
Jakarta – Meski penembakan dan penangkapan kapal nelayan Tiongkok oleh TNI AL saat kedapatan mencuri ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia sudah sesuai prosedur. Namun negeri Tirai Bambu itu tetap memiliki hak untuk protes.
Pasalnya, gagasan Jalur Sutra Maritim China dan Traditional Fishing Ground sudah didengungkan olehnya sejak 2013 silam. Sehingga wajar jika sejak itu marak KIA (Kapal Ikan Asing) asal China beroperasi di area yang juga termasuk wilayah ZEE kita.
“Dalam dunia diplomasi, protes memprotes itu hal biasa. Tapi sebagai negara sahabat, antara Indonesia dan Tiongkok bisa diselesaikan baik-baik dan dengan jalan damai,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (22/06/2016).
TB Hasanuddin menyarankan Kementerian Luar Negeri Indonesia bisa mengajak pemerintah Tiongkok untuk duduk bersama. Hal ini penting agar kedua negara memahami batasan wilayah masing-masing meski di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
“Jadi semua tahu, mana batas kiri, mana batas kanan, mana yang diperbolehkan mengambil ikan, mana yang sebatas hanya lewat. Sesudah itu dikawal masing-masing, baik oleh angkatan laut kita, atau dengan Bakamla kita,” katanya.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengakui ada berbagai macam versi mengenai peristiwa tersebut. Hingga kabar adanya nelayan Tiongkok yang tertembak dalam peristiwa penangkapan oleh TNI AL.
“Menurut petugas kita, memang tidak ada sampai luka. Dan penembakan langsung kepada awak kapal nelayan China, tidak ada,” pungkasnya.
Tentunya pernyataan TB Hassanudin sangat bertolak belakan dengan gemuruh nasionalisme rakyat Indonesia saat merespon fenomena ini. Di jagat media sosial, berbagai cibiran terhadap Pemerintah China datang bertubi-tubi dan menuntut sikap tegas Pemerintah Indonesia dalam kasus ini.
Cbiran itu sampai akhirnya mengarah kepada ada apa dibalik program bantuan China untuk infrastruktur tol laut dan kepentingan komunis di Indonesia melalui partai-partai politiknya. (Tan)





