Published On: Sat, May 22nd, 2021

Benarkah Laut Sebagai Masa Depan Kita?

Ilustrasi

Oleh: Mahyudin Rumata*

“Nenek Moyangku Seorang Pelaut”, “Masa depan kita ada di laut”, hingga pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) “Kita telah lama memunggungi Laut”. Kalimat yang sering kita jumpai tatkala obrolan seputar isu Kemaritiman/Kelautan menggema di ruang-ruang publik. Sekadar sebuah catatan kritis jelang peringatan Hari Laut Dunia (World Ocean Day) pada 8 Juni mendatang, penulis ingin mengingatkan kembali soal mampukah Indonesia menjadikan laut sebagai masa depannya?

Tak salah apa yang dimaksudkan Presiden Jokowi dan adagium-adagium sebelumnya tentang laut. Karena selama ini kita banyak mengakses darat ketimbang laut dengan metode salah urus, sehingga di mana-mana terjadi bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan lain-lain (baca: perampasan ruang dan eskalasi konflik agraria). Laut diibaratkan seperti harta karun pusaka yang belum maksimal digarap dan sebagian bahkan sama sekali belum tersentuh.

Kembali ke topik “Laut, Masa Depan Kita”. Teringat kompilasi hasil riset (Kerja sama Amerika-Indonesia melalui Program USAID) yang dibukukan dengan judul “The States of the Sea”, menggambarkan tentang potensi menakjubkan dimiliki Indonesia di Laut. Beberapa fakta-fakta penting yang di ulas bahwa Indonesia berada dalam perlintasan arus besar yang menghubungkan antara dua samudera yakni Pasifik dan Hindia.

Besarnya arus tersebut mencapai 15 svedrup (1 svedrup setara dengan 1 juta air per detik), artinya bahwa Indonesia menjadi lokomotif utama dalam sabuk sirkulasi global atau dikenal dengan Great Ocean Conveyor Belt (GOCB). Dengan demikian, negara kita (Indonesia) menjadi satu-satunya tempat perlintasan dan pendistribusian perairan permukaan air hangat dan dingin ke seluruh dunia. Siklus inilah yang kemudian menjadikan Indonesia sebagai pengatur sirkulasi iklim secara global.

Indonesia juga menjadi negara dengan luas terumbu karang terbesar di kawasan Asia Tenggara yakni 39.500 km persegi dengan mencakup 16 persen habitat karang dunia. Itu menempatkan negara kita sebagai produsen utama larva karang di dunia.

Selain terumbu karang, Indonesia memiliki spesies penyu terbanyak di dunia, menjadikan Indonesia sebagai habitat 6 spesies penyu laut dari 7 spesies penyu laut yang terdapat di dunia. Belum lagi, untuk sektor perikanan, Indonesia sebagai negara penghasil ikan terbesar kedua di Dunia setelah Tiongkok. Berdasarkan laporan Food And Agriculture Organization (FAO), produksi ikan Indonesia sebesar 5,7 juta ton dengan potensi total produksi sebesar 9,93 juts ton. Namun demikian, berdasarkan laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui  Keputusan Menteri 47/2016, jumlah ikan yang boleh ditangkap hingga mencapai 7,95 juta ton.

Potensi lain adalah Indonesia memiliki  3,25 juta hektare mangrove yang tersebar di sepanjang pesisir pantai. 50 persen total luas areal mangrove tersebut berada di Papua Barat, sebagian yang lain banyak dijumpai di sepanjang pesisir Sumatra dan Kalimantan. Bukan hanya mangrove, tempat bawah laut untuk aktivitas pariwisata bawah laut, sehingga tak mengherankan jika Indonesia sebagai salah satu tempat biodiversitas terkaya di dunia.

Melansir Laporan Professional Association of Diving Instuctors (PADI) menempatkan Indonesia sebagai tempat menyelam terbaik ke-5 dari tujuan menyelam teratas di dunia. Lain halnya dengan laporan CNN bahwa Laut Indonesia menempati setengah dari 10 tempat menyelam teratas di Dunia. Saat ini terdapat 710 tempat penyelaman di Indonesia dan kurang lebih 400an Bisnis menyelam yang sedang beroperasi di Indonesia.

