ANSU dan KIARA Tuntut Pemda Sumut Larang Penggunaan Trawl

Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati.

MN, Medan – Setelah menggelar aksi menuntut larangan penggunaan trawl dan seluruh alat tangkap yang dianggap merusak sumber daya perikanan di depan kantor DPRD Sumatera Utara, Aliansi Nelayan Sumatera Utara (ANSU) menuntut Pemerintah Provinsi Sumatera Utara segera membuat aturan yang melarang serta memberikan sanksi yang tegas bagi pengguna alat tangkap ikan yang merusak tersebut.

Tuntutan ini disampaikan oleh Sutrisno, Ketua ANSU, di Medan, Sumatera Utara pada Selasa (6/2). Menurutnya, selama ini wilayah perairan Sumatera Utara sering dijadikan target penangkapan ikan oleh para pengguna trawl dan seluruh jenis alat tangkap merusak.

“Akibat aktivitas ini, sejumlah kawasan perairan di Sumatera Utara mengalami kerusakan dan mengalami overfishing. Nelayan-nelayan tradisional di sini menjadi korban praktik ini,” tuturnya.

DPRD Sumatera Utara menyampaikan emapt sikap tertulis yang akan segera disampaikan kepada Presiden RI, Joko Widodo dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Sikap tersebut adalah:

  1. DPRD Sumatera Utara akan menyiapkan Peraturan Daerah tentang Perikanan dan Kelautan;
  2. DPRD Sumatera Utara mendukung semua upaya nelayan Sumatera Utara untuk mengelola wilayah pesisir secara berkelanjutan;
  3. DPRD Sumatera Utara sepakat untuk menghapus semua yang dilarang oleh PermenKP No 2 tahun 2015;
  4. DPRD Sumatera Utara sepakat melakukan penegakan hukum di laut Sumatera Utara.

Sutrisno juga menambahkan bahwa baru-baru ini nelayan tradisional menangkap enam unit  mini trawl pada tanggal 11 Januari 2018 lalu di Perairan Sungai Padang, Medang Deras, Kabupaten Batubara. “Para pengguna trawl dan seluruh alat tangkap merusak berani karena tidak ada aturan yang tegas pada tingkat daerah. Komitmen yang disampaikan oleh DPRD tersebut, diharapankan dapat melindungi ruang penghidupan nelayan tradisional Indonesia dan paling penting adalah dalam perumusan aturan larangan alat tangkap yang merusak nanti, organisasi nelayan wajib dilibatkan dan harus berbicara atas nama nelayan tradisional,” tambahnya.

Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati meminta seluruh pemerintah daerah di Indonesia yang memiliki kawasan perairan laut untuk turut menyusun aturan yang melarang penggunaan seluruh alat tangkap merusak.

“Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab untuk memelihara keberlanjutan sumberdaya perikanan. Sesuai dengan kewenangannya, perlu segera disusun peraturan daerah atau peraturan gubernur,” ungkapnya.

Selain untuk melindungi keberlanjutan sumberdaya perikanan, peraturan daerah sangat penting guna menghindari konflik antar nelayan di tingkat akar rumput. “Kasus konflik nelayan Jawa yang menangkap ikan di Perairan Timika dengan masyarakat nelayan Mimika Wee, jangan sampai terulang di tempat lain. Ada banyak korban yang jatuh akibat tidak adanya peraturan daerah yang mengurus ini,” tukasnya.

Pengelolaan wilayah pesissir yang berkelanjutan seharunya dimaknai bukan hanya sekedar mengatur alat tangkap saja, tapi juga komitmen besar negara untuk menghentikan praktik industri ekstraktif di pesisir dan pulau-pulau kecil seperti reklamasi ataupun tambang yang berpotensi merampas wilayah tangkap nelayan.

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Adat Pesisir, Bona Beding, menyatakan adanya kelalaian negara dalam melakukan proteksi bagi nelayan tradisional Indonesia.

“Penggunaan alat tangkap yang merusak sudah terjadi berpuluh-puluh tahun, tapi baru lewat keluarnya Permen KP No.02 tahun 2015. Artinya, ada pembiaran yang terjadi cukup lama,”  ujarnya.

Pelarangan alat tangkap yang merusak harus segera diatur di tingkat daerah karena kawasan perairan di wilayah Indonesia Timur adalah kawasan yang paling terancam. “Kondisi perairan di kawasan Indonesia Barat sudah rusak parah dan over exploitation karena penggunaan alat tangkap merusak. Oleh karena itu, seluruh pemerintah daerah di Indonesia Timur harus segera menetapkan peraturan,” imbuhnya.

Bona Beding bersama seluruh masyarakat adat pesisir, siap melindungi kawasan laut di Indonesia timur dari ancaman penggunaan alat tangkap merusak. “Kami siap melawan perusak laut,” pungkasnya.

A.P Sulistiawan

Redaktur

Share
Published by
A.P Sulistiawan

Recent Posts

Gde Sumarjaya: Relokasi Kapal Non-tuna di Pelabuhan Benoa

Bali (Maritimnews) - Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih mendukung upaya PT Pelabuhan…

2 days ago

Kemenhub Terbitkan PM 7/2024 Tentang Harmonisasi Sistem Pemeriksaan dan Sertifikasi pada Kapal Berbendera Indonesia

Jakarta (Maritimnews) - Kementerian Perhubungan menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 7 Tahun…

2 days ago

Pelabuhan Sehat Petrokimia Disahkan KSOP Gresik

Gresik (Maritimnews) - Pelabuhan Petrokimia Gresik sah berpredikat sebagai pelabuhan Sehat sesuai dengan Peraturan Menteri…

5 days ago

Kemenhub Resmi Tutup Posko Angkutan Laut Lebaran 2024

Jakarta (Maritimnews) - Kementerian Perhubungan resmi resmi menutup Posko Angkutan Laut Lebaran Tahun 2024, Jumat…

5 days ago

Arus Penumpang Angleb 2024 Naik Signifikan di Pelabuhan Priok

Jakarta (Maritimnews) - Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan resmi menutup Posko Angkutan Laut Lebaran Tahun 2024,…

5 days ago

Pelabuhan Teluk Bayur Siap Layani Arus Mudik Lebaran 2024

Teluk Bayur (Maritimnews) - Pelabuhan Teluk Bayur telah melakukan berbagai kesiapan dalam menyambut libur Idul…

4 weeks ago