Published On: Wed, Jun 20th, 2018

Kecelakaan Kapal Beruntun, PP GMKI: Ganti Dirjen Hubla!

Foto: PP GMKI ketika bersama Wapres Jusuf Kalla/ Net

MN, Jakarta – Dalam satu minggu ini, rakyat Indonesia merasakan dukacita karena kecelakaan tiga kapal di Sumatera Selatan, Makassar, dan Danau Toba. Pada tanggal 13 Juni 2018, sebuah kapal cepat bermuatan 30 penumpang dilaporkan tenggelam di perairan Sungai Kong, Sumatera Selatan (Sumsel), terdapat 27 orang selamat dan 3 korban meninggal.

Pada hari yang sama, terjadi juga kecelakaan kapal di perairan Makassar. Terdapat 73 penumpang, sebanyak 16 orang di antaranya meninggal dunia, 55 orang selamat. Dan terakhir pada hari Senin, 18 Juni 2018, terjadi kecelakaan KM Sinar Bangun di Danau Toba, jumlah penumpang diperkirakan berjumlah 192 orang, 18 orang selamat, 2 ditemukan meninggal, dan sekitar 170-an korban masih hilang dan dalam pencarian.

“GMKI melihat adanya beberapa kesalahan prosedur dan penanganan yang mengakibatkan banyaknya korban kecelakaan yang meninggal dan hilang, antara lain kelaiklautan kapal tidak terpenuhi karena muatan kapal melebihi kapasitas serta alat pelampung dan sekoci yang tidak sesuai dengan jumlah penumpang,” ujar Ketua Umum PP GMKI, Sahat Martin Philip Sinurat dalam siaran persnya yang diterima redaksi, Rabu, (20/6).

Menurut Sahat, ada kesengajaan, ketidaktahuan, ataupun pembiaran dari pihak pemilik kapal, nahkoda, Otoritas Pelabuhan/Unit Pengelola Pelabuhan, dan Syahbandar sehingga kapal yang tidak layak berlayar dapat tetap berlayar.

“Kami juga menyayangkan adanya pemberhentian sementara pencarian di hari pertama karena alasan hari yang sudah malam dan kondisi alam. Keputusan ini tidak bisa ditolerir dan harus dipertanggungjawabkan karena secara sengaja membiarkan banyaknya korban yang masih mengapung sepanjang malam,” tegasnya.

Sahat yang merupakan alumni Program Magister Studi Pembangunan ITB dengan spesifikasi pengelolaan wilayah pesisir dan laut itu menjelaskan bahwa Undang-Undang no.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menyatakan bahwa pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.

Selanjutnya, keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim.

“Kami melihat adanya pelanggaran terhadap UU No. 17 Tahun 2018 tentang Pelayaran dan beberapa peraturan perundang-undangan lainnya dimana sistem pelayaran yang melingkupi standarisasi kapal, kelaiklautan kapal, kepelabuhan, standarisasi nakhoda dan awak kapal, manajemen keamanan dan keselamatan pelayaran, sistem pencarian dan penyelamatan, serta unsur-unsur lainnya tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku,” bebernya.

Sementara itu, Sekretaris Umum PP GMKI Alan Christian Singkali juga menyampaikan dukacita yang mendalam kepada keluarga para korban meninggal dan dukungan serta doa kepada keluarga korban yang masih hilang.

“Harus ada audit secara menyeluruh terhadap sistem pelayaran di Indonesia yang sesuai dengan Undang-Undang Pelayaran dan peraturan-peraturan lainnya, baik dalam sistem pelayaran laut, sungai, dan danau,” tegas Alan.

Alan juga mengingatkan bahwa peristiwa yang terjadi di Sumsel, Makassar, dan Danau Toba ini masih dalam lingkup arus mudik-balik Lebaran.

“Membludaknya jumlah penumpang sehingga melebihi kapasitas kapal harus menjadi evaluasi khusus terkait ketersediaan fasilitas moda transportasi khususnya transportasi air di seluruh Indonesia khususnya di luar Jawa,” kata alumni Universitas Hasanuddin tersebut.

Dalam siaran pers ini, Pengurus Pusat GMKI meminta adanya perbaikan sistem pelayaran di Indonesia. Sebagai langkah awal, harus ada perombakan struktural dan fungsional dan harus ditempatkan orang-orang yang memahami sistem pelayaran.

“Kami meminta perombakan besar-besaran, mulai dari posisi Dirjen Perhubungan Darat dan Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub, Basarnas, hingga ke struktur terkait di tingkat provinsi dan kabupaten/kota,” pungkas Alan.

“Pemerintah juga harus memberikan pendidikan maritim sejak usia muda kepada masyarakat. Selain itu harus dirancang sistem tanggap darurat serta sistem pencarian dan penyelamatan (search and rescue) yang terintegrasi dan melibatkan unsur pemerintah dan masyarakat khususnya di daerah rawan bencana/kecelakaan pelayaran. Sehingga apabila terjadi kecelakaan kapal, masyarakat dapat terlibat aktif dalam tanpa harus menunggu kedatangan tim SAR dari pemerintah,” ujar Sahat menutup siaran pers tersebut. (hsn)

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com