Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo.
Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo.
Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo.

MNOL – Jakarta, Ketika dilantik pada 20 Oktober 2014,  Jokowi membawa visi kemaritiman Indonesia, yang merupakan sebuah gagasan besar untuk dapat menjadikan kemaritiman sebagai sebuah solusi untuk meningkatkan peran Indonesia dalam perekonomian dunia.

Maritim merupakan sebuah sebuah gagasan yang tidak hanya berbicara mengenai kampanye presiden, namun menjadi doktrin untuk mengambil peran signifikan dalam perekonomian dunia. Negara yang mampu menguasai lautan maka akan mampu mengambil peran banyak dalam perekonomian dunia.

Maritim bukan hanya entitas gagasan, melainkan juga sebagai entitas ideologi yang perlu dibangun oleh Indonesia. Hal tersebut bukan tanpa alasan, akan tetapi  dilatar belakangi oleh kondisi geografis Indonesia, di mana letak Indonesia berada di kawasan yang sangat strategis.  Indonesia perlu mengambil peran strategis tersebut sebagai sebuah negara bangsa, agar Indonesia dapat berperan lebih jauh di kawasan regional maupun dunia internasional.

Berkaca kepada negara yang tidak memiliki sumber daya tetapi mampu hidup dan berkembang menjadi negara maju dalam bidang kemaritiman dunia, yaitu Korea Selatan dan Singapura. Korea Selatan dan Singapura merupakan parameter kemaritiman dunia yang patut dijadikan sebuah referensi. Jika kita melihat kondisi geografis Korea Selatan, di mana keadaan topografinya sebagian besar berbukit dan tidak rata. Selain itu, Korea Selatan hanya memiliki panjang garis pantai 173.000 km, ditambah lagi kondisi iklim Korea Selatan yang terdiri dari empat musim. Dengan berbagai kondisi tersebut, sekilas akan nampak sulit bagi Korea Selatan untuk dapat menjadi sebuah negara yang memiliki peran signifikan dalam industri kemaritiman dunia.

Meskipun kondisi geografis dan iklim negeri Gingseng tersebut sangat tidak mendukung, pada kenyataanya saat ini Korea Selatan merupakan negara yang menempatkan dirinya pada urutan pertama dalam produksi perkapalan dunia. Hal ini tentunya harus menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia yang memiliki potensi jauh lebih baik dibanding Korea Selatan.

Selanjutnya, menengok ke salah satu negara tetangga terdekat kita, yaitu Singapura, yang apabila dilihat sekilas tidak memiliki potensi sumber daya alam yang memadai. Negara kecil yang hanya memiliki luas 716 km dan luas lautan 1,4 % dari luas daratannya, tetapi mampu menguasi perdangan laut dunia. Pelabuhan Singapura berhasil menempatkan diri sebagai pelabuhan laut terbesar kedua di dunia setelah Pelabuhan Shenzen di Tiongkok. Hal ini tentunya harus menjadi pertanyaan besar bagi Indonesia yang sampai saat ini belum bisa banyak berbicara dalam dunia kemaritiman. Dengan diangkatnya visi Indnesiaa menjadi poros maritim dunia, dapat menjadi signal bahwa di masa depan pembangunan kemaritiman kita telah menjadi fokus bagi pemerintahan.

Berangkat dari definisi sederhana, di mana poros yang berarti sumbu (gandar) atau roda, lalu maritim yang berarti berkenaan dengan laut atau berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut, istilah poros maritim bisa berarti parameter keberhasilan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia, yang menuntut kemampuan Indonesia untuk dapat mengambil peran sebagai negara yang paling berpengaruh dalam menjalankan roda perdagangan di laut. Hal ini seharusnya menjadi latar belakang pemerintah dalam menciptakan instrumen kebijakannya. Namun sayangnya, dalam upaya mencapai visi tersebut, pemerintah belum mampu mewujudkan visi tersebut, ke dalam agenda-agenda taktis di lapangan.

