Masih Termarjinalkan, Ini Formula untuk Mendongkrak Kesejahteraan Nelayan Kecil
Jakarta (Maritimnews) – Nelayan dan pembudidaya ikan skala kecil dan tradisional di Indonesia memiliki peran penting dalam menopang kedaulatan pangan nasional. Di Indonesia, kontribusi dari nelayan kecil dan tradisional mencapai 80% produk perikanan dan 54% dari seluruh protein hewani yang dikonsumsi masyarakat.
Hal itu terungkap dalam diskusi Outlook KNTI 2023 di kantor Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (13.02/23). Mengangkat tema, “Akselerasi Perlindungan dan Peningkatan Kesejahteraan Nelayan Kecil dan Tradisional di Indonesia”, diskusi tersebut dihadiri oleh Dr. Revrisond Baswir, Ketua Umum KNTI Dani Setiawan, dan sebagai penanggap diskusi Ketua Dewan Pembina KNTI Riza Damanik Ph.D.
Menurut Ketua Umum KNTI, Dani Setiawan, pemerintah menyatakan bahwa tingkat kemiskinan esktrem di wilayah pesisir mencapai 4.19%. Dari 10.86 juta jiwa jumlah kemiskinan Nasional, 12.5% atau 1.3 juta jiwa ada di wilayah pesisir.
“Usaha perikanan skala kecil dan tradisional di Indonesia, bukan hanya menyangkut persoalan ekonomi, juga menjadi cara mereka bertahan hidup “the way of life”, cara merawat laut, keseimbangan alam dan menangkap ikan. Hal ini berkorelasi dengan tingkat pendidikan nelayan, bahwa 80% nelayan berpendidikan SMP ke bawah,” jelas Dani.
Dani menjelaskan, KNTI telah mendorong, mengidentifikasi dan mendokumentasi praktik perlindungan informal yang selama ini diinisiasi oleh KNTI. Sambung Dani, mekanismenya ditunjang dengan upaya pemberdayaan, bukan hanya cenderung konsentrasi kapital, namun juga kolaborasi kemitraan bersama nelayan kecil dan tradisional.
Ketua Dewan Pakar KNTI, Revrisond Baswir menambahkan, sektor kelautan dan perikanan subsektor yang paling tertinggal di antara sektor yang tertinggal.
“Buktinya yang disampaikan Ketum KNTI tadi, tingkat pendidikan nelayan 80% SMP ke bawah, sementara statistik Nasional hanya 55%. Jadi, jumlah pendidikan terbawah ada di sektor kelautan dan perikanan. Fakta yang sebenarnya, secara tidak langsung pada tingkat makro, sektor bahari masih bukan hanya tertinggal, tapi terabaikan atau bisa dikatakan sebagai sektor yang termarjinalkan,” ungkap Revrisond.
Masih kata Revrisond, jauh lebih bijak jika ada titik tekan atau prioritas dalam membicarakan sektor kelautan dan perikanan jika mau mengamalkan demokratisasi ekonomi.
“Sebelum bicara kapal, alat tangkap, fokus utama adalah human kapital. Terlepas apakah sektor ini kontribusi meningkat besar atau kecil karena ini dijamin UUD. Kebijakan pertama jika dikaitkan sektor kelautan dan perikanan adalah bagaimana kita meningkatkan kualitas sumber daya manusia kelautan dan perikanan,” tegas Revrisond Baswir.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina KNTI, Riza Damanik, dalam paparannya menyampaikan, KNTI merupakan organisasi berbasis massa nelayan, pembudidaya, dan petambak garam. Dalam mandat terakhirnya, membangun dua mandat organisasi, yaitu kepemudaan dan perempuan.
“Digitalisasi tidak boleh menjadi kompetitor, melainkan harus menjadi komplemen untuk memperkuat ekosistem usaha kelautan dan perikanan menjadi lebih kokoh. Posisi tersebut tidak bisa dilakukan oleh nelayan perorangan. Karena itu, KNTI menaruh perhatian kepada anak muda,” jelas Riza.
