Politikus Gerindra Ini ‘Cium’ Aroma Tak Sedap di Proyek Bendungan Wadas

 

Anggota Dewan Pakar Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono.

 

Jakarta (Maritimnews) – Pembangunan Bendungan Bener di wilayah Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, masih menjadi polemik hingga saat ini. Sejumlah pihak menduga proyek senilai Rp2,1 triliun itu sarat kepentingan pribadi dan kelompok.

Dugaan itu juga dilontarkan oleh Bambang Haryo Soekartono. Politikus Partai Gerindra ini mempertanyakan urgensi pembangunan Bendungan Bener dengan menggusur wilayah Desa Wadas yang subur dan menjadi sumber penghidupan bagi warganya turun-temurun.

“Saya menduga ada konspirasi dan unsur KKN untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu dalam proyek tersebut. Sebab dlihat dari berbagai segi, proyek itu sebenarnya tidak layak, terlalu dipaksakan,” kata Bambang kepada Maritimnews, Minggu (24/4/2022).

Menurut dia, di wilayah Purworejo, Wonosobo dan Kulonprogo sangat berlimpah air dari sejumlah sungai. Bahkan sudah ada tiga bendungan atau waduk di sekitar Desa Wadas, seperti Waduk Wadaslintang yang berjarak sekitar 25 km dengan volume sekitar 500 juta m3. Waduk ini sudah berfungsi sejak tahun 1998 (era Presiden Soeharto).

Selain itu, lanjut Bambang Haryo, ada Waduk Mrica yang bervolume sekitar 47 juta m3 serta Waduk Sempor dengan volume 56,7 juta m3 yang berjarak sekitar 50 km dari wilayah Desa Wadas.

“Ketiga waduk tersebut sudah berfungsi sebagai irigasi, air baku dan pembangkit tenaga listrik di wilayah Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, dan bahkan sebagian Kulonprogo,” ujar anggota DPR RI periode 2014-2019 ini.

Sedangkan volume Waduk Bener yang sedang dalam pembangunan sangat besar sekitar 90 juta m3 yang sampai saat ini belum direncanakan manfaatnya untuk irigasi wilayah mana. Bahkan fungsi air baku dari waduk ini hanya digunakan untuk Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) dan penanggulangan banjir di wilayah Purworejo.

“Perencanaan proyek ini terkesan terlalu dipaksakan dan asal-asalan karena irigasi di wilayah Purworejo dan Kulonprogo sudah sangat sempurna dialiri dari berbagai sumber air sungai,” ungkap Bambang Haryo yang juga biasa disapa BHS.

Bahkan, tuturnya, di wilayah Kecamatan Wadaspun semua sawah sudah berfungsi secara penuh untuk mendapatkan air 24 jam setiap hari dari Sungai Pelus, termasuk juga wilayah Magelang dan Kebumen.

“Air bakupun dikatakan untuk YIA, padahal bandara itu diapit oleh hilir atau muara dari sumber Sungai Bogowonto dan Sungai Serang yang mempunyai air baku yang sangat melimpah dan malah dikhawatirkan akan memberikan dampak banjir di kawasan YIA,” jelas BHS.

Kementerian PUPR bahkan berencana membangun long storage (kolam retensi) untuk penambungan air serta pengerukan dan pelebaran sungai di muara Sungai Bogowonto dan Sungai serang yang mengapit bandara tersebut.

“Tentunya ini bisa dimanfaatkan sebagai air baku untuk bandara itu, lalu air baku dari Waduk Wadas untuk YIA buat apalagi?” tegasnya.

Anggota Dewan Pakar Gerindra ini menambahkan, Waduk Wadas dikatakan untuk mencegah banjir di wilayah Purworejo juga tidak tepat. Sebab Purworejo berada di bawah waduk itu sehingga tidak tepat posisi waduk dibandingkan lokasi banjir yang berada di bawah waduk tersebut.

“Harusnya terbalik, waduk penampungan berada di bawah lokasi banjir, sebab bila bendungan waduk dengan ketinggian sekitar 150-200 meter itu jebol maka air waduk bisa menenggelamkan seluruh Kabupaten Purworejo, bahkan Kulonprogo,” beber dia.

Mantan Ketua Bidang Infrastruktur Kadin ini heran waduk yang dibangun oleh dua kontraktor yakni PT Waskita Karya dan PT PP membangun dua sisi dinding yang sama tapi PP menggunakan bahan baku andesit untuk pondasi, sedangkan Waskita tidak menggunakan andesit untuk membangun dasar dan sisi dinding lainnya.

“Mengapa untuk mendapatkan andesit harus merusak Desa Wadas yang sudah makmur dan ekosistemnya bagus, bahkan memanipulasi informasi dan mengintimidasi rakyat di desa itu,” ungkapnya lagi.

Dia khawatir ada pihak yang tidak sekadar menginginkan batu andesit yang dikenal sebagai serat emas. Proyek Wadas ini dinilai tidak ada manfaatnya seperti beberapa proyek yang dibangun akhir-akhir ini, termasuk long storage Kali Mati di Sidoarjo.

Sejak rampung tahun 2019 hingga saat ini, ungkap BHS, proyek long storage yang menelan biaya sekitar Rp500 miliar dan berkapasitas 4 juta m3 itu tidak dimanfaatkan sama sekali untuk irigasi air baku atau lainnya.

“Pemerintah harus ingat APBN berasal dari uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok,” tandasnya. (*)

maritimnew

Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Share
Published by
maritimnew

Recent Posts

Bangkitkan Kesadaran, Koperasi KSTKBM Gelar Sosialisasi APD Tahun 2025

Jakarta (Maritimnews) - Dalam rangka penerapan program K3 sekaligus membangkitkan kesadaran pekerja, Koperasi Karya Sejahtera…

7 hours ago

UPP Tanjung Redeb Gelar Sosialisasi Perkuat Implementasi Inaportnet

Tanjung Redeb (Maritimnews) - Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan transparansi layanan kepelabuhanan, Kantor Unit Penyelenggara…

22 hours ago

Kisah Seorang Pahlawan dari Samudera, KETIKA LAUT TAK LAGI MEMANGGIL

  Catatan kecil dari Klinik Sentra Maritim Medika di Hari Pahlawan oleh: Wisnu Wardana (Kepala…

4 days ago

CMA CGM Foundation Peduli Dunia Pendidikan Indonesia 

Jakarta (Maritimnews) - CMA CGM Foundation menunjukkan kepedulian terhadap masa depan anak Indonesia dengan melakukan…

6 days ago

BKKP Kemenhub Raih ISO 9001:2015 Quality Management System

Jakarta (Maritimnews) - Balai Kesehatan Kerja Pelayaran (BKKP) Kementerian Perhubungan meraih sertifikasi ISO 9001:2015 untuk…

1 week ago

Sepanjang Tahun 2025, Pendonor Darah Sukarela TPK Koja Capai 225 Kantong

Jakarta (Maritimnews) - KSO Terminal Petikemas Koja (TPK Koja) bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia…

1 week ago