
MNOL, Jakarta – Terkait adanya informasi soal diver (penyelam) yang terkena jaring nelayan di Pantai Iboih, Sabang beberapa waktu lalu akhirnya memunculkan polemik soal penetapan zona ruang laut. Menanggapi hal tersebut, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian kelautan dan Perikanan (DPRL KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi turut angkat bicara soal zona ruang laut di kawasan itu.
“Saya mendapat data dari KKPD Daerah dan Kementerian Lingkungan Hidup bahwa daerah itu (Pantai Iboih) tidak termasuk dalam kawasan konservasi,” ujarnya saat dikonfirmasi di Jakarta (31/5).
Menurutnya ini karena permasalahan koordinasi yang tak tuntas di antara nelayan dengan penyelam di kawasan tersebut. Di lain sisi, peran Panglima Laot di daerah itu cukup kuat sebagai mitra pemerintah yang menerapkan hukum-hukum adat terkait pemanfaatan ruang.
“Masalahnya jelas ada pada koordinasi. Peranan Panglima Laot cukup kuat di sana dan tiap lokasi ada semacam rules-nya dan yang perlu diingat di kawasan konservasi pun ada zona inti dan pemanfaatan, jadi semua bisa dikomunikasikan,” terangnya.
Sementara itu di tempat terpisah, Kabid Kelautan Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sabang, Saifullah menyatakan pihaknya sejauh ini belum menerima laporan dari Panglima Laot terkait hal itu.
“Tidak ada laporan apapun soal kejadian di wilayah Iboih. Kalau ada laporan ke Panglima Laot Iboih pasti semua dive shop tahu. Apakah benar nelayan menjaring para diver? Pasti tidak, ini masih dugaan alias belum pasti karena perlu di-kroscek,” ujar Ipul biasa disapa.
Berdasarkan tata ruang dari draft Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang pernah disusunnya, titik dive Gapang Limbo berada di luar kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL). Sehingga permasalahan ini jangan sampai diperbesar apalagi dilempar ke media sosial.
“Biasanya itu cuma perkara kecil yang diperbesar di-sosmed. Kenapa tidak lapor langsung ke Panglima Laot? Kalau benar, itu sudah menyalahi aturan adat laot Iboih dan dapat diproses hukum adat setempat dengan memberi sanksi,” bebernya.
Bahkan, sambung Ipul, ada Panglima Laot yang terkejut ketika mendengar kejadian itu. Hingga saat ini pihaknya masih terus berkoordinasi dengan Panglima Laot untuk mengidentifikasi permasalahan yang terjadi.
Masih kata Ipul, pada tanggal kejadian terdapat pergerakan arus yang sangat deras. Kemungkinan ketika boat nelayan labuh ikan di luar area zonasi terbawa arus dan masuk ke lokasi area zonasi.
“Pada saat jaring terbawa arus, pas di lokasi ada orang diving. Kalau ada laporan Panglima Laot bisa memproses secara hukum adat dan semua bisa saling pengertian. Intinya semua harus dari hasil koordinasi dengan dive shop yang ada di Iboih,” terangnya.
Lebih lanjut ia menegaskan bahwa semua dive center yang ada di Sabang sangat dekat dengan Panglima Laot. Bahkan ada Panglima Laot yang juga bekerja di dive shop, jadi tidak mungkin ada permasalahan yang menyangkut diver tidak diketahui oleh Panglima Laot.
Di lain sisi, pihaknya pun bertanggung jawab atas adanya mis koordinasi ini. Permasalahan ini pun selanjutnya akan menjadi bahan masukan untuk keselamatan para diver ke depannya. Mengingat Sabang merupakan surga bagi para penyelam dari berbagai penjuru dunia.
“Kesalahan ini ada dari kami terutama saya. Saya dari Pemerintah Kota Sabang mohon maaf. Insya Allah ke depan hal ini akan saya jadikan masukan untuk lebih peduli terhadap keselamatan para diver,” pungkas Ipul.
(Adit/MN)






