Published On: Sat, Apr 22nd, 2017

Pelaut Senior minta Negara Hadir untuk Benahi KPI

Ilustrasi (Foto: pelautindonesia.info)

MNOL, Jakarta – Term Of References (TOR) Pelaut Senior yang dilayangkan melalui surat resminya Kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) Nomor 013/PS/IV/2017 tertanggal 13 April 2017, meminta negara hadir untuk membenahi organisasi Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) dan memfasilitasi Kongres Luar Biasa (KLB) KPI.

Menurut juru bicara Pelaut Senior, Teddy Syamsuri, hal ini sesuai dengan inti Petisi Pelaut Indonesia pada tanggal 6 Oktober 2015 dan isi Resolusi Pelaut Indonesia 10 Februari 2016.

“TOR tersebut juga diikutsertakan sebagai lampiran yang ditembuskan kepada Bapak Menko Kemaritiman Luhut B Panjaitan, Bapak Mensesneg Pratikno, Bapak Menhub Budi Karya Sumadi cq. Bapak Dirjen Hubla A Tonny Budiono, dan Bapak Menaker Hanif Dhakiri,” terang Teddy di Jakarta (22/4).

Dalam alinea ketiga atau Bab III TOR. Lanjut Teddy berisi soal legitimasi organisasi KPI. Mengutip pernyataan dari Inspector International Transportworkers’ Federation (ITF) Asia Pacific Region Mr. John D Wood di Balikpapan pada 18 Mei 2016, agar organisasi serikat pekerja pelaut Indonesia yang disebut Kesatuan Pelaut Indonesia atau KPI, sejak tahun 1981 dengan nomor anggota 8151 sudah masuk menjadi afiliasi ITF (Federasi Pekerja Transport Internasional).

“Sehingga KPI wajib merealisasikan apa yang menjadi tugas pokok dan fungsinya terhadap pelaut anggotanya,” tambahnya.

Terdapat 8 kewajiban organisasi KPI dari ITF untuk melaksanakannya, antara lain sebagai berikut:  (1) Bersifat mandiri dan demokratis; (2) Mengorganisasikan dan membangun solidaritas pelaut; (3) Pembinaan, perlndungan dan pembelaan pelaut anggota; (4) Mewakili pelaut anggota dalam perundingan industrial (bipartit); (5) Mewakili pelaut anggota dalam forum tripartite nasional dan internasional; (6) Implementasi dan pengawasan norma hubungan industrial; (7) Mitra Pemerintah dalam penyiapan sumberdaya manusia (SDM) pelaut yang professional; dan (8) Marketing SDM pelaut sesuai kompetensi atau standar Internasional.

Selain itu, Inspektur ITF Aspac Region juga mempertegas kepada para agensi pengawakan di seluruh dunia termasuk Indonesia, bahwa azas dasarnya adalah melalui kesepakatan MLC 2006 yang disepakati PBB. Adapun isi dari MLC yang mengatakan bahwa agen pengawakan swasta harus diatur untuk melarang pengenaan biaya bagi pelaut untuk mendapatkan jabatan di kapal, Pengenaan pemotongan illegal dari gaji, dan Praktik menerapkan daftar hitam (black list) bagi individu.
“Pemilik kapal harus memastikan agen pengawakan yang digunakan memenuhi standar,” ungkap Teddy.

Sejarah KPI

Sekalipun Persatuan Pelaut Indonesia (PPI) telah dibentuk pada 28 November 1966, tetapi baru diresmikan pada tanggal 6 Februari 1967, ditandai dengan adanya timbang terima dan penyerahan aset-aset organisasi dari Front Pelaut Indonesia (FPI) yang dibentuk pada November 1964 kepada PPI.

