Analis Pertahanan Dr connie Rahakundini Bakrie
Analis Pertahanan Dr connie Rahakundini Bakrie

Maritimnews, Jakarta – Analis Pertahanan Dr Connie Rahakundini Bakrie menilai opsi yang tepat digunakan dalam eksplorasi SDA di Blok Masela ialah dengan membangun offshore atau Floating  LNG (pengelolaan minyak dan gas lepas pantai-red) bukan Onshore LNG (penegelolaan minyak dan gas di darat-red). Hal itu tentunya ditinjau juga dalam sudut pandang pertahanan dan keamanan nasional dalam versi visi presiden, poros maritim dunia.

Menurut President Indonesia Institute for Maritime Studies (IIMS) itu, menegaskan bahwa dari aspek ‘presence’ atau kehadiran, serta dari aspek pengembangan pertahanan baik militer (TNI) dan nir militer yaitu tumbuhnya lalu lintas kapal di area terlupakan itu (Blok Masela-red), jelas harus offshore yang dibangun.

“Kok ada menteri yang malah menyatakan pertimbangan pengawasan dan pengamanan offshore lebih berisiko untuk pengawasan dan keamanan. Bagaimana sih ini?” ujarnya dengan penuh keheranan.

Selanjutnya diakui juga olehnya, bahwa dengan memilih FLNG maka kita lebih cepat menyatakan eksistensi bangsa ini di wilayah ZEE. “Jangan lupa persiapan OLNG karena mendadak akan lebih lama sementara kita ini kan sedang berkejaran dengan Australia,” tambahnya.

Lebih lanjut, wanita yang menjabat sebagai Wakil Ketua ILUNI UI ini juga menyatakan kehadiran FLNG Masela akan sangat membantu dalam aspek kehadiran dan penguasaan akan pulau-pulau  terdepan serta ALKI 3 Indonesia.

Sebab FLNG akan memberikan flexibilitas tidak hanya mentransportasikan gas ke berbagai lokasi di Indonesia dengan biaya capital expenditure lebih rendah  tetapi juga dapat dipindahkan ke lapangan gas lain yang ditemukan kemudian.

“Ini artinya FLNG akan meningkatkan konektifitas antar pulau baik dalam komunikasi serta transportasi, dan meningkatnya kapal-kapal perdagangan karena pergerakan pasokan kebutuhan untuk mendukung operasi FLNG,” terang Connie.

Dalam analisisnya, ada aspek lain yang dilupakan banyak orang terkait Blok Masela yang tidak boleh semata dilihat dari kepentingan proyek, tetapi harus digunakan kebijakan berbasis holistic approach mencakup manusia, ruang hidup, demi kesejahteraan, keberlangsungan, kemakmuran serta terjaganya lingkungan daerah ini sendiri.

Hali itu dikarenakan, pulau ini sangatlah kecil dibandingkan dengan Kalimantan atau Sumatera dan Jawa. Tidak banyak yang rajin berteriak tentang OLNG dan menyadari bahwa luas Pulau Yamdena hanya 1:223 luas Pulau Kalimantan atau 1:38 luas Pulau Jawa.

Sementara, penduduknya hanya 1:141 penduduk Kalimantan atau 1:1.070 penduduk Pulau Jawa. Bisa dibayangkan faktor tidak diinginkan yang akan berimplikasi pada masyarakat pulau kecil ini dengan kedatangan pekerja dan keluarganya terhadap masyarakat serta lingkungan hidup pulau ini berikut dampak yang akan ditimbulkan terkait  ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya.

“Para pendukung OLNG sangat melupakan aspek ini sehingga tidak memikirkan dampak pembangunan OLNG yang memerlukan lahan seluas 600-800 Ha di atas Pulau Yamdena padahal, pulau ini hanya seluas  3,333 km persegi,” tegasnya.

Sedangkan, ibukota kecilnya Saumlaki hanya seluas 124,1 km persegi dengan penduduk hanya 149.790 orang  yang  rentan konflik sosial pada saat pendatang asing datang, terutama terkait benturan dengan hukum adat.

“FLNG saja menbawa sudah 6000 karyawan Inpex ke daratan pulau ini, bagaimana dengan OLNG,” selorohnya.

Dalam ulasaan selanjutnya, Connie mengingatkan posisi Australia dalam konstalasi kawasan hari ini. Dalam tinjauan itu, maka pentingnya pembangunan kendali TNI AL di wilayah tersebut turut menjadi pertimbangan kebijakan pertahanan pemerintah.

Connie menjelaskan dengan  memulai membangun kekuatan TNI AL yang outward looking di area Masela otomatis  kita akan meningkatkan kendali wilayah Lantamal VII dan IX. Pasalnya, Saumlaki dengan Darwin hanya terpisah dengan jarak 300 Km.

“Coba kalau nggak percaya tentang teori ‘’presence’’ saya, sekarang dibalik berfikirnya. Kenapa Australia malah mengolah dulu sumber sumber oil gasnya dan membangun FLNG yang dekat dengan Timor Leste dan Indonesia? Kenapa tidak membuat onshore di Darwin saja,” pungkas Connie mengakhiri penjelasannya.(TAN)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *