Konsep Perbatasan Negara Poros Maritim
Oleh: Letkol Laut (P) Salim*
MNOL – Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung (QS: Ali Imran ayat 200).
Ayat Kitab Suci Al-Qur’an tersebut sejatinya merupakan motivasi bagi para Prajurit TNI yang menjaga perbatasan NKRI. Melalui tekad yang kuat dan ikhlas dalam menjaga setiap jengkal tanah air Indonesia, para Prajurit TNI dan rakyat di perbatasan harus terus waspada dari setiap ancaman yang datang dari luar.
Indonesia sebagai negara yang dikaruniai territorial yang terletak di antara 2 benua dan samudera dituntut memiliki pertahanan yang kuat, berawal dari wilayah-wilayah perbatasan negerinya. Falsafah bangsa Indonesia yang bersumber pada Pancasila kemudian mengisyaratkan bahwa perjuangan bangsa Indonesia bukan hanya untuk bangsa Indonesia saja melainkan untuk seluruh umat manusia di dunia.
Dari analisa tersebut, maka bangsa ini dituntut untuk memancarkan energi itu pada seantero jagad raya. Oleh karena itu, wilayah perbatasan yang merupakan pintu gerbang bagi suatu negara memiliki peranan penting dalam memancarkan aura tersebut.
Dalam konteks visi presiden poros maritim dunia yang sejalan dengan implementasi Pancasila, maka wilayah perbatasan NKRI memiliki diskursus tersendiri dalam konteks pertahanan dan keamanan. Tentunya konsep ini yang membedakan dengan konsep perbatasan dari negara lain, yang kemudian kerap ditafsirkan sebagai daerah ekspansi atau perluasan wilaya dengan cara mencaplok kedaulatan negara lain.
Wilayah perbatasan merupakan suatu boundaris dan frontier di mana keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Boundaries adalah garis-garis yang mendemarkasikan batas-batas terluar dari wilayah suatu negara. Sedangkan frontiers lebih kepada mewujudkan zona-zona (jalur) dengan lebar yang beraneka ragam dan memisahkan dua wilayah yang berlainan negaranya.
Perbatasan dinamakan frontier karena letaknya ada di-front (depan-red) atau di belakang (hinterland) suatu negara. Maka dari itu, frontier dapat juga dibahasakan dengan istilah seperti foreland atau borderland atau march.
Adapun kata boundary biasa dipakai karena fungsinya mengikat atau membatasi (bounds or limits) suatu unit politik; semua yang terdapat di dalamnya telah terikat menjadi satu. Boundary paling tepat dipakai jika negara dipandang sebagai unit spatial yang berdaulat .
Teori perbatasan, menurut Karl Haushofer, berhubungan dengan perluasan wilayah. Karl Haushofer, penemu teori Geopolitik, tahun 1889, mengemukakan gagasannya yang menghubungkan antara politik dan geografi, melahirkan konsep “kebenaran” (living space). Konsep geopolitik Lebensraum (living space/tempat tinggal) dikenal luas di Jerman beberapa dekade sebelum kekuasaan Hitler di Bavaria.
Selanjutnya konsep ini pun diterapkan di negara-negara penganut fasisme seperti Jepang dan Italia. Jauh sebelumnya dalam imperialisme kuno konsep ini sejatinya sudah diterapkan oleh Portugis, Spanyol dan Inggris dalam mencari tanah-tanah jajahan. Sehingga ketika mengalami modernisasi bentuk yang diterapkan oleh negara-negara fasis di awal abad 20, benar lah yang ditulis oleh Bung Karno dalam buku ‘Di Bawah Bendera Revolusi’ Jilid I tahun 1926, “Fasisme merupakan upaya terakhir dalam menyelamatkan imperialisme”.
Pada 1871, Lebensraum sudah menjadi slogan politik yang populer. Pada waktu itu, Lebensraum diartikan sebagai mencari tambahan “living space” dengan mencari koloni baru, mengikuti Imperium Inggris dan Prancis. Lebensraum di zaman Hitler adalah mencaplok wilayah-wilayah negara tetangga di Eropa dengan target pertamanya Austria, Polandia dan Cekoslovakia. Tiga negara yang menjadi satu akan menyediakan strategic frontiers yang lebih baik untuk sebuah negara Jerman Raya (Great Germany). Pencaplokan negara-negara tetangga akan menjadi sumber makanan bagi Jerman Raya . Perluasan wilayah ini dengan menggeser garis perbatasan tercermin dalam pernyataan Hitler:
In an era when the earth is gradually being divided up among states, some of which embrace almost entire continents, we cannot speak of a world power in connection with a formation whose political mother country is limited to the absurd area of five hundred thousand square kilometers.
Sehingga, perluasan wilayah (living space) dipercaya akan memperkuat Jerman dan akan membantu memecahkan masalah-masalah internal, seperti membangun militer yang kuat dan mendorong Jerman menjadi negeri yang bisa memenuhi ekonominya secara mandiri dengan penambahan bahan makanan dan sumber-sumber alam lainnya.
