Ciri Poros Maritim, Ketika Menko Maritim Urusi Banyak Hal
MNOL, Jakarta – 20 Oktober 2014, di hadapan anggota MPR/DPR RI, Presiden Joko Widodo sebagai presiden terpilih dalam ajang Pilpres 2014 dilantik. Dalam kesempatan itu pula, Jokowi panggilan akrabnya mendengungkan poros maritim dunia yang menjadi visinya ketika kampanye.
Di sana pula ia berjanji tidak akan memunggungi laut dan pidato singkatnya itu ditutup dengan hentakan falsafah luhur yang menjadi motto TNI AL, Jalesveva Jayamahe.
Praktis, gegap gempita seluruh anak bangsa ini dalam menyambut Presiden RI Ketujuh itu membahana di seluruh penjuru negeri. Cita-cita negara maritim yang lama terpendam sejak era Bung Karno kemudian sempat dilanjutkan di era Presiden Gus Dur, kini menggema kembali dalam wujud visi poros maritim dunia.
Beberapa hari kemudian, Presiden Jokowi mengumumkan kabinet kerjanya yang terdapat satu Kementerian Koordinator baru yakni bidang Kemaritiman. Indroyono Soesilo mantan Direktur FAO didaulat menjabat pos strategis tersebut. Tidak sampai setahun, putra dari mantan menteri era Orde Baru, Soesilo Soedarman ini pun diganti oleh Rizal Ramli.
Genap setahun, Rizal Ramli pun diganti oleh Luhut Binsar Pandjaitan yang sebelumnya menempati jabatan sebagai Menko Polhukam. Beberapa bulan memimpin kompartemen ini, Purnawirawan Baret Merah itu banyak membuat terobosan-terobosan untuk memajukan dunia maritim Indonesia.
Salah satunya dengan mengeluarkan Buku Putih Pembangunan Maritim Indonesia yang berisi penjabaran poros maritim dunia beserta lima pilarnya. Tidak hanya itu, Luhut juga kerap ber-statement soal kondisi bangsa dan negara dari berbagai aspek. Hal itu mengingat jiwanya sebagai prajurit sapta marga sejati yang sudah memiliki banyak asam garam dalam pergulatan peran militer di negeri ini.
Baru-baru ini, kunjungannya ke Ketua MUI KH Ma’ruf Amin pun juga menuai kritikan di jagad media sosial. Meskipun Luhut sudah memberikan klarifikasi soal kunjungannya ke Kyai Sepuh itu sebatas silaturahmi dan sama-sama berkomitmen untuk menjaga persatuan, tetap saja ia menjadi bulan-bulanan para pengguna medsos.
Pengamat maritim dari The National Maritime Institute, Siswanto Rusdi dalam akun FB-nya menulis “Pak Luhut yang saya hormati. Tugas pokok anda sebetulnya bisa mengalihkan perhatian dari mengurusi urusan lainnya. Teramat banyak persoalan di laut kita yang perlu dibenahi. Jadi, fokuslah di sana. Jangan sibuk dengan urusan lain. Lagi pula, bukankah ada Pak Wiranto yang menggawangi urusan politik, hukum dan keamanan”.
Status FB ini kemudian ramai di-like dan dikomentari oleh pengguna FB lainnya. Di antaranya datang dari Latief Siregar yang menyatakan “Mamak, amboo setuju Menko Maritim mengurusi kasus ini. Bukankah KH Maruf Amin SAMUDERA ilmu pengetahuan”.
Selanjutnya kritikan terhadap Luhut juga datang dari anggota Assosiasi Pemuda Maritim Indonesia (APMI) Pengurus Daerah Semarang, Hendra Wiguna yang menulis “Ini Bukti Indonesia negara ‘poros maritim’. Sehingga banyak hal yang harus diurus oleh Menko Kemaritiman”.
Tentu celotehan-celotehan para penggiat maritim di Indonesia itu mengandung kritikan kepada pimpinan Kementerian Koordinator yang membawahi empat kementerian teknis ini. Bahkan tuduhan Menko Maritim yang seakan-akan melindungi petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjajaja Purnama (Ahok) dari kasus penistaan agama juga kerap dilontarkan oleh para penggunan jejaring ini.
Yang pasti, dari kondisi ini semakin memperlihatkan bahwa sosok Luhut merupakan sosok strategis dalam pemerintahan Jokowi –JK. Terlepas dari jabatannya saat ini sebagai Menko Maritim yang merupakan leading sector terwujudnya visi poros maritim dunia, namanya tetap tercatat dalam sejarah pembangunan maritim Indonesia.
Maju terus Kemaritiman Indonesia, Jalesveva Jayamahe!!