Published On: Tue, May 9th, 2017

Di tengah Ancaman Zionisme dan China, Strategi Maritim harus berdasar Pancasila dan UUD 1945

Letkol Laut (P) Salim (kiri) bersama penanggap dan moderator

MNOL, Depok – Indonesia memerlukan strategi maritim yang mumpuni dalam rangka mewujudkan visi Presiden, Poros Maritim Dunia. Hal itu disampaikan oleh Letkol Laut (P) Salim dalam acara bedah buku berjudul ‘Konsep Neogeopolitik Maritim Indonesia Abad 21: Ancaman Zionisme dan China’ yang ditulis olehnya di Fakultas MIPA Universitas Indonesia, Depok, (9/5/17).

Lulusan AAL tahun 1995 itu dengan lantang menyatakan saat ini Indonesia belum memiliki strategi maritime yang berangkat dari doktrin maritim Indonesia. “Walaupun ada Buku Putih Pembangunan Maritim Indonesia tetapi tetap saja apa yang menjadi doktrin maritimnya. Apalagi turunannya ke strategi pertahanan maritimnya,” ungkap Salim.

Pamen TNI AL yang aktif menulis buku itu juga menyampaikan bahwa tidak dapat dipisahkan antara kebijakan maritim nasional, doktrin maritim nasional, strategi maritim nasional, strategi keamanan maritim nasional, strategi pertahanan maritim nasional dan strategi militer yang berbasis maritim. Hal itu membuat perjalanan visi Poros Maritim Dunia selama hampir 3 tahun dirasa kurang dan belum jelas arahnya.

Lanjut Salim, doktrin dan strategi maritim Indonesia sebagai perencanaan strategis Indonesia harus mensinergikan semua kementerian maupun lembaga, baik Sipil maupun militer, dan seluruh potensi maritim yang ada guna menyamakan persepsi serta langkah-langkah dalam pencapaian visi.

“Saat ini presiden bicara apa dan menterinya lain menjalankannya. Begitu juga dengan kelembagaan yang ada serta para stakeholder maritim,” tandasnya.

Tak hanya itu, pria asal Surabaya ini mengurai bahwa untuk mendukung visi bersama harus menjunjung nilai mulia Agama, Pancasila dan luhur keadatan. “Tanpa ini rasanya gedung wakil rakyat akan seperti yang dikatakan Presiden Gus Dur, yang hanyalah kumpulan anak TK,” seloroh dia.

Di tengah visi Poros Maritim Dunia itu, Salim menyebutkan Indonesia kini tengah dikepung oleh kekuatan Zionisme dan China. Ia pun membeberkan beberapa fenomena seperti eskalasi konflik di Laut China Selatan dan konsep One Belt, One Road (OBOR) dari negara China.

Sedangkan ancaman Zionisme di negeri ini sudah dimulai dari zaman VOC hingga hari ini. Semua gejala itu menjauhkan fitrah Indonesia sebagai negeri bahari yang merepresentasikan Negeri Saba dan Atlantis.

“Era penjajahan pertama hingga reformasi, merupakan masa sesat yang mengukuhkan mental Inlander dan terjajah secara budaya. Tambang juga dikuasai asing yang mengindikasikan kita terjajah secara ekonomi,  serta maraknya penyesatan informasi yang berkaitan dengan sejarah,” bebernya.

Dekrit atau Amandemen 5

Di dalam pemaparannya, penulis buku ‘Kodrat Maritim Nusantara’ ini jua menyebutkan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara saat sekarang yang dikaitkan dengan perjalanan Poros Maritim Dunia. Tegasnya, ada hal yang tidak sinkron dengan perjalanan sejarah dari Sumpah Pemuda, Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957, serta Dekrit Presiden 5 Juli 1957.

Ulas Salim, pasca Amandemen empat kali pada tahun 1999-2002, 98 % Batang Tubuh UUD sudah berubah. Dan itu mengindikasikan sudah menjadi UUD baru di dalam NKRI.

“Hasil penjabaran dari amandemen UUD lebih memprioritaskan aspek politik dan hukum sementara tujuan negara welfare state tidak dijadikan prioritas,” ujarnya.

Masih kata Salim, ayat 4 pada pasal 33 yang mengatur perekonomian Indonesia bertentangan dengan tiga ayat sebelumnya. “Yang intinya menyebutkan demokrasi ekonomi dan dalam praktiknya diterapkan ekonomi liberal. Pasal ini tidak koheren dengan pembukaan UUD 1945, Pancasila dan Pasal 1 UUD 1945,” imbuhnya.

Pamen TNI AL yang kini mendapat promosi jabatan menjadi Kolonel itu menyatakan apabila sebelum amandemen, MPR merupakan representasi kekuasaan dan kedaulatan rakyat, namun kini hanya melantik Presiden dan Wakil Presiden saja.

“Struktur kekuasaan negara yang ada saat ini, MPR itu ibarat macan ompong. Setelah tugasnya melantik, kemudian tidur selama 5 tahun,” selorohnya lagi.

Dengan pasal-pasal baru yang berjumlah 36 pasal atau 97,30% dari UUD 1945 asli, patut dipersoalkan bahwa MPR periode 1999-2004 telah mengganti konstitusi lama dengan yang baru, dan bukan bukan melakukan amandemen UUD 1945.

‘Saat ini solusinya kita mau dekrit kembali ke UUD 45 yang asli atau amandemen lagi yang kelima? Tapi saya pastikan jika amandemen lagi yang kelima keadaan malah tambah kacau,” tegasnya.

Di akhir penjelasannya, ia kaitkan kembali pada strategi maritim, bahwa pemimpin yang bervisi maritim haruslah orang yang tepat baik ditinjau dari sisi Agama, Pancasila dan keadatan luhur bangsa Indonesia.

“Nakhoda yang tepat untuk bangsa ini adalah seseorang yang beriman, memiliki ocean leadership cerdas dan berwawasan global, mengerti akan jatidiri bangsa, seseorang yang memiliki kepemimpinan jiwa bahari yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945,” pungkasnya.

Hadir sebagai penanggap dalam bedah buku itu, antara lain analis pertahanan Dr Connie Rahakundini Bakrie dan Guru Besar UI, Prof Melda Kamil Ariadno. Acara itu dimoderatori oleh Kaprodi Pascasarjana Ilmu Kelautan UI, Dra Noverita Takarina.

(Adit/MN)

 

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Displaying 2 Comments
Have Your Say
  1. Tulisan yang sangat bagus untuk disosialisasikan kepada Anggota DPR dan MPR juga para politisi (pimpinan parpol) dan yg paling penting kepada taruna muda TNI karena betapa penting nya NKRI dijaga oleh para WNI khusus nya pribumi agar tidak terjajah secara ideologi dan aqidah yg berpayung kpd Panca Sila dan UUD 1945.

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com