
MNOL, Jakarta – Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI menggelar Working Level Meeting (WLM) dengan mengundang Coast Guard dari 20 negara Asia di Hotel Crown Plaza, Jl Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Rabu (18/5/2016). Salah satu isu yang dibahas adalah masalah perompakan dan perampokan bersenjata.
Kepala Baklamla Laskdya TNI Arie Soedewo yang membuka acara tersebut, menyatakan capacity building di kawasan Asia memiliki lingkup yang strategis dalam menjaga stabilitas keamanan di kawasan.
Arie menyebut ada 4 isu yang menjadi fokus Indonesia dalam diskusi ini. Empat isu itu adalah masalah illegal activity yang di dalamnya termasuk perompakan, illegal fishing, jalur keluar masuknya narkoba. Kemudian bantuan SAR, proteksi terhadap lingkungan seperti penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan dan membangun kerjasama keamanan maritim. Dari keempat isu itu Indonesia melihat bisa tidaknya menjadi suatu kebijakan.
“Kita menjalin kerjasama merumuskan isu-isu itu dengan membangun capacity building dalam menghadapi perompakan dan perampokan bersenjata. Selain itu juga dilakukan sharing informasi di bidang SAR, proteksi keamanan lingkungan yang berdampak bagi kelangsungan ekosistem, termasuk illegal activity,” ujar Kabakamla.
Sambung lulusan AAL tahun 1983 itu, kegiatan illegal activity sering dilakukan oleh beberapa negara tetangga Indonesia sehingga dibutuhkan koordinasi informasi dan peningkatan keamanan antar negara dalam keamanan dan keselamatan maritim. Seperti yang baru-bari ini terjadi, mengenai aksi pembajakan kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12, oleh kelompok Abu Sayyaf di Perairan Filipina.
Dia menyatakan, tidak semua masalah laut dibahas dalam WLM. Pasalnya, Bakamla dan coast guard di Asia hanya mengurusi hukum publik. Adapun, masalah ancaman militer di laut menjadi kewenangan penuh TNI AL. Memang diperlukan koordinasi antara keduanya sebagai instansi yang sama-sama diakui oleh hukum laut internasional, UNCLOS 1982.
“Isu itu kita pilah, mana bagian tugas coast guard dan pertahanan. Kita tetap hormati hak berdaulat negara lain, dengan dibahas apa yang terjadi nantinya bisa diantisipasi,” kata mantan Asops Kasal tersebut.
Bila ada kapal yang tertangkap oknum yang melakukan kegiatan illegal yang dilakukan maka akan diberlakukan hukum internasional. Namun, bila terjadi di salah satu perairan negara, maka penindakan disesuaikan dengan hukum negara tersebut yang disesuaikan dengan zona laut masing-masing negara.
Dalam pertemuan WLM kali ini, hadir delegasi coast guard dari 20 negara, di antaranya Bangladesh, Brunei Darussalam, China, Hongkong, India, Indonesia, Australia, Filipina, Jepang, Kamboja, Korea Selatan, Laos, Malaysia, Myanmar, Pakistan, Singapura, Sri Langka, Thailand, Vietnam, dan Maladewa. (Tan)