Menurutnya, perempuan dalam sektor kelautan dan perikanan banyak menempati pekerjaan pesisir, seperti nilai tambah dari bisnis perikanan ada pada Perempuan. Pengolahan ikan dilakukan oleh perempuan.
Riza menyatakan bahwa di kampung nelayan yang melakukan peningkatan dan daya tahan produk perikanan adalah perempuan. Hilirisasi komoditi, nelayan perempuan tidak bisa diabaikan.
“Peran strategis ini tak bisa dikesampingkan. KNTI juga mengembangkan unit usaha yang umumnya dilakukan anak-anak muda. Melakukan inovasi digitalisasi, yaitu menghubungkan produksi dari tempat produsen nelayan dari pelosok ke kota,” beber Riza.
“Di samping itu, PR kita dalam refleksi enam tahun terakhir pasca pandemi, kita sudah seharusnya mendorong penguatan ekonomi nelayan basis kelembagaan ekonomi melalui koperasi. Selama ini yg d urus adalah komoditinya. Kenapa penting? Survei KNTI 2022, sebanyak 20-30% nelayan tidak bisa mengakses pasar dengan baik. Nelayan perorangan 82% juga tidak dapat mengakses minyak. BBM mahal, margin berkurang, Tidak ada BBM, tidak bisa melaut,” tegas Riza Damanik,
Peluang dengan situasi semacam itu, menurut Riza, PP No 7 tahun 2021 telah mengatur kemudahan berusaha bagi pelaku UMKM koperasi. Bagaimana nelayan bisa mengelola tempat pelelangan ikan.
“Ke depan, prioritas kita bagaimana mendorong pemerintah daerah, organisasi daerah, koperasi daerah, membangun kesepahaman bahwa koperasi kembali menjadi tempat mengelola pelelangan ikan. Mengoptimalisasi kelembagaan ekonomi nelayan sehingga lebih bersayap dan mendapat kepastian,” bebernya lagi.
“Pada tahun 2022 kemarin dari hasil studi laboratorium Indonesia, PKPSPL IPB, dan SDGs center UNDIP, di mana tahun 2022 hingga 2029 backbond ekonomi kelautan dan perikanan masih bergantung kepada perikanan dan pariwisata. Dengan demikian, kita menaruh perhatian 2023 dan 2024 sebagai fondasi penting yaitu sisi lingkungan berkelanjutan dan penyerapan lapangan kerja,” jelas Riza.
Riza menjelaskan beberapa hal yang perlu diperbaiki dari postur ekonomi yaitu : (1) Perbaikan sistem administrasi kenelayanan (kusuka), (2) memastikan akses BBM subsidi tepat sasaran, prasyarat mutlak bagaimana layanan infrastruktur dasar yang memadai, jika harga nelayan tepat dapat terjadi efisiensi produksi 30%, harga jual ikan lebih baik dan margin keuntungan nelayan lebih besar, (3) Akses terhadap pembiayaan untuk petani dan nelayan realisasinya sangat jomplang. Perlu ada komitmen terobosan nelayan menjadi lebih mudah sehingga penyerapan angka lebih besar, (4) Penting memastikan hak tenurial dan perubahan iklim menjadi penting.
“Ketika berbicara akses pasar, ide cadangan pangan pemerintah sangat baik. Turunannya konteks kelautan dan perikanan, ketergantungan kita dengan ikan sangat tinggi. Provinsi kepulauan yang basis ekonomi pangan adalah perikanan, maka perlu mendapat perhatian terhadap sistem logistik kita, sehingga harga ikan stabil bisa diterima oleh konsumen dan nelayan mendapat manfaat ekonomi dengan baik,” terangnya.
“Secara faktual, keunggulan domestik yang secara volume atau diversity lebih dari negara lain. Dari sisi dalam negeri, di hulu relatif aman. Tapi di hilir yang perlu diperhatikan. Sektor perikanan kita masih ke bobot produksi. Perikanan masuk sebagai daftar hilirisasi perikanan” pungkas Riza Damanik. (*)