Tarmizi Taher – Antara Dokter, Pelaut, Tentara, Wakil Rakyat, Duta Besar dan Ulama Lintas Golongan Lintas Organisasi
Tarmizi Taher
Tarmizi Taher

Sosok satu ini begitu luar biasa di mata penulis. Bagaimana tidak, beliau adalah lulusan kedokteran dan menjadi seorang dokter, seorang tentara dengan pangkat terakhir Laksamana Pertama dan Jabatan terakhirnya adalah Kepala Pusat Pembinaan Mental ABRI (Kapusbintal), serta beliau juga adalah seorang ulama dan sempat menjadi Menteri Agama di Indonesia.

Terlahir dari ayah bernama Taher Marah Sutan dan ibu bernama Djawanis pada 7 Oktober 1936 di Kota Padang Sumatera Barat. Tarmizi Taher tumbuh dan berkembang dari keluarga yang sangat taat beragama. Ayah beliau dikenal sebagai tokoh pendidikan dan pergerakan kebangsaan di Sumatera Barat yang menjadi motivator Bung Hatta sebelum menempuh pendidikan ke Pulau Jawa untuk selanjutnya ke Negeri Belanda. Kakek beliau sendiri adalah seorang ulama terkenal dari Batusangkar Sumatera Barat yang bernama Tengku Syekh Sabir. Mungkin hal inilah yang menjadi dasar kuat beliau terhadap pemahaman agama meskipun telah melanglang buana ke berbagai bidang.

Tak banyak orang bisa memiliki banyak keahlian dalam berbagai bidang layaknya beliau. Beliau adalah seoarang seorang dokter, lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya pada tahun 1964. Selanjutnya ia masuk dinas kemiliteran pada TNI-AL sebagai Medical Officer di KRI Irian. Lebih dari 30 tahun beliau mengabdi di TNI dengan berbagai jabatan, dimulai dari perwira kesehatan di KRI Irian hingga menjabat sebagai Kepala Pusat Pembinaan Mental (Kapusbintal) ABRI. Pada saat menjabat sebagai Kapusbintal juga, beliau merangkap sebagai anggota MPR mewakili Fraksi ABRI dan menjadi juru bicara fraksi tersebut. Setelah dua periode mengemban tugas sebagai Kapusbintal merangkap juru bica Fraksi ABRI di MPR, beliau dipercaya sebagai Sekjen Departemen Agama Republik Indonesia untuk periode 1988 – 1993 dan selanjutnya menjadi Meteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Pembanguna VI.

Selama menjabat sebagai Menteri Agama setidaknya ada dua keputusan strategis yang dicetuskan beliau. Yang pertama adalah pembentukan Dana Abadi Umat (DAU), yaitu dana yang dikumpulkan pemerintah Indonesia dan diperoleh dari hasil efisiensi biaya penyelenggaraan ibadah haji dan dari sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lalu yang ke dua adalah pengembangan Sistem Komputerisasi Haji terpadu (SISKOHAT).
Setelah selesai menjabat Menteri, Tarmizi Taherdiangkat menjadi Duta Besar untuk Norwegia dan Islandia. Setelah itu menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia periode 2006 – 2012 dan Rektor Universitas Islam Az-Zahra di Jakarta periode 2004 – 2008.

Sebagai seorang dokter, Tarmizi Taher juga pernah mengeluarkan karya tulis (buku) berjudul Medical Ethics : Manual Praktis Kedokteran untuk Mahasiswa, Dokter, dan Tenaga Kesehatan. Sebagai seorang tentara Tarmizi Taher berperan besar dalam pembentukan Pusat Pembinaan Mental ABRI (sekarang TNI) ketika melihat kondisi ABRI saat itu yang kurang mendapatkan siraman rohani. Sebagai seorang Ulama, beliau berperan dalam mencetuskan Dana Abadi Umat, Sistem Komputerisasi Haji Terpadu, serta berperan menjadi penengah saat terjadi perselisihan antara Buya Hamka dan Alamsjah Ratuprawiranegara. Perselisihan itu dipicu oleh fatwa yang dikeluarkan oleh MUI yang saat itu diketuai oleh Buya Hamka mengenai pelarangan pengucapan selamat Natal oleh umat Muslim yang berakibat terjadinya konflik dengan Menteri Agama pada saat itu, Alamsjah Ratuprawiranegara. Saat itu, Tarmizi Taher mencoba menjadi penengah dan mendapatkan satu pesan dari Buya Hamka yang pernah diutarakan oleh Tarmizi Taer di salah satu stasiun televise swasta “Tarmizi, Ulama Tidak Bisa Dibeli”.

Tarmizi Taher meninggal dunia di Jakarta pada 12 Februari 2013 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *