Gaji Almarhum ABK Perikanan Tidak Dibayar Lunas, Sang Istri Lapor ke AP2I
Tegal (Maritimnews) – Istri Awak Kapal Perikanan (AKP) berinisial S (45) baru-baru ini melapor ke Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (DPP-AP2I) Tegal. Warga Desa Kagok, Slawi, Kab. Tegal itu menyambangi kantor AP2I lantaran almarhum suaminya belum menerima gaji dari perusahaan pemilik kapal tempatnya bekerja hingga meninggal.
S kepada AP2I menceritakan bahwa almarhum suaminya, Sutoro, kelahiran Tegal 1 Juni 1966 sebelumnya pernah bekerja di luar negeri sebagai awak kapal pada kapal penangkap ikan FV. Pescamaro Uno. Sang suami berangkat melalui perusahaan keagenan awak kapal PT. Casa Del Mar yang berkantor di daerah Mejasem, Tegal, dengan Perjanjian Kerja Laut (PKL) selama 18 bulan terhitung sejak 4 Maret 2018.
“Almarhum suami saya pulang ke Indonesia pada tanggal 18 Desember 2019 sebagaimana bukti stempel dari imigrasi pada dokumen paspornya. Artinya suami saya sudah finish kontrak, bahkan lebih beberapa hari,” tuturnya kepada AP2I.
Ia menambahkan, pasca almarhum suaminya pulang ke Indonesia, sudah beberapa kali mendatangi kantor perusahaan untuk meminta sisa gajinya tersebut. Namun naas pihak perusahaan hanya memberi janji kosong. Kendati tetap dikasih uang, namun jumlahnya tidak seberapa.
“Setelah suami saya meninggal dunia, saya dua kali datang ke kantor perusahaan, pertama hanya ditemui oleh pembantunya dan katanya pimpinan perusahaan dan istrinya sedang pergi. Yang kedua ketemu, tetapi hanya istrinya yang menemui saya, sedangkan Pak Indra selaku pimpinan perusahaan ada di dalam tapi tidak menemui saya. Istrinya pun hanya bilang jika sisa gaji suami saya belum dikirim dari luar negeri,” jelasnya.
Berdasarkan salinan PKL yang diserahkan oleh S kepada AP2I, diketahui bahwa almarhum Sutoro dipekerjakan di atas kapal dengan jabatan sebagai 2nd Cook, dengan gaji bulanan sebesar 500 dolar AS dan bonus sebesar 1 dolar AS, dengan masa jaminan gaji selama 3 bulan yang diambil langsung oleh Jorge Etchart Representatives LTD dan akan dikembalikan setelah selesai masa kontrak kerja selama 3 kali dalam waktu 3 bulan.
Dari beberapa dokumen yang diserahkan oleh S kepada AP2I, ada satu dokumen yang menurut S dibuat oleh perusahaan bahwa sisa hak almarhum suaminya adalah berupa gaji selama 2 bulan 11 hari dan uang jaminan sebanyak 3 bulan gaji.
Dalam dokumen tersebut tertulis kurs dolar saat itu adalah Rp13.775 per 1 dolar AS. Maka jika dijumlahkan adalah: 2.683.333 dolar AS x Rp13.775 = Rp36.962.916.
Lanjut, kata S, berdasarkan rekening koran yang ia minta pada Bank BRI, selama almarhum suaminya bekerja sampai pulang di rekening koran tersebut memiliki uang masuk dengan total sebesar Rp67.593.300.
Asumsinya, jika dihitung gaji bulanan 500 dolar AS x 18 bulan masa kontrak kerja = 9.000 dolar AS x Rp13.775 = Rp123.975.000 dan jika dikurangi uang yang sudah masuk ke rekening Rp67.593.300 maka menjadi Rp56.381.700. Artinya, kemungkinan sisa hak almarhum suaminya masih sekitar 56 juta lebih, bukan hanya 36 juta lebih.
Terakhir, kedatangan S kepada AP2I adalah untuk meminta bantuan agar AP2I bisa membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. Pasalnya, menurut dia, pihak perusahaan sudah tidak kooperatif dan selalu menjanjikan, tetapi sampai detik ini belum terealisasi atau belum membayarkan sisa hak dari almarhum suaminya.
“Saya punya anak yang harus dihidupi, apalagi sekarang bapaknya si anak sudah enggak ada, jadi beban saya makin berat untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi saya minta bantu AP2I segera bisa menuntut perusahaan agar membayar sisa hak almarhum suami saya,” pungkasnya.
Berdasarkan pengaduan tersebut, berbekal surat kuasa dan bukti-bukti pendukung, pengurus AP2I berencana untuk mendampingi istri almarhum untuk menemui pimpinan perusahaan guna melakukan musyawarah terlebih dahulu.
“Tetapi jika musyawarah tidak membuahkan hasil, maka AP2I akan melakukan upaya hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menuntut perusahaan agar membayarkan sisa hak dari almarhum Sutoro,” tegas Ketua Umum AP2I Imam Syafi’i. (*)




















