Categories: OpiniTerbaru

Anomali Poros Maritim Nasional

Oleh: Ahlan Zulfakhri*

Foto Ilustrasi Negara Maritim (wowkeren.com)

Genap dua tahun sudah pemerintahan Jokowi mengusung visi maritim yang menjadi ujung tombak kebijakan nasional. Menghasilkan berbagai perspektif mengenai poros maritim dunia sampai akhirnya Kementerian Koordinator bidang kemaritiman mengeluarkan buku putih mengenai kemaritiman. Tentunya harapan dari dikeluarkannya buku putih tersebut dapat menjadi blue print  konsepsi kemaritiman kedepan.

Namun sayangnya ketika melihat realita yang terjadi bagaimana kabar konsepsi poros maritim yang diusung, presiden sendiri menyatakan ketidak puasannya terhadap capaian yang tengah terlaksana. Hal tersebut diungkapkan ketika presiden berada di acara Karnaval Kemerdekaan di Danau Toba, Sumatera Utara. Dalam pernyataanya, presiden menyampaikan bahwa sudah dua tahun poros maritim dunia berlangsung namun belum ada capaian maksimal seperti yang diharapkan.

Jika kita coba melihat arti dari poros maritim, yang merupakan pusat, sumbu aktivitas kemaritiman dunia, lantas jika perspektif tersebut urung menemukan jawaban yang tepat, mengenai parameter dan grand design yang sesuai, bagaimana kita akan mengukur? Jika melihat bagaimana negara besar seperti Inggris dan Korea selatan menginterpretasikan bahwa mereka merupakan salah satu kekuatan maritim terbesar di dunia, sangat jelas.

Mereka memiliki perusahaan-perusahaan kapal raksasa yang sangat terkenal. Melihat sejarah bagaimana Titanic contoh paling mudah menggambarkan bagaimana Inggris merupakan salah satu Negara dengan industri maritimnya yang sangat maju. Kemudian selanjutnya jika kita melihat bagaimana Korea Selatan, negara yang hanya mempunyai perbedaan waktu dua hari kemerdekaan mampu menjadi raksasa industri maritim saat ini.

Dengan menempatkan tiga perusahaan besar Korea Selatan berada di urutan teratas perusahaan produsen kapal dunia, dengan jumlah total kapal yang sudah dibuat 3047 dan 220,260,136 GT (data 2012). Kemudian jika kita melihat kembali dari parameter pada tahun 2015 penghasilan Hiyunday Heavy Industry sebesar 24.42 billion us dollar. Tentunya data tersebut berbicara mengenai peran industri yang sangat signifikan dalam mendorong sebuah negara sebagai poros kekuatan maritim dunia.

Kemudian jika kita bergeser kepada perusahaan-perusahaan pelayaran dunia bagaimana Negara-negara besar mampu menempatkan wakilnya dalam sepuluh besar perusahaan container terbesar di dunia. Sebut saja A.P. Moller–Maersk Group (Copenhagen Denamrk) ( $40.3 Billion (USD)), Mediterranean Shipping Company S.A. (MSC) (Geneva, Switzerland) ($28.2 Billion (USD)), CMA CGM Group (Marseille, France) ($15.7 Billion (USD)), China Ocean Shipping (Group) Company (COSCO) (Beijing, China) ($10.2 billion (USD)), Evergreen Marine (Taoyuan City, Taiwan) ( $4.6 billion USD). Artinya perusahaan-perusahaan tersebut mampu menjadi simbol bahwa kekuatan Negara tersebut memiliki peran signifikan dalam dunia maritim.

