Categories: HankamHLTerbaru

Siap Hadapi China, Indonesia harus Manfaatkan Keputusan PCA

 

Peta Natuna

MNOL, Jakarta – Keputusan Permanent Court of Arbitration (PCA) di Den Haag, Belanda, yang menyatakan tidak mengakui nine dashed line China sudah seharusnya dipatuhi oleh negeri Tirai Bambu tersebut. Sebaliknya, bukan justru menggelar kekuatan di Laut China Selatan yang dampaknya kian meruncingkan masalah di area tersebut.

Menanggapi hal itu,  Staf Ahli Menko Polhukam bidang Kedaulatan Wilayah & Kemaritiman, Laksda TNI Dr. Surya Wiranto, S.H., M.H.  di Jakarta mengungkapkan walaupun China menolak keputusan PCA, namun keputusan tersebut sudah legal binding, mempunyai kekuatan hukum tetap.

“Semua negara yang berkepentingan dengan LCS termasuk Indonesia dapat menggunakan keputusan hakim PCA sebagai yurisprudensi terhadap overlapping claim ZEE Indonesia dengan nine dashed lines,” ujar Surya beberapa waktu lalu.

Soal unjuk kekuatan, Surya menyatakan bahwa itu merupakan signal China untuk menolak keputusan tersebut. Karena bila cara diplomasi yang ditempuh melalui kegagalan, maka militer menjadi jawabannya.

Saat ini, sesuai informasi yang dihimpun dari BBC, China telah menempatkan peluru kendali darat ke udara berjarak 100 km di Pulau Woody Kepulauan Spratly. Rudal tersebut untuk menembak pesawat militer/sipil yang terbang melintas tanpa ijin.

“Penempatan rudal tersebut untuk mempertahankan klaim teritory (militerisasi) di Kepulauan. Paracel dan memperkuat agresi China di Laut China Selatan, namun berakibat meningkatkan tensi dan kehadiran militer negara-negara claimant dan negara-negara lain yang berkepentingan di wilayah itu,” telaah lulusan AAL tahun 1982 ini.

Baru-baru ini, negara Indocina, yakni Laos tengah dikabarkan mendukung klaim China di LCS. Entah motif apa negara beribukota Vientiane itu mendukung China, yang pasti dukungan itu kian memanaskan suasana di ASEAN.

Fenomena ini jelas membuat Indonesia meskipun berstatus non claimant state, dituntut untuk tetap waspada dalam menghadapi segala kemungkinan yang terjadi.

“Kita bisa manfaatkan keputusan PCA itu untuk mengokohkan kedaulatan kita di Natuna. Pokoknya soal kedaulatan merupakan harga mati yang tidak bisa di-bargain dengan apapun,” pungkasnya.

Senada dengan Surya Wiranto, Pakar Hukum Laut asal Universitas Indonesia, Chandra Motik juga menuding China tidak semestinya seperti itu.

“Kalau ujung-ujungnya tetap menolak keputusan arbitrase ya tidak usah dibawah ke Mahkamah Arbitrase dari awal. Kalau sudah diputuskan ya harus dihargai, tidak bisa tidak,” ujar Motik dengan nada tinggi.

Ketua ILUNI UI itu juga menekankan agar Indonesia bersiap selalu menghadapi segala kemungkinan yang terjadi LCS. Intinya, kedaulatan kita harus tetap dihormati oleh siapa pun.

“Kedaulatan kita itu yang paling penting, kalau begini terus pemerintah harus ambil tindakan,” tandasnya.

Kekuatan diplomasi dan tentunya militer juga harus dipersiapkan untuk mempertahankan territorial Indonesia. Maka dari itu ketika Presiden Joko Widodo menggelar Ratas di atas KRI Imam Bonjol-383 pada 23 Juni 2016 lalu, pemerintah sudah berkomitmen akan bertindak tegas terhadap pihak yang melanggar kedaulatan NKRI.

Hal tersebut, kemudian langsung direspons oleh TNI yang bertugas sebagai fungsi militer untuk mempertahankan kedaulatan negara. Dalam hal ini, Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) yang dipimpin oleh Laksda TNI A. Taufiq. R turut mempersiapkan kekuatan khususnya di Kepulauan Natuna yang masuk dalam domain tugasnya.

“Kita sudah mempersiapkan kekuatan baik KRI, KAL dan Pesud untuk menghadapi segala sesuatu yang terjadi di sana. Karena itu sudah menjadi kewajiban TNI khususnya Koarmabar sebagai komando operasional dan taktis di wilayah Natuna,” tegas Pangarmabar.

Bukan hanya persiapan militer, dalam rangka Operasi Militer Selain Perang (OMSP), Koarmabar juga tengah membina masyarakat Natuna baik dalam hal bela negara maupun ekonomi. Di sana tengah dikembangkan budidaya rumput laut untuk meningkatkan pendapatan masyarakat agar nasionalisme mereka juga tetap terjaga.

“Selain bela negara untuk warga di sana kami juga berdayakan masyarakat untuk budidaya rumput laut. Akhirnya pendapatan mereka meningkat dan pasarnya juga kita carikan,” pungkas Taufiq.

maritimnew

Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Share
Published by
maritimnew

Recent Posts

Nataru 2025/26, Pelabuhan Priok Hadirkan PIJAR

Jakarta (Maritimnews) - Kolaborasi program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) antara PT Pelindo Regional…

2 days ago

Refleksi Akhir Tahun, ISI Usung Visi Jadi Think Tank Teratas

Selain mengusung beberapa agenda seperti visi menjadi lembaga Think Tank teratas di Indonesia, acara juga…

6 days ago

Pelabuhan Tanjung Priok Siap Layani Arus Penumpang Nataru 2025–2026

Jakarta (Maritimnews) - PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Pelindo Regional 2 Tanjung Priok menyatakan kesiapan penuh…

7 days ago

Pengamat Keamanan Maritim Tekankan Pentingnya Keamanan Maritim sebagai Pilar Strategi Diplomasi Biru Indonesia

MN, Jakarta - Setelah meratifikasi Biodiversity Beyond National Jurisdiction (BBNJ) atau Keanekanragaman Hayati di Luar…

1 week ago

Nataru 2025 – 2026, SPMT Pastikan Pelayanan Optimal

Medan (Maritimnews) - Subholding PT Pelindo Multi Terminal (SPMT) memastikan seluruh layanan terminal di berbagai…

1 week ago

AHY Tinjau Pelabuhan Priok Hadapi Nataru 2025 – 2026

Jakarta (Maritimnews) - Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meninjau…

1 week ago