Categories: EkonomiHLTerbaru

Kiara Tuntut Perusahaan Rantai Nilai Pangan Laut Lindungi Hak Pekerjanya

Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati.

MN, Jakarta – Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan kenaikan angka ekspor udang Indonesia. Pada 2015, ekspor udang bernilai 1.124 juta USD, tahun 2016 nilainya mencapai 1.227 juta USD, dan di 2017 nilainya mencapai 1,351 juta USD.

“Dengan besarnya nilai ekspor udang, hal ini seharusnya membawa kesejahteraan bagi para penambak dan pekerja di sektor pengolahan pangan laut. Namun faktnya justru berkebalikan. Yang mendapatkan untung besar adalah perusahaan-perusahaan pengolahan pangan laut,” ujar Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Pangan (KIARA) Susan Herawati.

KIARA merupakan salah satu anggota Aliansi Pangan Laut berkelanjutan Indonesia (Aliansi) bersama dengan Institut Sosial Buruh Surabaya (ISBS), Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Aliansi meluncurkan laporan yang bertajuk “Tanggung Jawab Supermarket Terhadap Hak-Hak Pekerja di Rantai Pasok: Tantangan Yang Belum Selesai Dalam Rantai Pasok Pangan Laut dan Desakan Bagi Supermarket Untuk Melakukan Upaya Lebih” pada Kamis, 28 Juni 2018.

Laporan tersebut bertujuan mendorong upaya perlindungan dan perbaikan kesejahteraan terhadap para pekerja dalam rantai produksi dan pasokan pangan laut dengan memanggil perusahaan pengolahan pangan laut serta distributor pangan, terutama supermarket yang memasarkan produksi pangan laut dari Indonesia untuk lebih bertanggung jawab terhadap nasib pekerja di rantai pasoknya.

Laporan ini disusun oleh Aliansi Pangan Laut Berkelanjutan di Indonesia untuk konteks Indonesia yang ditulis bersama Oxfam Internasional dengan temuan antara lain:

  • Supermarket baik di Amerika Serikat dan Eropa tetap meningkatkan jumlah harga yang harus dibayar oleh konsumen, dalam beberapa kasus sebesar 50 persen, namun bagian yang didapatkan oleh pekerja dan petambak kurang dari 5 persen.
  • Penambak maupun pekerja di rantai nilai pangan laut, melaporkan bahwa perusahan pengolahan tersebut melanggar hak normatif para pekerja, seperti tidak adanya kontrak kerja yang jelas, kontrak pekerja outsourcing, jam kerja yang melebihi beban, upah yang sangat minimum, serta tidak adanya kebebasan untuk berserikat.
  • Pekerja perempuan di industri pengolahan udang memiliki posisi paling rentan dari isu ketenagakerjaan seperti upah layak, jaminan kesehatan, hak cuti hamil dan melahirkan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Bahkan salah satu mantan pekerja bernama Tutut melaporkan pada aliansi di perusahaan pengolahan udang di Indonesia mengatakan pekerja perempuan jika diketahui hamil tidak akan bekerja di perusahaan.“Ketika saya bergabung, saya harus tandatangan perjanjian. Ada tes urin di pabrik. Hasilnya dibawa ke rumah sakit, saya nggak pernah ditanya, tapi dari pengalaman sebelumnya, saya nggak diperbolehkan untuk hamil, ketika tandatangan kontrak mereka juga nanya alat kontrasepsi apa yang saya pakai. Saya terbukti tidak hamil jadi saya boleh bekerja,” ujarnya salah satu pekerja yang diwawancarai oleh Aliansi tersebut.

“Pelanggaran HAM di sektor pengolahan pangan laut adalah ironi di negara hukum seperti Indonesia. Kami meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan ini,” ujar Direktur ISBS Domin Dhamayanti.

Dalam konteks ini, pemerintah telah memiliki sejumlah peraturan perundangan yang mengikat, diantaranya adalah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di dalam sektor perikanan, Indonesia sudah memiliki Peraturan Menteri  Kelautan dan Perikanan No. 35 tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia Pada Usaha Perikanan.