Selanjutnya jika kita melihat bagaimana peran lima pelabuhan terbesar dunia versi forbes seperti Port Of Shanghai (China) dengan 33.62 milion TEUs, Port Of Singapore (Singapore) dengan 32.63 milion TEUs, Shenzen (China) dengan 23.28 milion TEUs, Hongkong Port (Hongkong), dan Busan Port (South Korea) dengan 17,69 milion TEUs. Pelabuhan merupakan simbol bagi aktivitas maritim, bahwa dari pelabuhan lah dapat terlihat bagaimana perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain dapat berjalan secara optimal. Hal ini tentunya menjadi perhatian bagi pemerintah untuk dapat mengoptimalkan peran pelabuhan dalam mendorong Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Jika melihat posisi Indonesia di dunia, Indonesia memiliki peran yang cukup signifikan pada sektor perikanan yakni berada pada posisi keempat berada di bawah China, Peru, dan India. Adapun masing-masing produksi China 49.467.463 ton, Peru 9.416.285 ton, India 6.318.639 ton, Indonesia  5.578.573 ton. Artinya posisi perikanan Indonesia cukup signifikan bagi dunia.

Namun, sayangnya untuk posisi ekspor ikan dan makanan laut Indonesia berada di posisi 10 dengan $3.11 Billion USD, berada jauh di bawah China ($14.1 Billion USD), Norway ($8.8 Billion USD), dan Vietnam ($5.8 Billion USD). Tentunya dengan panjang garis pantai 99.000 km potensi ekspor perikanan mampu menyaingi Vietnam yang hanya memiliki panjang pantai 3000 km. Hal ini tentunya menjadi sebuah evaluasi mendasar bagi seluruh stakeholder untuk mampu meningkatkan peran Indonesia dalam industri perikanan dunia.

Dalam pembangunan maritim Indonesia memiliki keunggulan geografis yang dihimpit oleh Samudera Hindia dan Pasifik, tentunya ini menjadi sebuah potensi yang sangat besar. Perlu disadari bahwa menjadi bagian dari dunia maritim merupakan upaya untuk dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat sekaligus mengambil peran yang sangat signifikan bagi perekonomian dunia.

Hal tersebut, tentunya harus dapat disadari oleh semua elemen masyarakat untuk dapat mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Kebijakan yang mengarah kepada kemajuan maritim Indonesia tentunya sangat ditunggu oleh semua elemen bangsa. Namun sayangnya beberapa implementasi lapangan terkadang jauh panggang dari pada api. Ini tentunya menjadikan pembangunan maritim Indonesia hanya sebagai sebuah anomali.

Baru-baru ini, pernyataan presiden mengenai dwelling time saat peresmian New Priok Container Terminal (NPCT), Jokowi meminta agar proses dwelling time di seluruh pelabuhan Indonesia dipangkas mengikuti pelabuhan Tanjung Priok yang saat ini sudah 3,2 hari. “Jangan hanya di Tanjung Priok, semua dwelling time di seluruh pelabuhan harus diperbaiki,” Ia menyampaikan bahwa pelabuhan Tanjung Perak Surabaya masih pada kisaran 6 hari, kemudian di pelabuhan Bawean, Sumatra Utara masih 7-8 hari.

Hal tersebut merupakan sebuah koreksi secara langsung terhadap kinerja para kabinet yang berhubungan dengan hal tersebut. Pelabuhan merupakan titik krusial bagi tercapainya parameter Indonesia agar mampu berdaulat di Negara sendiri yakni dengan menekan lama waktu tunggu kapal baik menaikkan atau menurunkan barang, karena hal tersebut langsung berpengaruh terhadap perusahaan-perusahaan yang akan sandar di pelabuhan.

Jika kita menarik kesimpulan dari kebijakan dunia mengenai maritim tentunya Indonesia harus mampu berperan dalam empat hal yakni pelayaran, perkapalan, pelabuhan dan perikanan. Tentunya ini menjadi tolak ukur keberhasilan poros maritim Indonesia kepada dunia.

Kendati kita melihat banyak faktor yang mempengaruhi poros maritim Indonesia, namun sejatinya pemerintah harus segera menentukan sikap terhadap empat hal tersebut. Inpres no 7 2016 merupakan sebuah upaya solutif presiden dalam mendukung terwujudnya pembangunan perikanan Indonesia.

