Ini Kata Dirjen Hubla Soal Pelabuhan Priok yang Berwawasan Lingkungan
Jakarta (Maritimnews) – Sebagai langkah mewujudkan Pelabuhan Tanjung Priok berwawasan lingkungan (ecoport), pihak Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok telah berinisiatif mengadakan Focus Group Discussion (FGD) Potensi Energi terbarukan di Pelabuhan Tanjung Priok bertema “Pengelolaan Konsumsi Energi dan Perubahan Iklim” guna menampung masukan serta saran dari pemberi kebijakan, regulator maupun para pakar serta stakeholder terkait, Selasa (11/8) di Jakarta.
Dalam kata sambutan sekaligus membuka acara FGD tersebut, Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Ir Arif Toha Tjahjagama, DEA menyatakan, sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki lebih dari 20 pelabuhan besar yang akan terus dikembangkan, terutama dari sisi infrastruktur dan fasilitas sehingga memerlukan adanya pembangunan. Pembangunan dan pengembangan pelabuhan tersebut dilakukan karena tuntutan zaman menjadikan pelabuhan semakin canggih.
Tak hanya itu, kebutuhan manusia yang selalu dinamis pun menjadi sebab pembangunan fasilitas pelabuhan secara terus-menerus mengingat bahwa pelabuhan merupakan gerbang utama logistik suatu daerah.
Untuk melakukan pembangunan pelabuhan berarti membangun dan mengubah kawasan pesisir, terdapat beberapa dampak negatif sebagai akibat dari pembangunan kawasan pesisir. Pembangunan pesisir pada tahap konstruksi dan operasional menyebabkan menurunnya kualitas perairan laut, kualitas udara, terjadinya perubahan pola arus, abrasi dan sedimentasi serta terganggunya kehidupan biota yang ada di sekitar dermaga.
Menilik berbagai dampak di atas, maka pembangunan pelabuhan dengan konsep konvensional tidak dapat dipertahankan lagi. Sebelum kondisi kawasan pesisir semakin terancam, maka sudah sepatutnya kita memperhatikan keberlanjutan dalam pembangunan atau pengembangan pelabuhan dimulai dari sekarang.
Green Port atau Pelabuhan Berwawasan Lingkungan atau Eco Port, adalah istilah pelabuhan yang dalam manajemen dan operasionalnya memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan terutama lingkungan, jadi bukan hanya berbasis kepada profit/keuntungan secara bisnis semata.
Menurut rekomendasi yang dikeluarkan oleh International Association of Port and Harbour (IAPH) terkait dengan Green Port atau disebut Sustainable Port, penyelenggara Pelabuhan bersama-sama para stakeholder pelabuhan, harus bersikap pro-aktif dan bertanggung jawab mengembangkan serta mengoperasikan Pelabuhan berdasarkan strategi pertumbuhan Green Economic (ekonomi hijau), sehingga menjamin pembangunan yang mengantisipasi kebutuhan generasi mendatang, mendatangkan keuntungan, dan meningkatkan kemakmuran daerah yang dilayaninya, namun tetap memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan.
Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 51 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 146 tahun 2016 (pasal 19 ayat 2) mengamanatkan bahwa penyelenggara pelabuhan harus menjamin pelabuhan yang berwawasan lingkungan (EcoPort).
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengapresiasi Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok yang telah menyusun blue print penerapan ecoport di Pelabuhan Tanjung Priok yang dapat dijadikan rujukan untuk pelabuhan-pelabuhan di Indonesia dimana sasaran dan tahapan implementasi konsep ecoport di Pelabuhan Tanjung Priok salah satunya adalah Pengelolaan Konsumsi Energi dan Perubahan Iklim.
Hal ini sejalan sesuai ditetapkannya Perpres No. 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional, sebagaimana target dalam dokumen Enhanced National Determined Contribution atau Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional yang telah disampaikan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Perubahan Iklim, yaitu pengurangan emisi Gas Rumah Kaca, di mana Indonesia mengubah targetnya dari 29% pada tahun 2030 sebesar 29% dan 41% jika mendapat bantuan internasional menjadi 31,89% pada tahun 2030 dan 43,2% jika mendapatkan bantuan internasional.
Sementara mengacu strategi awal Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization/IMO Initial GHG Strategy) tentang pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Pelayaran yakni,
1. Penurunan total emisi gas rumah kaca tahunan dari pelayaran internasional setidaknya 50% pada tahun 2050 dibandingkan pada tahun 2008; dan
2. Mengurangi intensitas karbon dari pelayaran internasional (untuk mengurangi emisi Co2) sekitar 40% pada tahun 2030 dan mengejar upaya menuju 70% pada tahun 2050.
Pengurangan emisi gas rumah kaca dari aktivitas pelayaran dan pelabuhan, dapat diwujudkan dengan aktivitas penggunaan fasilitas listrik darat di pelabuhan bagi kapal yang berlayar di pelairan indonesia dan penerapan energi terbarukan yang digunakan dalam aktvitas kegiatan pelabuhan.
Dan pemanfaatan energi terbarukan di Pelabuhan sejalan dengan visi Presiden Indonesia guna mengembangkan Energi Terbarukan di Indonesia, potensi yang sangat besar yang dapat diterapkan di pelabuhan terutama bersumber dari energi angin, energi gelombang, arus, dan juga energi sinar matahari. Pemanfaatan energi terbarukan sangat diharapkan mampu mengurangi penggunaan listrik yang berasal dari penggunaan bahan bakar minyak dan gas.
Kemudian terkait dengan program zero emission di Pelabuhan, telah diterbitkan surat Edaran Dirjen Hubla nomor: SE-DJPL 22 Tahun 2022 tentang Penggunaan Fasilitas Listrik Darat (Onshore Power Supply (OPS)) di Pelabuhan bagi Kapal yang Berlayar di Perairan Indonesia, agar dapat dipedomani dalam program penurunan emisi di Pelabuhan terutama Tanjung Priok.
Oleh karena itu, melalui FGD Potensi Penerapan Energi Terbarukan di Pelabuhan Tanjung Priok diharapkan memberikan manfaat sebesar-besarnya mewujudkan Pelabuhan berwawasan lingkungan, yang tidak hanya dapat menjamin kelancaran arus barang namun mempunyai peran penting menjaga kelestarian lingkungan maritim khususnya di Pelabuhan Tanjung Priok. Dimana pada akhirnya Pelabuhan Tanjung Priok mendapatkan predikat Green Port yang diakui secara nasional maupun internasional yang selanjutnya dapat diikuti oleh pelabuhan-pelabuhan lain di Indonesia.
(Bayu/MN)