Fungsi Perbatasan
Fungsi perbatasan mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan zamannya. Pada zaman dahulu fungsi perbatasan dikenal sebagai sebagai berikut: a) Sebagai Garis Pertahanan, misalnya dinding Tiongkok merupakan usaha bangsa China untuk mempertahankan diri terhadap serangan orang-orang Mongol; b) Sebagai Batas wilayah kekuasaan negara, jika struktur organisasi negara tersebut meningkat, fungsi perbatasannya pun bertambah; c) Untuk melindungi industri di dalam wilayah, pemerintah suatu negara dapat mengadakan pajak-pajak tarif tertentu, misalnya tarif lintas batas. Hal demikian akan mempengaruhi pemasaran bagi hasil-hasil produksi industri tersebut. Jadi perbatasan ini mempunyai fungsi perdagangan; d) Fungsi legal (hukum) di mana perbatasan merupakan batas berlakunya hukum suatu negara. Penduduk yang tinggal di wilayah perbatasan, hendaknya mematuhi hukum-hukum yang berlaku bagi negara di mana mereka tinggal walaupun penduduk tersebut mungkin mempunyai adat istiadat yang sama dengan adat-istiadat penduduk di seberang garis perbatasan negaranya.
Akan tetapi dengan timbulnya supranasionalisme yang didasarkan atas kepentingan ekonomi dan kebudayaan, beberapa negara mau melepaskan sebagian dari kekuasaannya untuk kepentingan bersama mereka.
Wilayah atau zona perbatasan adalah bagian wilayah suatu negara yang letaknya berbatasan dengan wilayah negara lain. Wilayah perbatasan ini bersifat peralihan. Nilai-nilai yang berlaku di wilayah perbatasan ini hampir bersamaan dengan nilai-nilai yang berlaku di wilayah perbatasan di seberangnya, karena secara adat istiadat hal tersebut berlangsung secara alamiah.
Jadi, wilayah perbatasan ini terdiri dari 2 bagian, yaitu wilayah perbatasan bagian dalam dan wilayah perbatasan bagian luar. Kedua wilayah tersebut saling mempengaruhi. Pengaruh konsep ini terhadap pertahanan ialah sebagai kekuatan dari pengaruh wilayah yang satu terhadap wilayah yang lain dan tergantung pada tingkat perkembangan ekonomi negaranya, budaya bangsanya, dan sistem pemerintahan yang dianut oleh negara yang bersangkutan.
Umumnya wilayah perbatasan mempunyai karakteristiknya tersendiri, yaitu kerapatan penduduknya lebih rendah dibandingkan dengan daerah sekitarnya dan terdapat dua bahasa yang digunakan oleh penduduk setempat, walaupun seringkali bahasa yang lebih universal bersifat dominan. Contoh teori itu seperti yang terjadi pada perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan. Dahulu sebelum ada batas yang memisahkan kedua belah negara, budaya dan bahasa serta ekonomi orang-orang dayak (suku asli Kalimantan) telah membaur satu sama lain.
Selanjutnya dalam wilayah perbatasan juga berlaku dua jenis mata uang, yaitu mata uang dari dua negara yang berbatasan tersebut. Sehingga, kota-kota yang terdapat di wilayah perbatasan melayani penduduk di kedua wilayah tersebut, karena ikatan sejarah dan adat istiadat yang tidak dapat dipisahkan kendati sudah dipisahkan oleh garis administratif negara.
Isu Kontemporer Daerah perbatasan
Kaburnya garis perbatasan wilayah negara akibat rusaknya patok-patok di perbatasan, misalnya yang terjadi di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur menyebabkan sekitar 200 hektar hutan wilayah Republik Indonesia berpindah masuk menjadi wilayah Malaysia. Kini menjadi 21 patok yang terdapat di Kecamatan Seluas, kabupaten Bengkayang, memerlukan perhatian. Selain di Kabupaten Bengkayang, kerusakan patok-patok batas juga terjadi di wilayah Kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu, masing-masing berjumlah tiga dan lima patok (Media Indonesia, 23 Juni 2001).
Kemudian terkait pengelolaan sumber daya alam yang belum terkoordinasi antar pelaku sehingga memungkinkan eksploitasi sumber daya alam yang kurang baik untuk pengembangan daerah dan masyarakat. Misalnya, kasus illegal logging juga terkait dengan kerusakan patok-patok batas yang dilakukan untuk meraih keuntungan dalam penjualan kayu. Depertemen Kehutanan pernah menaksir setiap bulannya sekitar 80.000-100.000 meter kubik kayu ilegal dari Kalimantan Timur dan sekitar 150.000 meter kubik kayu ilegal dari Kalimantan Barat masuk ke Malaysia (Kompas, 20 Mei 2001).
Hal tersebut menyebabkan kepastian hukum bagi suatu instansi dalam operasionalisasi pembangunan di wilayah perbatasan sangat diperlukan agar peran dan fungsi instansi tersebut dapat lebih efektif. Contohnya, Perum Perhutani yang ditugasi Pemerintah untuk mengelola HPH eks PT. Yamaker di perbatasan Kalimantan-Malaysia baru didasari oleh SK Menhut No. 3766/Kpts-II/1999 tanggal 27 Mei 1999. Namun tugas yang dipikul Perhutani meliputi menata kembali wilayah perbatasan dalam rangka pelestarian sumber daya alam, perlindungan dan pengamanan wilayah perbatasan dan pengelolaan hutan masih dengan sistem tebang pilih. Tugas ini bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah sehingga diperlukan dasar hukum yang lebih tinggi.
