Direktur Namarin Siswanto Rusdi (tengah). Sumber Foto: Dok Pribadi
MN, Jakarta – Masih soal polemik penenggelaman kapal ikan pelaku Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing yang dilakukan oleh KKP dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, berbagai respons dari para pakar kemaritiman terus mengalir. Menurutnya, semua tindakan harus mengacu pada landasan hukum yang jelas, terutama aturan internasional.
Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia perlu memiliki Peradilan Perikanan guna mencegah terjadinya IUU Fishing.
“Pada prinsipnya setiap kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan maksud untuk kegiatan industri, wajib didaftar (registered) dalam daftar kapal penangkap ikan sesuai konvesi Torremolinos on the Safety of Fishing Vessels tahun 1993. Dengan demikian semua kapal terdaftar dan legal,” ujar Siswanto.
Namun ulasnya, yang jadi pertanyaan sudahkah KKP memiliki daftar kapal penangkap ikan atau Fishing Vessel Register? Di mana daftar itu Terkait aspek legalitas kapal dan awaknya.
Selanjutnya setiap kapal yang terdaftar wajib melaporkan (reporting) kegiatan penangkapan ikan di wilayah yang telah ditentukan. Lalu pertanyaan darinya ialah, sudahkah KKP mempunyai institusi yang menerima dan mencatat laporan hasil penangkapan ikan?
“Biasanya dilakukan di Tempat Pendaratan & Pelelangan Ikan (Fish Markets), terkait kuota dan kualitas hasil tangkapan,” beber Siswanto.
Kegiatan penangkapan ikan harus diatur (regulated) disesuaikan dengan siklus berkembang biaknya ikan, kawasan penangkapan (fishing ground), dan potensi konflik dengan nelayan tradisional. Sudahkah KKP memiliki instrumen pengaturan untuk hal-hal tersebut? Tentunya hal itu juga menyangkut koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, kelestarian lingkungan laut dan perlindungan terhadap kegiatan nelayan tradisional..
“Dari ketiga acuan legalitas itu, mungkin bisa dipertanyakan alasan apakah yang dijadikan dasar untuk menenggelamkan kapal penangkap ikan oleh KKP,” tandas dia.
Spesifikasi Kapal Ikan
Lebih lanjut, pria berdarah Minangkabau ini menyatakan bahwa keselamatan kapal penangkap ikan perlu diatur dengan konvensi tersendiri karena ukurannya tidak sebesar kapal niaga dan harus bermanuver mengejar (chasing) ikan.
“Kapal berangkat berlayar dalam keadaan kosong dan kembali dengan hasil tangkapan dan tidak memiliki load line (garis muat) karena memang bukan alat angkut,” jelasnya.
Begitu juga kapal ikan dengan daerah pelayarannya tidak ditentukan seperti kapal niaga dan memiliki 2 nakhoda menjadi bukti bahwa pelayaran ini harus diatur tersendiri.
“Jadi pada intinya pemerintah Indonesia harus memiliki hukum yang mengacu pada hukum internasional soal mekanisme kapal ikan,” terangnya.
Ia berharap ke depan kapal-kapal pelaku IUU Fishing itu tidak serta merta ditenggelamkan tetapi bisa digunakan oleh nelayan Indonesia yang diserahkan melalui koperasi nelayan.
(Adit/MN)
Jakarta (Maritimnews) - Dalam rangka mewujudkan PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IDX:IPCC) sebagai pemimpin ekosistem…
Teluk Bayur (Maritimnews) - Dalam rangka meningkatkan dan memastikan kondisi fasilitas di pelabuhan Teluk Bayur…
Makassar (Maritimnews) - PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo Regional 4 punya cara tersendiri untuk…
Pontianak (Maritimnews) - Selama tahun 2025, Kantor Wilayah Bea dan Cukai Kalimantan Barat dalam menjalankan…
Papua (Maritimnews) - Dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Pelabuhan Korido dan sekitarnya telah diselenggarakan…
Oleh: Dayan Hakim NS* Istilah ESG (Environmental, Social, and Governance) saat ini sedang ramai diperbincangkan…