Rekomendasi lain yang dikeluarkan oleh Aliansi, antara lain:

  • Berkomitmen secara terbuka untuk mematuhi undang-undang di Indonesia, khususnya aturan perundangan di bidang ketenagakerjaan yang melindungi kesejahteraan dan hak para pekerja pangan laut Indonesia, dan untuk meningkatkan kebijakan dan praktik perusahaan dalam hal berikut:
    • hak pekerja perempuan yang hamil untuk tetap bekerja dan mendapat cuti melahirkan; hak pekerja perempuan untuk memperoleh cuti haid jaminan kesehatan, perawatan kesehatan, keselamatan dan kesehatan kerja;
    • keamanan kerja dan kontrak yang adil dan transparan, menghentikan praktik perekrutan ilegal, outsourcing, kontrak sementara dan magang;
    • jam kerja sesuai dengan aturan ketenagakerjaan; membayar pekerja minimal sesuai dengan upah minimum;
    • akses pekerja ke serikat buruh.
  • Memastikan sistem dan penelusuran produk pangan laut yang transparan kepada pemerintah, pekerja, penambak ikan, dan konsumen.
  • Mengadvokasi dan mendukung pemerintah untuk meratifikasi konvensi ILO 188, menerapkan, serta menegakkan hukum dan peraturan Indonesia yang sudah ada, melindungi kesejahteraan dan hak para petambak dan pekerja sektor pangan laut di kapal dan pabrik pengolahan dengan adanya komitmen pemerintah Indonesia terkait pelaksanaan prinsip-prinsip Bisnis dan HAM.

Menurut Genta (KPI), selama setahun ini, Aliansi telah melakukan berbagai upaya untuk memetakan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam rantai pasok, termasuk mendiskusikannya dengan kementerian-kementerian terkait.

Oleh karena itu, Aliansi meluncurkan kampanye “DI BALIK BARCODE” untuk mendesak seluruh perusahaan di rantai nilai pangan laut serta meminta seluruh elemen masyarakat terlibat aktif memantau dan mengawal penegakan hukum demi kesejahteraan pekerja dan hak-hak pekerja yang terlindungi.

“Aliansi ini melakukan upaya kampanye ini  untuk mewujudkan keadilan dan meningkatkan kesejahtaraan para pelaku yang terlibat dalam rantai pasok pangan laut termasuk konsumen,” tutur Sudaryatmo (YLKI).

A.P Sulistiawan

Redaktur

Share
Published by
A.P Sulistiawan

Recent Posts

Nataru 2025/26, Pelabuhan Priok Hadirkan PIJAR

Jakarta (Maritimnews) - Kolaborasi program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) antara PT Pelindo Regional…

1 day ago

Refleksi Akhir Tahun, ISI Usung Visi Jadi Think Tank Teratas

Selain mengusung beberapa agenda seperti visi menjadi lembaga Think Tank teratas di Indonesia, acara juga…

5 days ago

Pelabuhan Tanjung Priok Siap Layani Arus Penumpang Nataru 2025–2026

Jakarta (Maritimnews) - PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Pelindo Regional 2 Tanjung Priok menyatakan kesiapan penuh…

7 days ago

Pengamat Keamanan Maritim Tekankan Pentingnya Keamanan Maritim sebagai Pilar Strategi Diplomasi Biru Indonesia

MN, Jakarta - Setelah meratifikasi Biodiversity Beyond National Jurisdiction (BBNJ) atau Keanekanragaman Hayati di Luar…

1 week ago

Nataru 2025 – 2026, SPMT Pastikan Pelayanan Optimal

Medan (Maritimnews) - Subholding PT Pelindo Multi Terminal (SPMT) memastikan seluruh layanan terminal di berbagai…

1 week ago

AHY Tinjau Pelabuhan Priok Hadapi Nataru 2025 – 2026

Jakarta (Maritimnews) - Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meninjau…

1 week ago