
MNOL, Jakarta – Staf Ahli Menko Polhukam Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman, Laksda TNI Surya Wiranto SH, MH menyatakan klaim Pemerintah Tiongkok yang menyatakan telah didukung oleh 230 partai di dunia tidak akan berpengaruh pada Keputusan Pengadilan Permanent Court of Arbitrase atas status Kawasan Laut China Selatan (LCS).
“Sebab, dukungan 230 partai dan organisasi politik dari seluruh dunia hanyalah dukungan yang bersifat politik. Dukungan politik hanya berlaku di panggung politik tidak berlaku di ranah hukum,” ujar Surya saat dihubungi maritimnews, Senin (25/7).
Sedangkan keputusan Pengadilan Permanent Court of Arbitrase sudah final dan legal binding (mempunyai kekuatan hukum tetap-red) harus menjadi acuan dari seluruh negara yang berkepentingan di Laut China Selatan.
“Putusan itu tidak hanya untuk Filipina, namun juga negara claimant yang lain, non claimant state serta negara-negara yang berkepentingan di LCS termasuk Indonesia,” jelasnya.
Begitu juga dengan Tiongkok, ungkap Surya, suka tidak suka, senang tidak senang harus mematuhi keputusan tersebut.
“Sehingga apapun bentuk dukungan yang diberikan kepada Tiongkok tidak pernah dapat menggugurkan keputusan lembaga peradilan Arbitrase Internasional,” tuturnya.
Seperti diketahui, berdasarkan informasi yang dilansir Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok di Indonesia, Departemen Hubungan Luar Negeri Komisi Sentral Partai Komunis Tiongkok mengatakan bahwa hingga kini terdapat lebih dari 230 partai dan organisasi politik yang berasal dari 90 lebih negara mengeluarkan pernyataan secara terbuka untuk mendukung pendirian China terhadap masalah Laut China Selatan.
Mahkamah Arbitrase Laut China Selatan yang dibentuk atas permintaan sepihak Filipina pada tanggal 12 Juli kemarin mengeluarkan apa yang disebut sebagai “putusan terakhir” yang dianggap tidak sah dan tidak berlaku menurut Tiongkok.
Dalam keterangan yang dilansir tersebut pihak Tiongkok sudah berkali-kali menyatakan bahwa tidak menerima dan tidak mengakui putusan apapun yang dikeluarkan Mahkamah Arbitrase Internasional soal Laut China Selatan.
Bahkan mereka mengklaim, kasus arbitrase Laut China Selatan yang diajukan oleh Filipina secara sepihak merupakan tindakan pelanggaran terhadap Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan Deklarasi Perilaku Para Pihak Laut China Selatan.
Keterlibatan Partai Indonesia
Dari 230 Partai Politik (Parpol) yang mendukung ekspansi Tiongkok di LCS, kuat dugaannya terdapat Parpol Indonesia di dalamnya. Hal itu diungkapkan oleh Pengamat Kebangsaan asal Pejuang Tanpa Akhir (PETA) Agus Harimurti Kodri saat menanggapi fenomena tersebut.
“Jika klaim Tiongkok itu benar, saya yakin ada Parpol Indonesia di dalamnya. Maka dari itu saya sudah tegaskan bahwa Parpol merupakan penyumbang kehancuran sistemik NKRI termasuk kedaulatan atas wilayahnya,” ujar Agus dengan berapi-api.
Tudingan itu bukan tanpa alasan, pada awal Mei 2016 lalu pimpinan Parpol di Indonesia melakukan saling kunjung dengan Partai Komunis China (PKC).
Meski gimana pun juga PKC merupakan pengendali tunggal dari setiap kebijakan Pemerintah Tiongkok. Termasuk masalah luar negeri dan investasi ke negara berkembang.
“Makannya itu keluarnya Maklumat No X tanggal 3 November 1945 merupakan sebuah pengkhianatan bagi negara Pancasila. Hari ini kita rasakan betul dampak maklumat itu apalagi setelah UUD 1945 diamandemen empat kali pada tahun 1999-2002,” tegasnya.
Di akhir penjabarannya, untuk menyelesaikan permasalahan di bangsa ini termasuk peran Indonesia dalam konflik LCS, maka tahap awal adalah dengan mengembalikan sistem mula NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 naskah asli.
“Dengan begitu power kita di dunia internasional akan kembali kuat. Dan di dalam negeri sudah pasti untuk Parpol tidak akan mendapatkan tempat,” pungkasnya. (RM/MN)






