Published On: Mon, Mar 7th, 2016

Kepala Bakamla Angkat Bicara Soal Tenggelamnya KMP Rafelia 2

Kepala Badan Keamanan Laut (BAKAMLA) RI, Laksamana Madya TNI Dr Desi Albert Mamahit, M.Sc

Kepala Badan Keamanan Laut (BAKAMLA) RI, Laksamana Madya TNI Dr Desi Albert Mamahit, M.Sc

Maritimnews, Jakarta – Terkait tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Rafelia 2 di Selat Bali, Jumat, (4/3/16) lalu di Perairan Selat Bali, Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, Laksdya Maritim DA Mamahit turut angkat bicara soal itu dalam sisi keamanan dan keselamatan maritim. Ditemui di sela-sela FGD bertajuk ‘Meningkatkan Koordinasi dalam Melawan Kejahatan Transnasional Terorganisir di Laut untuk tahun 2016 dan Seterusnya’ di Hotel Pullman, Jakarta, (7/3/16), Mamahit mengawalinya dengan membuka data daftar kecelakaan kapal di laut.

Menurutnya, ada dua ratus lebih kecelakan di laut, seratusan orang yang meninggal dan empat ratusan yang hilang selama tahun 2015. “Orang yang hilang juga bisa dikatakan meninggal, berarti ada 500-an orang yang meninggal akibat kecelakaan di laut,” kata Mamahit.

Keselamatan pelayaran juga merupakan bagian dari tugas Bakamla menurut Undang-Undang No.32 tahun 2014 tentang Kelautan dan Perpres 178/2015 tentang Peran dan Fungsi Bakamla. Dirinya mengakui masih banyak kekurangan dari peran Bakamla terkait tingginya jumlah kecelakaan di laut.

Ke depan, harapannya jumlah itu terus mengalami penurunan dan Bakamla sendiri semakin baik kinerjanya dalam mengatasi kecelakaan pelayaran yang mengancam keselamatan para pengguna laut.

Soal tenggelamnya KMP Rafelia 2, lulusan AAL tahun 1984 itu menyatakan perlunya kesadaran kepada para stakeholder kemaritiman mengenai keselamatan di kapal. Setidaknya kejadian itu menjadi pelajaran berharga agar semua pengguna pelayaran mematuhi tata tertib yang berlaku.

“Seluruh pengguna kapal harus tahu arti keselamatan dalam pelayaran. Penumpang harus mengerti peraturan-peraturan apa yang tidak boleh di kapal. Selanjutnya pemilik dan operator kapal harus memperhatikan kapalnya laik laut apa tidak,” tandasnya.

Sambung mantan Rektor Universitas Pertahanan itu, jika ada hal-hal seperti kebocoran, kebakaran dan kerusakan mesin misalnya seluruh anggota kapal harus mengerti dan cepat untuk mengambil tindakan. Tentunya hal-hal itu sudah sering disimulasikan oleh para awak kapal.

“Standart kualifikasi crew kapal harus jelas, jika ada hal-hal demikian itu tidak panik yang akhirnya membahayakan keselamatan semuanya. Pasti ada teknologinya dan itu harus diperhatikan dan dilatih terus,” tambahnya.

Kronologis tenggelamnya kapal bernomor 16666 dengan Port Registrasi di Cirebon itu menurut beberapa saksi mata kejadiannya tidak jauh dari pinggir pantai. Dan ada selang waktu relatif lama sebelum kapal bermaterial baja itu tenggelam, artinya di sini ada keterlambatan petugas keamanan untuk mengevakuasi para penumpang kapal yang akan tenggelam tersebut.

Mamahit sendiri mengakui memang seharusnya di jalur penyeberangan seperti Ketapang-Gilimanuk itu dipenuhi oleh personel keamanan baik KPLP maupun Bakamla. Hal tersebut akhirnya menjadi catatan penting bagi perkembangan organisasi Bakamla beserta personelnya.

Kemudian mengenai perizinan juga menjadi sorotan mengenai tenggelamnya kapal tersebut. Kapal ini diduga mengalami kemiringan sebelum tenggelam.

“Itu tugas dari operator pelabuhan. Dalam pelayaran, ada namanya Ilmu Muat. Setiap crew kapal harus tahu itu agar penempatan truk, mobil dan sebagainya tidak menyebabkan kemiringan kapal,” pungkasnya. (TAN)

 

 

 

 

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com