Organisasi PPI adalah wadah tunggal dari gabungan organisasi-organisasi IPB, DAAD, CPAD, IPP, IPPNKA, PELNI, JPB, PP DKI JAYA, IKAPELLA, IKAPELLAD dan CCAIP dengan membuat suatu pernyataan tertulis dalam bentuk “Deklarasi Bersama”. Untuk melegalkan pembentukan PPI maka Dirjen Hubla pada saat itu, Laksamana Muda TNI Haryono Nimpuno, mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang Pengesahan PPI sebagai organisasi tunggal pelaut Indonesia bernomor : DLR.87/2/27 tanggal 29 Maret 1975, dan belum juga dicabut.

“Tercatat dalam arsip data kantor pusat PPI yang saat itu terletak di dalam Kampus AIP Gunungsari, Jakarta Pusat, yaitu bahwa sampai dengan bulan Juni 1975, PPI telah berhasil menyalurkan pelaut anggotanya kekapal-kapal asing sebanyak 5.049 pelaut dalam berbagai jabatan,” beber Teddy.

Demikian juga menyangkut konsolidasi organisasi maka keberadaan PPI telah diakui secara nasional maupun internasional. Semua perangkat PPI di daerah-daerah pun telah terbentuk berdasarkan daerah pelayaran. Ada 9 daerah pelayaran, yakni: Sumatera Utara; Riau; Jakarta; Jawa Timur; Kalimantan Selatan; Sulawesi Selatan; Sulawesi Utara; Maluku; dan Papua (dulu Irian Jaya).

Pada 24 November 1975 Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) membentuk Serikat Pelaut Indonesia (SPI) yang dibentuk berdasarkan kepada pengintegrasian serikat-serikat buruh anggota FBSI dalam polarisasi menurut Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP) atau profesi. SPI merupakan penggabungan dari Serikat Buruh Pariwisata, Serikat Buruh Transport, dan Serikat Buruh Karyawan Maritim Indonesia yang didalamnya termasuk unsur pelaut.

Sambung Teddy, adanya 2 organisasi untuk pelaut, yakni PPI dan SPI, kerap menimbulkan hambatan dan kekaburan wewenang tugas di lapangan terutama dalam menangani masalah ketenagakerjaan pelaut dan yang jelas-jelas akan berdampak kepada terpolarisasinya pelaut Indonesia dalam kepentingan-kepentingan di luar organisasi.

“Dari kedua organisasi ini juga, maka PPI-lah yang memiliki aset organisasi terbesar dan lengkap perangkat organisasinya dari pusat sampai ke daerah-daerah. Eksistensinya PPI tidak terlepas dari peran penting para pembinanya baik pusat maupun daerah, terutama para Kepala Daerah Pelayaran (Kedapel) I s/d IX (9 daerah pelayaran),” ulasnya.

Berpijak dari kesadaran untuk menghilangkan dualisme organisasi dan komitmen akan persatuan maupun kesatuan serta kesamaan visi dan misi, maka timbul gagasan untuk berusaha menyatukan kedua organisasi tersebut dalam satu wadah sehingga benar-benar dapat melaksanakan tugas untuk pembinaan dan perlindungan kepada pelaut secara lebih efisien maupun efektif.

Didahului dengan ikrar bersama Pengurus PPI dan SPI pada tanggal 20 Februari 1976. Berikutnya pada tanggal 27 April 1976, ditandatanganilah dokumen penyatuan SPI dan PPI dalam suatu “Deklarasi Pelaut Indonesia” oleh wakil-wakil pelaut dari SPI dan PPI.

Dengan demikian secara resmi Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) telah terbentuk. Kemudian pada tanggal 28 s/d 29 April 1976 dilaksanakanlah Musyawarah Nasional Pelaut (MNP) Indonesia di Hotel Lembah Nyiur, Cisarua, Bogor, dengan menghasilkan kepengurusan pusat KPI periode 1976-1981.

“Itulah ringkasan yang sekiranya perlu diperhatikan oleh para pemangku kebijakan dan stakeholder maritim Indonesia. Sehingga perlu pembenahan bagi organisasi KPI saat ini agar selaras dengan visi pemerintah untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia,” pungkas Teddy.

(Adit/MN)

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

alterntif text
Connect with us on social networks
Recommend on Google
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com