Kegiatan belajar
MNOL – Sistem pendidikan Nasional kita sejak UUD 2002 menggunakan paradigma pricing system, tercermin dalam mandatory 20% APBN untuk pendidikan dasar menengah. Menurut Dosen Universitas Al Azhar Indonesia, Dina Nurul Fitria menyorot paradigma itu sebagai langkah yang baik untuk menjaga system pendidikan kita dari jerat arus liberalisasi.
“Misi baik ini untuk menghadirkan peranan Pemerintah dalam Sistem Pendidikan Nasional agar tidak self regulated dalam arus liberalisasi,” ujar Dina kepada maritimnews.com beberapa waktu lalu.
Namun, wanita yang juga aktif sebagai praktisi pendidikan itu mencium ada suatu kejanggalan dalam implementasinya. Pasalnya, pemerintah bukannya fokus pada pembangunan software infrastructure pendidikan, malah anggaran 20% tersebut hanya fokus pada pembangunan fisik sekolah.
“Mestinya ada proporsi alokasi dana yang cukup untuk membangun Sistem kurikulum pendidikan dasar dan menengah berdasarkan muatan lokal serta sejalan dengan nilai-nilai Pancasila,” tandasnya.
Di sisi lain, dalam konteks otonomi daerah, penggunaan alokasi Dana 20% tersebut tidak sepenuhnya mengalir melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) ke dalam APBD. Alhasil daerah tidak bisa bergerak cepat membangun Sistem pendidikan Nasional di masing-masing wilayah.
“UU sSsdiknas tidak sinergi dengan UU Pemda dan UU Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah,” tambahnya.
Ungkap Analis Kebijakan Publik dan Ekonomi ini, yang terjadi dari keluarnya undang-undang itu justru menambah kesenjangan yang tinggi antara pusat dan derah. Tentunya akan berdampak pada kualitas produk pendidikan.
“Outcome-nya disparitas mutu lulusan antar wilayah justru makin tajam, dan diperparah dengan mutu ujian Nasional yang mengabaikan muatan lokalitas per wilayah,” seloroh Dina.
Solusi jangka pendek, sambungnya, perlu disusun roadmap sistem pendidikan Nasional yang sesuai amanat Pembukaan UUD NRI 1945. Di antaranya mengandung unsur-unsur seperti penajaman kemampuan soft skill yang tidak sepenuhnya memenuhi tuntutan pasar kerja, melainkan soft skill sebagai bekal untuk menjadi pribadi manusia Indonesia.
“Soft skill yang dimaksud, adalah kemampuan menyelesaikan persoalan dan tidak cepat menyerah serta percaya diri sebagai insan berbudi luhur, terangnya.
Selanjutnya, ada penajaman karakter manusia Indonesia yang jujur dan bertanggung jawab serta gotong royong. Serta individu yang memanfaatkan peluang globalisasi dengan krestivitas dan inovasi sambil menjaga harmoni sebagai bangsa Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
“Solusi jangka panjang, dalam Roadmap ini memerlukan revisi UU Sisdiknas dan UU Perimbangan Keuangan pusat-daerah. Di sinilah perlu sinergi peranan legislator seperti DPD RI dan DPRD dengan DPR RI,” pungkasnya.
Hal tersebut sejalan dengan visi pemerintah yang hendak menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, salah satunya dengan membangun budaya maritim. Ciri-ciri bangsa yang berbduaya maritim adalah bangsa yang berbudi luhur, pekerja keras dan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa yang dilandasi dengan nilai-nilai Ketuhanan YME. (Tan)
Jakarta (Maritimnews) - Kunjungan kehormatan dari Head of Trade, Embassy of Denmark, Morten Kruse didampingi…
Oleh: Dr Dayan Hakim NS* Logistics Performance Index (LPI) adalah alat ukur penting kinerja suatu negara…
Jakarta (Maritimnews) - Setelah beberapa tahapan, tongkat Estafet kepemimpinan Serikat Pekerja (SP) TPK Koja diterima…
Jakarta (Maritimnews) - Dalam rangka meningkatkan kolaborasi antara PT Pelindo (Persero) dan Media, PT Pelindo…
Jakarta (Maritimnews) - Langkah sinergitas dari Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina…
Jakarta (Maritimnews) - Manajemen Koperasi Karya Sejahtera Tenaga Kerja Bongkar Muat (KS TKBM) Pelabuhan Tanjung…