Selain itu, dalam pengelolaan kawasan lindung lintas negara belum terintegrasi dalam program kerja sama bilateral antara kedua negara, misalnya keberadaan Taman Nasional Kayan Mentarang yang terletak di Kabupaten Malinau dan Nunukan, di sebelah Utara Kalimantan Timur di sepanjang perbatasan dengan Sabah, Malaysia, seluas 1,35 juta hektar. Taman ini merupakan habitat lebih dari 70 spesies mamalia, 315 spesies unggas dan ratusan spesies lainnya.
Oleh karena itu, kawasan perbatasan mempunyai posisi strategis yang berdampak terhadap hankam dan politik mengingat fungsinya sebagai outlet terdepan Indonesia, di mana terjadi banyak pelintas batas baik dari dan ke Indonesia maupun Malaysia. Ancaman di bidang hankam dan politik ini perlu diperhatikan mengingat kurangnya pos lintas batas legal yang disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya di Kalimantan Barat dengan Serawak/Sabah hanya ada 2 pos lintas batas legal dari 16 pos lintas batas yang ada.
Masalah kemiskinan akibat keterisolasian kawasan menjadi pemicu tingginya keinginan masyarakat setempat menjadi pelintas batas ke Malaysia yang berlatar belakang untuk memperbaiki perekonomian masyarakat mengingat tingkat perekonomian Malaysia lebih berkembang. Hal ini yang harus dicermati oleh pemerintah khususnya Bappenas untuk menangani gejala ini.
Karena sejatinya, hal itu juga didorong oleh kesenjangan sarana dan prasarana wilayah antar kedua wilayah negara yang memicu orientasi perekonomian masyarakat, seperti di Kalimantan, akses keluar (ke Malaysia) lebih mudah dibandingkan ke ibukota kecamatan/kabupaten di wilayah Kalimantan.
Tidak terciptanya keterkaitan antar kluster sosial ekonomi baik kluster penduduk setempat maupun kluster binaan pengelolaan sumber daya alam di kawasan juga mempengaruhi tingkat kerawanan di daerah perbatasan. Hal itu jugaberkaitan ke dalam dan dengan kluster pertumbuhan di negara tetangga.
Masalah kontemporer di perbatasan yang juga krusial adalah adanya masalah atau gangguan hubungan bilateral antar negara yang berbatasan akibat adanya peristiwa-peristiwa baik yang terkait dengan aspek keamanan dan politik, maupun pelanggaran dan eksploitasi sumber daya alam lintas batas negara, baik sumber daya alam darat maupun laut. Antara RI-Malaysia pernah bersitegang akibat permasalahan Blok Ambalat, Tanjung Datuk dan Nunukan.
Sistem Keamanan Perbatasan
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penataan sistem keamanan perbatasan Indonesia dengan negara tetangga antara lain adalah geografi, di mana letak geografi Indonesia sangat strategis, karena berada di jalur perdagangan internasional. Hal-hal penting yang berkaitan dengan letak geografi antara lain: di wilayah laut, berbatasan dengan 10 negara (India,Malaysia, Singapura,Thailand, ietnam, Philipina, Palau, PNG, Australia,Timor Lorosae).
Sedangkan di wilayah darat, berbatasan dengan 3 negara (Malaysia,PNG dan Timor Leste), ditambah dengan Jumlah pulau mencapai 17.508, panjang pantai 80.791 Km, luas wilayah termasuk ZEE 7,7 juta Km persegi dan luas lautan 5,8 juta Km persegi. Perbandingan luas wilayah darat dan laut mencapai 1 : 3 itu menimbulkan sumber kekayaan alam di perbatasan perlu mendapatkan pe-ngamanan/perhatian serius yang meliputi, potensi kehutanan, potensi kehutanan/perkebunan, dan potensi kelautan/perikanan.
Sebagai negara yang memiliki visi poros maritim dunia, permasalahan ini harus diatasi dengan menambah personel maupun pangkalan untuk TNI AL dan TNI AU. Serta dengan menjadikan warga di perbatasan sebagai komponen yang siap mempertahankan NKRI. Atau dengan kata lain perlunya doktrinasi wawasan kebangsaan agar tumbuh dan berkembangnya rasa cinta tanah air mereka.
Sehingga sinergisistas antara TNI dan rakyat di wilayah perbatasan terjalin erat di samping meningkatnya kesejahteraan mereka dengan pola pembangunan yang berkala serta tepat sasaran. Itulah konsep perbatasan negara poros maritim yang berdasarkan Pancasila dengan ciri gotong royong dan menjalin persahabatan dengan negara-negara lain.
*Penulis adalah Pamen TNI AL yang berdinas sebagi Staf Asops Panglima TNI




















