Published On: Sun, Mar 18th, 2018

Masalah Impor Garam, APMI Kritisi Keluarnya PP No.9/2018

Wasekjen APMI Kaisar Akhir

MN, Jakarta – Pemerintah saat ini sepakat untuk mengalihkan kewenangan pemberian rekomendasi dalam hal impor garam industri dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ke Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Hal ini tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) No 9 tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri yang disahkan oleh Presiden Joko Widodo

Menanggapi hal itu, Wakil Sekjen Asosiasi Pemuda Maritim Indonesia (APMI) Kaisar Akhir menyampaikan bahwa pengalihan kewenangan pemberian rekomendasi tersebut bertolak belakang dengan UU No. 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam.

Ia menjelaskan pada Pasal 37 ayat (3) undang-undang tersebut dinyatakan bahwa dalam hal impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman, menteri terkait harus mendapatkan rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan. Komoditas pergaraman yang dimaksud termasuk garam industri.

“Dengan demikian jelas bahwa dalam penetapan izin kuota impor garam, Menteri Perindustrian harus tetap mendapatkan rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan,” tegas Kaisar yang kini sedang mengenyam Pendidikan di World Maritime University, Swedia.

Hal ini juga diperjelas dengan Pasal 38 UU tersebut bahwa setiap orang dilarang mengimpor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman yang tidak sesuai dengan tempat pemasukan, jenis, waktu pemasukan dan/atau standar mutu wajib yang ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

“Jadi, kalau mau adanya pengalihan kewenangan rekomendasi impor garam industri dari Menteri Kelautan dan Perikanan ke Menteri Perindustrian ya mesti direvisi dulu UU yang ada saat ini. Tidak bisa pemerintah potong kompas seperti itu,” bebernya.

Saat dihubungi redaksi (18/3), mahasiswa S2 program Ocean Sustainability, Governance and Management di World Maritime University ini juga turut menyatakan rasa prihatinnya terhadap pemerintahan eksekutif dan legislatif saat ini. Pasalnya, UU No. 7/2016 telah dibahas dan disetujui bersama antara Presiden dan DPR sebelum sah menjadi UU tetapi dengan adanya PP baru tersebut dapat menimbulkan perbedaan antara implementasi dengan yang diatur dalam undang-undang.

“Ini menunjukkan ternyata memang masih ada persoalan tumpang tindih atau tolak belakang antarperaturan perundang-undangan di Indonesia. Sebagai anak bangsa, pemuda, dan rakyat Indonesia, saya turut prihatin,” lirihnya.

Namun pada hakikatnya, APMI tetap mengimbau kepada Pemerintah baik eksekutif maupun legislatif agar kita sebagai bangsa Indonesia tidak perlu lagi impor garam industri. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar nomor satu dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia yang jumlah pulaunya lebih dari 17 ribu semestinya juga mampu memenuhi kebutuhan garam industri.

Menurutnya, sejalan dengan itu, Pemerintah bersama rakyat perlu sungguh-sungguh untuk meningkatkan kapasitas teknologi, sumber daya manusia, dan produsen garam dalam negeri agar cita-cita kita swasembada garam secara total dapat dipenuhi dalam tempo waktu yang sesingkat-singkatnya.

“Revisi undang-undang dan kebijakan untuk tidak impor garam (termasuk garam industri) secara total diperlukan,” pungkasya.

(Anug/MN)

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com