Published On: Sat, Feb 17th, 2018

Kembangkan Indeks Kesehatan Terumbu Karang, CTI-CFF Dukung Terus Konservasi Terumbu Karang Indonesia

Prof Suharsono - Ahli Terumbu Karang Indonesia

Ahli Terumbu Karang Indonesia, Prof Suharsono.

MN, Manado Sekretariat Regional Prakarsa Segitiga Karang untuk Terumbu Karang, Perikanan dan Ketahanan Pangan (CTI-CFF) bekerjasama dengan Komisi Nasional CTI-CFF Indonesia, yang diwakili oleh Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggelar acara “Presentasi Indeks Kesehatan Terumbu Karang Indonesia” yang disampaikan oleh Peneliti Senior LIPI yang juga ahli karang ternama Indonesia, Prof. Dr. Suharsono, APU di Gedung CTI Centre, Manado beberapa waktu yang lalu.

Indeks kesehatan terumbu karang di Indonesia dikembangkan berdasarkan data yang dihasilkan dari kegiatan pemantauan terumbu karang yang dilakukan di perairan Indonesia pada kurun waktu 2014-2016 dalam program Coral Rehabilitation and Management Program Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI) dari 366 stasiun pengamatan yang terdapat di 32 lokasi yang tersebar dari wilayah Barat hingga Timur Indonesia yang diterjemahkan menjadi Indeks Kesehatan Terumbu Karang Indonesia.

Indeks kesehatan Terumbu Karang yang dimaksud dapat dijadikan dasar untuk menentukan tingkat kesehatan sebuah ekosistem terumbu karang di sebuah kawasan/negara.  Menurut Prof. Suharsono, hanya beberapa negara di dunia yang memiliki indeks kesehatan terumbu karang.

“Indeks Kesehatan Karang sangat diperlukan untuk manajemen pengelolaan terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya, terlebih bagi Indonesia memiliki luas terumbu karang sekitar 51.000 km2 atau sekitar 14% dari total karang dunia,” ujar Prof. Suharsono.

Prof Suharsono melanjutkan bahwa upaya yang dilakukan secara terus menerus oleh Pemerintah Indonesia sejak beberapa dekade lalu, telah menuai hasil dan memiliki tren positif. Data hasil monitoring yang dilakukan oleh LIPI melalui Program COREMAP-CTI menunjukkan bahwa kondisi dan status terumbu karang Indonesia memiliki kecenderungan positif atau meningkat lebih baik.

Sementara itu, Direktur Eksekutif CTI-CFF, Prof. Dr. Widi A. Pratikto, mengatakan, “Indeks Kesehatan Karang Indonesia adalah salah satu upaya pelestarian ekosistem terumbu karang melalui kegiatan monitoring dan evaluasi berkala yang harus disikapi secara positif dalam perspektif kawasan segitiga terumbu karang. Langkah ini bisa menjadi contoh bagi lima negara anggota CTI-CFF lainnya, yaitu Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Solomon Islands, dan Timor-Leste.”

Dalam presentasi dialogis yang dihadiri oleh pemangku kepentingan di Sulawesi Utara, diungkapkan bahwa terumbu karang dan biota laut memiliki nilai ekonomis tinggi, tetapi sekaligus merupakan ekosistem yang sangat rentan terhadap kerusakan.

Nilai indeks kesehatan terumbu karang sendiri terdiri atas dua komponen utama, yaitu komponen bentik dan komponen ikan terumbu karang.  Komponen bentik terdiri dari faktor kondisi terkini yang dihitung berdasarkan variabel tutupan karang hidup dan faktor tingkat resiliensi/potensi pemulihan yang dihitung berdasarkan tutupan fleshy seaweed serta tutupan pecahan karang (rubble).

Sedangkan komponen ikan terumbu karang, variabel yang digunakan adalah variabel total biomassa ikan ekonomis penting (terdiri dari 7 famili: Scaridae, Siganidae dan Acanthuridae, Serranidae Lutjanidae, Lethrinidae, dan Haemulidae).

Berdasarkan kedua komponen di atas (bentik dan ikan terumbu karang), maka nilai indeks kesehatan terumbu karang akan berada dalam rentang nilai 1-10 atau dapat diterjemahkan dengan tutupan tinggi, sedang, dan rendah.  Semakin sehat terumbu karangnya, maka semakin tinggi nilainya.

Secara umum nilai indeks terumbu karang Indonesia berada pada nilai 5, 6, atau 3.  Meskipun demikian terdapat setidaknya lima stasiun pengamatan dalam kondisi nilai indeks 10 (sangat baik) dan empat belas stasiun dalam nilai 1 (sangat jelek).

Sementara itu, Prof. Suharsono berharap tren positif status terumbu karang akan lebih meningkat lagi dengan adanya Indeks Kesehatan Terumbu Karang. Indeks tersebut disusun berdasarkan data dan akumulasi pengalaman yang telah dimiliki LIPI selama bertahun-tahun dalam bidang riset dan monitoring terumbu karang di hampir seluruh perairan di Indonesia.

Program COREMAP Fase III berlangsung dari tahun 2017 hingga akhir 2020 terdiri dari kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas kelembagaan dalam bidang riset dan monitoring ekosistem pesisir (terumbu karang, lamun dan mangrove), serta kapasitas pengelolaan data dan informasi, baik nasional maupun daerah.

Hasil yang dicapai dari kegiatan COREMAP sejak fase 1 sampai dengan fase 3 saat ini telah dimanfaatkan oleh para stakeholder terkait, antara lain untuk pembaruan data dan informasi kondisi kesehatan terumbu karang serta lamun di seluruh perairan Indonesia yang dilakukan setiap tahun.

About the Author

- Redaktur

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com