Letkol Laut (P) Salim
Letkol Laut (P) Salim

MNOL, Jakarta –  Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) melalui pelatihan kadernya menyongsong perwujudan Indonesia sebagai negara poros maritim sebagai representasi negeri Saba yang tertuang dalam kitab suci Al-Qur’an. Pelatihan kader yang digelar di Puspitek, Serpong, (23/4/16) itu menghadirkan staf Asops Panglima TNI, Letkol Laut (P) Salim sebagai pembicara tunggal yang mengulas perjalanan Indonesia sebagai negara maritim beserta langkah-langkahnya.

Seperti biasa dalam melakukan pemaparannya, lulusan AAL tahun 1995 itu memulai pembahasannya dari sejarah Nusantara dengan segala kejayaan maritimnya, mulai dari mitos negeri Atlantis, negeri Saba, hingga kebesaran Sriwijaya dan Majapahit beserta kesultanan-kesultanan Islam lainnya.

“Di Sumatera sudah dikenal dengan istilah saba yang artinya sawah, di Jawa terdapat pisang saba dan ada daerah bernama Wonosobo, di Maluku dan Papua juga ada daerah yang namanya saba, apakah ini suatu kebetulan? Dari situ kita yakin bahwa negeri ini merupakan representasi yang dijelaskan dalam Surat Saba di Al Qur’an,” terang Salim.

Setelah mengulas kisah negeri Saba, mantan Komandan KRI Untung Suropati itu masuk pada penjelasan Sriwijaya dan Majapahit yang saat ini terus digaungkan dalam setiap pembukaan acara kemaritiman apa pun. Namun, makna kebesaran itu dirasa masih menjadi dongeng belaka, karena hingga saat ini kurangnya penelitian dan literatur yang menjelaskan 2 kerajaan besar tersebut.

Lebih lanjut, pria kelahiran Surabaya 44 tahun silam itu menerangkan kandungan dalam Surat Saba ayat 19 yang menjelaskan ‘Maka mereka berkata: Ya Tuhan kami jauhkanlah jarak perjalanan kami, dan mereka menganiaya diri mereka sendiri; maka Kami jadikan mereka buah mulut dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur’.

“Pada saat mana kita tidak bersyukur maka yang ada adalah laknat bukan nikmat. Lihat saja berabad-abad kita dijajah dan bencana terus datang silih berganti,” tandasnya.

Selain mengupas dasar sejarah, Perwira Menegah (Pamen) TNI AL yang berpangkat Melati Dua itu juga mengulas letak geografis Indonesia yang 2/3 wilayahnya merupakan lautan. Serta dengan posisi silang yang terletak di antara dua benua dan dua samudera. Di mana dari geografis itu, Indonesia memiliki 4 choke points dunia dan 3 ALKI yang menjadi area Sea Lanes of Communication (SLOC) dan Sea Lanes of Trade (SLOT).

Hal itu perlu ditopang dengan pembangunan infrastruktur pelabuhan dan pelayaran sebagaimana konsep tol laut yang didengungkan oleh Presiden Joko Widodo saat Pilpres 2014.

“Pak Jokowi sudah membuka pola pikir bangsa Indonesia untuk tidak membelakangi laut, artinya sudah ada niat untuk mengelola lautnya untuk kepentingan bangsanya. Visi ini harus kita lanjutkan dan laksanakan supaya tidak menyimpang dari niatannya,” ungkapnya.

Namun, Pamen TNI AL yang pernah menjabat sebagai staf di Pusat Kajian Maritim (Pusjianmar) Seskoal ini menyayangkan sampai dengan saat ini tidak ada dokumen resmi dari pemerintah yang menjelaskan tentang penjabaran poros maritim. Dokumen yang dimaksud dalam bentuk blueprint layaknya Garis-garis Besar daripada Haluan Negara (GBHN) yang menjadi acuan setiap instansi.

Dia mencontohkan konsep Maritime Silkroad yang digagas oleh Tiongkok memiliki blueprint seperti itu, sehingga setiap instansi dan bidang mengikuti alur kerja masterplan tersebut.

“Kalau di kita, semua instansi menafsirkan sendiri-sendiri makna poros maritim, sehingga jangan heran kalau ego sektoral masih sering terjadi di negeri kita,” tegasnya.

Masih kata Salim, dalam menjalankan konsep itu tentu kita tidak bisa lepas dari prinsip Pancasila dan UUD 1945. Sebagaimana dalam perjalanan sejarah Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 pun tidak dapat berjalan tanpa adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Konsep tersebut sejatinya menjadi tonggak negara maritim yang besar seperti yang pernah dicanangkan oleh Bung Karno tahun 1960-an. Oleh karena itu, sebelum melangkah pada pola pembangunan maritim, terlebih dahulu memperbaiki konstruksi berfikir dalam koridor budaya maritim kita. Sejatinya, pembangunan budaya maritim merupakan pilar pertama dari lima pilar pembangunan maritim Indonesia yang digagas oleh pemerintah.

“Pembangunan budaya maritim itu melekat dengan pendidikan, sejarah bahkan agama sekalipun. Karena budaya ini menyangkut mindset berfikir kita yang tentunya dilandasi dengan prinsip Ketuhanan,” ulasnya.

Di akhir pemaparannya, Pamen TNI AL yang sudah berkeliling di 40 negara itu, mengingatkan agar dalam berbakti kepada nusa dan bangsa perlu keikhlasan, bukan karena mengejar materi, jabatan, atau kepentingan-kepentingan duniawi lainnya.

“kalau kamu berjuang untuk ibu pertiwi, maka ibu pertiwi akan mencukupi kebutuhanmu. Ibu pertiwi hanya minta dijaga, camkan ini baik-baik bagi seluruh kader PMII dan terus menganggap perjuangan ini sebagai ibadah kalian,” tutupnya.

Pemaparan itu oleh dimoderatori oleh Sutisna yang merupakan Kader PMII asal Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Dalam kesimpulannya, Sutisna menyatakan hanya ada 3 presiden yang mengusung visi maritim yaitu Bung Karno, Gus Dur dan Jokowi.

“Maka dari itu kita semua di sini tetap memperjuangkan konsep maritim untuk benar-benar mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” pungkas Sutisna. (TAN)

 

One thought on “Melalui Pelatihan Kader, PMII Songsong Perwujudan Poros Maritim sebagai Representasi Negeri Saba

  1. Terima kasih pak letkol yang telah hadir di acara kami. Terima kasih atas pengetahuan yang sudah bapak wariskan kepada kami semua. Bagi saya, pengetahuan adalah kekuatan. Pengetahuan budaya dan pengetahuan pendidikan yang menjadi harga mati untuk perubahan bangsa ini. Sukses untuk pak letkol (p) salim. JALEVEVA JAYAMAHE. Di Laut Kita Jaya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *