kota Administrasi Jakarta Utara, khususnya di jalan Raya Plumpang dan jalan Marunda yang ditandatangani oleh Camat Kecamatan Cilincing.
Himbauan tersebut justru dinilai semakin akan memperparah kemacetan di wilayah pelabuhan Tanjung Priok, seiring urgensi kebutuhan Bufffer Area sebagai zona tunggu sebelum diizinkan masuk ke suatu terminal petikemas. Hal itu memaksa para supir trailer memilih bahu jalan menjadi tempat parkir menunggu jadwal bongkar muat.
“Penerapan pembatasan jam operasional kendaraan truk masuk di wilayah Cilincing dan Plumpang Semper oleh Kecamatan Cilincing, ikut memperparah kemacetan. Ditambah terbatasnya buffer area di pelabuhan maka parkir di bahu jalan pun jadi pilihan,” kata Ketua Perkumpulan Supir Trailer Tanjung Priok, Agung Bangkit kepada Maritimnews di Jakarta, Kamis (27/11).
Agung meminta kepada semua pihak baik Pemerintah Kota, KSOP Kemenhub, PELINDO, dan seluruh terminal pengelola PBM agar aktif dan serius dalam penyelesaian masalah kemacetan yang terjadi di wilayah Tanjung Priok. Termasuk menyediakan lahan Buffer Area, sebab persoalan kemacetan itu sudah terjadi bertahun-tahun namun sampai sekarang belum ada penyelesaian konkrit.
“Seharusnya dipikirkan efek dari himbauan pembatasan jam operasional truk trailer di Jakarta Utara bahkan terkait urgensi kebutuhan lahan Buffer Area, selain terjadi kemacetan berkepanjangan akan muncul pula persoalan lain bagi sopir di jalan, seperti maraknya pungli dan aksi premanisme,” pungkas Agung.
(Bayu Jagadsea/MN)






