
MNOL, Jakarta – Menyoal terobosan yang dikemukakan Panglima TNI untuk mengalih fungsikan pulau-pulau terluar Indonesia menjadi kapal induk, beberapa kalangan turut memberi pandangan soal wacana tersebut. Adanya pro dan kontra menjadi hal yang lumrah ketika suatu wacana dilontarkan oleh public figure apalagi dari seorang Panglima TNI.
Menanggapi hal itu, Perwira Menengah (Pamen) TNI AL Letkol (P) Salim menekankan, Indonesia bisa diuntungkan dengan adanya alih fungsi pulau terluar sebagai kapal induk.
“Konsep ini sebetulnya cukup bagus kalau dilihat dari manfaat untuk memperkuat pertahanan kepulauan Nusantara. TNI dapat anggaran untuk membangun pulau sekitar Rp240 trilliun dan harga kapal induk sendiri kemarin sudah dihitung-hitung sangat mahal sekitar 45 Milliar US $,” ungkap Salim.
Lulusan AAL tahun 1995 ini melanjutkan bahwa permasalahan utamanya bukan di situ, antara pulau atau kapal induk apalagi soal anggaran. Menurutnya, hal itu merupakan masalah turunan saja.
“Yang terpenting bukan ada atau tidaknya kapal induk tapi seperti yang saya selalu kemukakan di dalam Seminar-seminar Maritim, selama piranti lunaknya dan strategi pertahanan maritimnya tidak diperbaiki, tentunya akan tetap berjalan sendiri-sendiri,” telisiknya.
Namun, penulis buku ‘Kodrat Maritim Nusantara’ ini juga tidak menampik ada beberapa tantangan yang akan dihadapi terkait gagasan ini. Menurutnya, salah satu faktor yang utama kenapa Amerika membuat kapal induk adalah karena susahnya koordinasi antara Angkatan Udara dengan Angkatan Laut, sementara membentuk satuan pemukul sendiri, ini juga akan menjadi PR kita.
“Coba kita bayangkan saja pulau yang akan dijadikan kapal induk butuh sebuah kesatuan, ibaratnya kita mensinergikan 3 matra saja susahnya minta ampun, mungkin kalau cuma koordinasi dan komunikasi di pulau bisa tapi pada saat tempur kemungkinan koordinasinya akan susah,” jelasnya.
Indonesia tercatat pernah memiliki sebuah Kapal induk jenis Sverdlov bernama KRI Irian berkat kedekatan Bung Karno dengan USSR saat itu. Kini KRI Irian yang legendaris telah hilang secara misterius, beberapa mengatakan KRI Irian dibesi tuakan (Scrap) di Taiwan. Adapula yang mengatakan bahwa Rusia telah mencegat dan mengambil alih KRI Irian dengan kesepakatan karena adanya teknologi di KRI Irian yang tidak boleh bocor ke Negara lain.
Letkol (P) Salim juga menambahkan, absennya kapal induk di perairan Nusantara sesungguhnya masih bisa disiasati dengan alternatif yang lebih logis dan rasional.
“Yang jelas bagaimana konsep pertahanan kepulauan kita diterapkan. Oke lah kita tidak butuh Kapal induk tapi dengan Rp240 trilliun dana yang dikeluarkan mungkin bisa dihadirkan alternatif lain, misalnya waktu itu ke Belanda beli Sigma seharga Rp2 triliun, itu dapat 100 buah lebih Sigma Corvette M-90 canggih sekaligus dengan rudal-rudalnya,” pungkasnya. (Ind/MN)
Indonesia sebenarnya juga telah memiliki kurang lebih 5 buah kapal yang biasa disebut tentara Amerika sebagai Landing Platform Dock (LPD) yang meskipun tidak secanggih dan sebesar kapal induk. LPD yang biasanya menjadi kapal perang bagi helikopter tempur ini jika ditempatkan di beberapa titik-titik strategis, bisa menjaga pulau-pulau terluar Indonesia yang akan dijadikan home based pangkalan militer. (Ind/MN)