Dianugerahi perairan yang luas, laut Indonesia memiliki kedalaman rata-rata 200-300 meter, ada cekungan dan palung laut dalam serta beberapa gunung api laut yang aktif. Oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda pada Tahun 1929-1930 melalui Ekspedisi Snellius menemukan adanya 27 lubuk palung dalam, palung paling dalam di temukan di Laut Banda, Kepulauan Maluku.

Di luar potensi menakjubkan tentang laut Indonesia, laut telah lama memiliki peranan penting dalam produksi primer elemen rantai makanan dasar yakni plankton dan organisme lainnya. Tanpa spesies-spesies tersebut, mungkin manusia akan kekurangan oksigen, karena spesies tersebut adalah penyuplai oksigen sebagai sumber penting kehidupan manusia dan ekosistem lain yang hidup di darat.

Terkadang keberadaan dan fungsinya jarang disadari. Faktanya meskipun menjadi organisme penting dalam kehidupan manusia, di beberapa situasi terkadang salah urus sehingga mengakibatkan dampak buruk terhadap keberlanjutan ekosistem laut Indonesia.

Laut kita adalah rumah bagi ribuan spesies, potensi bagi masa depan Indonesia. Bagaimana tidak, laut, merupakan dapur penyedia protein penting yang secara tradisional telah menjadi sumber makanan utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Hingga saat ini, ikan secara konsisten berkontribusi lebih dari 10 persen total konsumsi protein makanan dan lebih dari 50 persen total dari asupan protein hewani.

Berada di equator/Garis Khatulistiwa dan rute laut yang sangat penting, Indonesia memainkan peranan penting dalam rantai pasokan global. Memiliki Tiga jalur utama yang dikenal dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II dan III, telah menjadikan perairan Indonesia sebagai aktor utama lalu lintas maritim global. Diasumsikan 44 persen dari lalu lintas laut global dan 95 persen kapal di wilayah Asia Pasifik melalui perairan Indonesia.

Membangun Kesadaran dan Memperkuat Sistem

Seberapa besar potensi kekayaan alam laut kita, jika salah kelola dan salah sasaran pemanfaatan serta monitoringnya, maka tidak ada artinya. Bukan tidak mungkin seperti pengelolaan sumber daya alam di darat yang banyak merugikan rakyat dan terjadi konflik agraria di mana-mana (Baca: Ketimpangan Penguasaan Lahan dan pelanggaran hak atas tanah).

Kesadaran tentang pentingnya laut untuk keberlanjutan hidup dan pengelolaannya, mesti terus digalakkan melalui kampanye dan capacity building masyarakat. Hal itu agar masing-masing pihak menyadari diri bahwa laut adalah masa depan dan sumber penghidupan kita.

Di sisi lain, penting untuk negara melakukan proteksi terhadap pengamanan sektor kelautan. Indonesia perlu didukung oleh sistem monitoring dan observasi yang terintegrasi dengan baik. DR Anastasia (Peneliti Oseonografi Fisik) mengemukakan bahwa sistem monitoring dan observasi menjadi keharusan agar dapat melakukan investigassi jangka panjang untuk menjaga dan memelihara laut kita.

Saat ini, Indonesia belum menganggap sistem monitoring dan observasi laut menjadi sesuatu yang strategis. Toh kalaupun ada, sistemnya lebih bersifat taktis bukan prioritas.

Keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia juga dikeluhkan DR Anastasia. Hal tersebut turut melengkapi tidak adanya sistem observasi kelautan kita sehingga Indonesia masih bergantung dengan negara lain.

Ketergantungan kita pada negara lain, akibatnya Indonesia tidak bisa merekam data secara real time karena alasan keamanan negara. Padahal data merupakan alat strategis untuk mendesain rencana pembangunan kelautan. Kini, dunia sedang menuju transformasi ekonomi berkelanjutan (Susteinable Economic). Sistem observasi dan monitoring di laut menjadi keharusan untuk memperkuat gagasan Poros Maritim Dunia sebagaimana yang digaungkan oleh Pemerintahan Jokowi pada 2014 lalu. ( )

 

*Penulis adalah Pemerhati Maritim Indonesia, Wasekjen DPP KNPI Bidang Maritim dan Keamanan Laut, Ketua PB HMI Bidang Agraria Dan Maritim 2016-2018

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com