
MNOL, Jakarta – Menjelang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta putaran kedua pada 19 April 2017 besok, isu reklamasi masih santer diperdebatkan banyak orang. Pasalnya, isu ini pun menjadi perdebatan panas dalam debat Paslon Gubernur DKI Jakarta, pekan lalu.
Kendati Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah menyatakan proyek reklamasi Teluk Jakarta tidak dapat dilanjutkan, namun berbeda dengan pihak Petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dalam debat pamungkas Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pekan lalu, pasangan ini tetap konsisten akan melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Dalam debat tersebut Ahok telah menuding kubu Anies Baswedan–Sandiaga Uno melakukan kebohongan terkait isu reklamasi Teluk Jakarta yang menurutnya hanya diperuntukan untuk segelintir orang. Ahok pun bersikeras bahwa reklamasi Teluk Jakarta untuk kepentingan seluruh warga Jakarta. Bahkan saat ini sudah ada satu pulau dari 17 pulau reklamasi yang telah digunakan di pelabuhan Tanjung Priok.
Dari masalah banjir hingga ekonomi disampaikan Ahok sebagai alasan untuk mereklamasi Teluk Jakarta. Menurut Ahok, reklamasi merupakan benteng dari abrasi air laut di mana kondisi kota Jakarta lebih rendah dari laut.
Hingga berakhirnya debat itu, Anies konsisten tetap menolak reklamasi Teluk Jakarta jika dijalankan seperti saat ini. Dengan kata lain, jika dijalankan menurut Kepres No 52/1995, Anies pun tidak keberatan reklamasi dilaksanakan. Hal ini yang tentunya juga menjadi ambiguitas dari sikap Anies soal reklamasi Teluk Jakarta.
Namun para simpatisan Anies–Sandi pun meyakinkan warga Jakarta bahwa reklamasi tidak akan dilanjutkan oleh Anies kala memimpin Jakarta. Akan tetapi sebaliknya, Ahok sudah terang-terangan akan menantang siapa pun yang mencoba menghalangi reklamasi.
Di Bawah Bendera Reklamasi
Menurut akademisi dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Ziyad Falahi, memplesetkan bahwa Ahok tengah menyusun buku ‘Di Bawah Bendera Reklamasi’, berbeda halnya dengan Bung Karno yang menulis buku Di Bawah Bendera Revolusi’.
“Jika sudah dicetak, maka buku dibawah bendera reklamasi secara sah telah menggantikan buku di bawah bendera revolusi yang dianggap sudah usang,” seloroh Ziyad di Jakarta (18/4).
Lebih lanjut, Ziyad mengutarakan bahwa para elit maupun aktivis di negeri ini tidak tergiur dengan uang. Ia menegaskan agar menjadikan hati nurani sebagai solusi dalam memecahkan permasalahan ini.
Sehingga reklamasi yang merupakan pintu masuk terjadinya gap antara kaya dengan yang miskin harus dihentikan. Jika hal itu tidak terjadi maka ungkapan without justice there is no peace sangat tepat di Jakarta.
Ia pun sangat yakin bila Ahok kembali menjadi Gubernur DKI maka reklamasi akan terus dijalankan dan kesenjangan pun akan semakin tinggi. Tetapi ia hanya bisa pasrah bila kondisinya justru banyak warga Jakarta yang senang dan meng-amini proyek itu dijalankan.
“Tapi apa boleh buat jika warga Jakarta tetap tergiur dengan fasilitas taman terbuka hijau, peremajaan busway”, dan E governance yang bermasalah di KPK. Maka saya pun akan mengucapkan selamat menikmati menjadi tunawisma di bawah bendera reklamasi,” tandas Ziyad.
Ketika reklamasi Teluk Jakarta tetap dilaksanakan, sebagian warga Jakarta banyak yang terobsesi untuk menjadikan kota bersejarah di NKRI ini sebagai Dubai atau Amsterdam-nya Asia Tenggara. Sehingga mengenyahkan apapun dampak negatif dari reklamasi, asalkan Jakarta seperti Dubai.
Entah bagaimana nantinya, yang pasti hasil perolehan suara besok sangat menentukan Kota Jakarta tanpa reklamasi atau dengan reklamasi. Yang pasti tujuan utamanya adalah bagaimana membangun untuk kebaikan seluruh warga Jakarta, semua buat semua, bukan buat segelintir orang apalagi etnis tertentu. Selamat mencoblos !
(Adit/MN)