Namun, perlu diingat bahwa perikanan merupakan satu dari tiga parameter lain untuk Indonesia benar-benar ingin bicara maritim di tataran dunia. Instrumen tiga hal lainnnya sangat kompleks dan tentunya pemerintah harus segera melakukan konsolidasi dengan seluruh stakeholder dengan melihat waktu yang tidak sebentar.

Sebagai sebuah catatan bahwa negara poros maritim harus mampu mamfasilitasi, memproduksi dan memberikan keamanan. Hal ini menjadi pertimbangan khusus bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan. Bagaimana ingin berlayar di Indonesia jika ternyata masih ada 14 instansi masih berada di laut?

Hal ini menjadi catatan tersendiri untuk presiden mengambil kebijakan terkait Indonesian coast guard. Selain itu perlu menjadi perhatian peran Biro Klasifikasi Indonesia dalam pembangunan poros maritim dunia. BKI perlu menjadi anggota dari IACS (International Association of Classification Societies) Member agar kapal-kapal dalam negeri mampu digunakan di luar negeri. Artinya kedepan kapal-kapal tersebut tidak memerlukan dual clas dalam pertimbangan konstruksi.

Kesyahbandaran Hubla perlu mengoptimalkan kinerja di pelabuhan, karena Syahbandar merupakan wajah terdepan jika terjadi sesuatu dengan kapal selepas dari pelabuhan. Menekan kecelakaan kapal mulai dari tenggelam kapal terbakar dan lain sebagainya merupakan sebuah upaya untuk dapat menaikkan nama Indonesia dalam mata dunia.

Perlu diingat kecelakaan kapal yang terjadi bukan hanya dapat mencoreng nama perusahaan melainkan juga nama Indonesia di mata internasional. Tentunya bukan tanpa alasan karena peraturan dunia maritim berlaku secara internasional yakni baik ISPS Code (The International Ship and Port Facility Security) MARPOL (the International Convention for the Prevention of Pollution from Ships) dan SOLAS (Safety of Life at Sea). Hal tersebut menjadi poin-poin penting jika Indonesia tidak ingin terjebak dalam “maritim buta”, namun bergerak ke depan untuk mewujudkan kemaritiman yang seutuhnya.

 

*Penulis adalah Sekjen Assosiasi Pemuda Maritim Indonesia (APMI), Praktisi Maritim

 

 

 

 

 

 

 

maritimnew

Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Share
Published by
maritimnew

Recent Posts

Bencana Alam di Agam, TJSL Pelindo Bayur Hadir

Padang (Maritimnews) - Bencana alam banjir bandang dan tanah longsor datang membawa lumpur, gelondongan batang…

2 days ago

Operasional di Common Gate NPCT 1 Beranjak Normal

Jakarta (Maritimnews) - Pasca kebakaran petikemas di lapangan New Priok Container Terminal One (NPCT 1)…

4 days ago

Gde Sumarjaya: Relokasi Kapal Non-tuna di Pelabuhan Benoa

Bali (Maritimnews) - Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih mendukung upaya PT Pelabuhan…

3 weeks ago

Kemenhub Terbitkan PM 7/2024 Tentang Harmonisasi Sistem Pemeriksaan dan Sertifikasi pada Kapal Berbendera Indonesia

Jakarta (Maritimnews) - Kementerian Perhubungan menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 7 Tahun…

3 weeks ago

Pelabuhan Sehat Petrokimia Disahkan KSOP Gresik

Gresik (Maritimnews) - Pelabuhan Petrokimia Gresik sah berpredikat sebagai pelabuhan Sehat sesuai dengan Peraturan Menteri…

3 weeks ago

Kemenhub Resmi Tutup Posko Angkutan Laut Lebaran 2024

Jakarta (Maritimnews) - Kementerian Perhubungan resmi resmi menutup Posko Angkutan Laut Lebaran Tahun 2024, Jumat…

3 weeks ago