Songsong Poros Maritim, Dirut Pertamina Definitif harus Kompatibel
MNOL, Jakarta – Pencopotan Dwi Soetjipto sebagai Direktur Utama dan Ahmad Bambang sebagai Wakil Direktur Utama sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Pertamina (Persero) pada 3 Februari 2017 begitu mengejutkan. Namun bagi organisasi Pensiunan Pertamina yang berhimpun dalam Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe) sudah dianggap berlalu dan berharap agar Dirut Pertamina definitif kompatibel.
Ketua Umum eSPeKaPe Binsar Effendi Hutabarat mengatakan pencopotan Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang kendati menjadi preseden buruk namun sudah berlalu. Pasalnya pencopotan jabatan Dirut dan Wadirut Pertamina berdasarkan surat keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M Soemarno yang sarat dengan kontroversi.
“Biarlah kelak Menteri BUMN dan Dewan Komisaris Pertamina yang bertanggung jawab, jika kinerja Pertamina ke depan ternyata menjadi tidak lebih baik dari sebelumnya,” ungkap Binsar kepada maritimnews di Jakarta, (8/2/17).
Disharmoni antara Dirut dan Wadirut yang dijadikan alasan pencopotan baik oleh Menteri BUMN maupun Dewan Komisaris Pertamina, menurut Binsar Effendi Hutabarat bukan didasarkan pada kinerja dan ukuran berhasil atau tidaknya Pertamina dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
“Sebab Pertamina terbukti telah berhasil membukukan laba yang fantastis bahkan melebihi laba Petronans. periode Januari – September 2016. Laba Pertamina mencapai US$ 2,83 miliar, atau naik 209 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang tercatat US$ 1,42 miliar,” bebernya.
Selama kepemimpinan Dwi Soetjipto, Pertamina juga berhasil memperpanjang kontrak pengelolaan Blok Offshore North West Java (ONWJ).Produksi minyak dan gas bumi (migas) PHE ONWJ itu disalurkan seluruhnya hanya untuk kebutuhan dalam negeri.
Sambung Binsar, sejak Blok ONJW dikembangkan, Pertamina sudah mengeluarkan investasi sebesar USD 13,8 miliar. Ia sangat menyesalkan apabila Dewan Komisaris Pertamina yang memiliki wewenang terbesar dalam struktur Pertamina tidak berkemampuan meredam konflik internal antara Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang, yang keputusan pencopotannya cukup mengejutkan publik.
“Padahal bukan pertama kali antara Dirut dan Wadirut Pertamina melakukan kolaborasi. Sebelumnya sudah ada jabatan Wadirut Iin Arifin Takhyan dan Mustiko Saleh, yang tidak pernah ada konflik karena Dewan Komisaris selalu membuat situasi yang optimal sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya,” kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Penasehat Markas Besar Laskar Merah Putih (LMP) itu.
Seluruh Pensiunan Pertamina sangat menyesali sikap Dewan Komisaris yang gegabah itu. Selanjutnya eSPeKaPe akan mengajukan kriteria jabatan Dirut Pertamina definitif yang ketat serta berpola, baik untuk periode kerja maupun tata cara penunjukannya.
“Agar tidak ada lagi terjadi penunjukkan governance yang rentan diwarnai kepentingan jangka pendek dan parsial. Maka Pertamina harus mampu keluar dari praktik yang selalu saja mengedepankan kepentingan jangka pendek serta sarat politisasi,” lanjutnya.
Dirut Pertamina definitif, menurut kriteria yang diajukan eSPeKaPe, haruslah ahli migas dan menguasai manajemen energi. Bersih dari KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme), anti transaksional dan mafia migas. Juga bersih dan berintegritas, serta transparan, akuntabel dan professional.
Masih kata Binsar, semua ini harus sesuai dengan yang diharapkan Presiden Jokowi untuk Pertamina bisa mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat. Di antaranya dengan menerapkan harga jual BBM yang sama serta dapat memberi kontribusi untuk sebesar-besarnya pemasukan pendapatan negara dengan menerapkan skema product sharing contract (PSC) gross split yang tidak lagi bergantung pada APBN.
“APBN terbebani terus oleh cost recovery dan yang terdahulu pernah dialami oleh kami saat masih aktif berdasarkan UU No. 8 Tahun 1971 tentang Pertamina,” tambahnya.
Kemudian soal figur atau sosok siapa yang bisa diajukan dan diandalkan, Binsar pun dengan menjawab, bisa saja diajukan nama Ahmad Faisal yang mantan Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina. Menurutnya, lulusan Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) itu sangat kompatibel dalam memimpin Pertaina ke depannya.
“Sekalipun saat mundur karena baru 3,5 tahun menjadi Direktur Pemasaran dan Niaga beralasan merasa lelah dan mau istirahat, namun jika untuk “menyelamatkan” Pertamina demi kepentingan bangsa dan Negara, tidak menutup kemungkinan beliau menerimanya,” imbuh Binsar.
Ahmad Faisal, meniti karir di Pertamina sejak dari Divisi Humas, kemudian General Manager Pertamina Unit Pemasaran (UPms III), General Manager Gas Domestik, Kepala Divisi BBM Direktorat Hilir, serta Deputi Pemasaran dan Niaga Pertamina.
“Selain dari internalnya sendiri, juga pengalaman dan kinerjanya bisa dibilang mumpuni. Sekarang, berpulang kepada Presiden Jokowi dalam visi poros maritime dan nawacitanya untuk memilih dan menetapkan Dirut Pertamina definitif. Karena Pemerintah punya saham 100 persen di Pertamina,” pungkas Binsar Effendi. (An/MN)




