Jika kita lihat fenomena kemaritiman yang berjalan saat ini, yang dominan yang menjadi konsumsi publik adalah kontestasi pengeboman kapal oleh menteri Susi selaku Menteri Kelautan dan Perikanan. Hal ini seharusnya menjadi koreksi bagi pemerintah sebagai sebuah upaya negara yang sedang berjalan menuju visi indonesia sebagai poros maritim dunia. Pengeboman kapal asing bukan berarti salah, namun bukan hanya itu yang menjadi tread centre kemaritiman.

Sebagai sebuah negara yang memiliki luas wilayah laut sebesar 3.544.743,9 km, ada dua pendekatan yang perlu dilakukan dalam mengelola wilayah yang sangat luas tersebut. Pertama adalah dengan pendekatan kedaulatan, seperti yang telah dilakukan oleh  KKP, yaitu dengan melakukan pengeboman kapal – kapal pencuri ikan milik asing yang tertangkap untuk mengamankan wilayah Indonesia dari nelayan asing. Kemudian yang kedua adalah dengan pendekatan ekonomi yang menempatkan aktifitas kemaritiman sebagai sebuah sentral untuk memanfaatkan wilayah indonesia.

Konsepsi laut tidak memiliki batas merupakan dasar yang perlu sekiranya kita cermati. Artinya jika tanah perlu kita pagari agar sebagai batas kepemilikan sekaligus identitas kita, seharunya laut juga memiliki pendekatan yang sama. Bedanya adalah dengan meningkatkan aktifitas pereknomian di laut yang menjadi teritorial kita tersebut, yakni dengan adanya kapal – kapal kita sebagai identitas negara yang hadir dilaut. Ini menjadi agenda yang perlu di dukung penuh ke depannya. Konsepsi pergerakan ekonomi di laut bukan berarti pemerintah menjadi super hero yang meyiapkan segala fasilitas untuk dapat beraktifitas di laut. Melainkan pemerintah menempatkan diri sebagai stimulator, yang berarti entitas yang mendorong pertumbuhan perekonomian maritim, bukan sebagai entitas yang menyiapkan fasilitas.

Sebagai eksekutor regulasi pemerintah cukup dengan hanya melakukan penjaminan terhadap aktifitas kemaritiman di laut indonesia. Baik dari segi pangan yakni perikanan maupun dari segi alur distribusi barang yaitu logistik. Konsepsi aktifitas perekonomian maritim dalam upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia menjadi sebuah tujuan yang harus dipegang oleh pemerintah. Menciptakan hilir perekonomian maritim menjadi agenda yang perlu segera dilaksanakan dalam upaya mewujudkan visi maritim Indonesia.

Berkaca terhadap berbagai pungutan liar yang kerap dilakuakan oleh oknum pemerintahan, hal ini hanya dampak dari regulasi yang memang berkawan sekaligus menciptakan adanya pungutan taknresmi tersebut. Dalam menggerakan roda perekonomian maritim, yang dibutuhkan pemerintah hanya memberikan stimulus serta memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk dapat melakukan aktifitas kemaritiman dilaut. Hal ini tentunya menjadi agenda penting dalam upaya mendorong masyarakat untuk dapat melakukan aktifitas perekonomian dilaut.

Dalam upaya mendorong visi Indonesia poros maritim dunia, tentunya pemerintah sebagai ujung tombak harus mampu mengerakan empat kekuatan yang saat ini ada. Pertama adalah pemerintah sendiri sebagai pemegang kebijakan yang memiliki kekuatan politik  tertinggi. Ke dua adalah dunia bisnis yang memiliki kekuatan finansial, sekaligus menjadi aktor terhadap regulasi yang tengah ditetapkan. Ke tiga adalah masyarakat luas yang memiliki basis sosial sekaligus entitas paling berpengaruh terhadap dampak yang terjadi akibat regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Kemudian yang terakhir adalah media yang memiliki peran penting dalam setiap agenda kemaritiman baik yang dijalankan oleh pemerintah, bisnis, maupun masyarakat. Keempat hal ini merupakan sebuah satu kesatuan entitas maritim yang perlu disinergikan untuk dapat mewujudkan Indonesa sebagai poros maritim dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *