
Jakarta (Maritimnews) – Keberadaan Terminal Petikemas PT Jakarta International Container Terminal (JICT) dan TPK Koja yang merupakan perusahaan kolaborasi antara PT Pelindo (Persero) dan PT Hutchison Port Indonesia (HPI), digadang-gadang bakal disatukan sejak tahun 2017 untuk memperkuat penguasaan pasar yang sudah mereka raih.
Tercatat posisi kedua terminal petikemas tersebut di pelabuhan Tanjung Priok berada dalam 5 (Lima) besar bersama IPC Terminal Petikemas, New Port Container Terminal (NPCT 1), dan Mustika Alam Lestari.
Pasca terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2021 mengenai penggabungan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) menjadi satu perusahaan plat merah pada tanggal 1 Oktober 2021, wacana merger antara JICT dan KSO TPK Koja semakin santer gaungnya.
Terkait merger, bahkan Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan, aksi peleburan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) adalah upaya transformasi yang kini mulai mencicipi hasil. Sejauh ini Pelindo mencatatkan pencapaian kinerja cukup positif.
Tahun 2022 Pelindo telah mengantongi nilai konsesi sebesar Rp473 miliar, naik dari tahun sebelumnya Rp360 miliar. PNBP sedikit tumbuh menjadi Rp173 miliar dari 2021 yang sekitar Rp157 miliar. Dividen Pelindo pun melesat signifikan dari Rp560 miliar menjadi Rp1,317 triliun.
Gayung bersambut, pada tanggal 23 Juni 2022 digelar Deklarasi komitmen bersama SP JICT dan SEKAR JICT, SP TPK Koja guna mendukung program merger Terminal Petikemas Tanjung Priok. Entahlah kemudian dengan SPPI Bersatu yang belum terdengar secara gamblang resmi soal penyatuan terminal petikemas.
Apabila kita melihat sisi keuntungan merger JICT dan KSO TPK Koja, diperkirakan mampu meningkatkan efektivitas kegiatan operasional, efisiensi administrasi dan birokrasi. Jelasnya laba operasional terminal petikemas akan menaikkan pendapatan Pemerintah baik dari PNBP maupun bagi BUMN (Kementerian Badan Usaha Milik Negara) pelabuhan.
Namun tampaknya realisasi rencana penggabungan JICT dan KSO TPK Koja kemungkinan besar tetap didasari atas kesepakatan pembagian persentase Saham bagi kedua pemilik modal, yakni PT Pelindo (Persero) dan HPI/PT Hutchison Port Indonesia. Belum lagi termasuk harus berkaitan pula soal angka nominal iuran (fee) konsesi.
(Bayu Jagadsea/MN)






