Published On: Thu, Feb 16th, 2023

Pembubaran PT. PANN, Bukti Menhub Tak Miliki Visi Maritim

Menhub Budi Karya Sumadi.

Jakarta (Maritimnews) – Perkembangan armada niaga nasional kian menggeliat di awal periode 1970-an. Di tengah gegap gempita dunia pelayaran tersebut, tercetus sebuah ide untuk membangun suatu perusahaan milik negara yang bergerak di bidang pembiayaan industri maritim.

Ide yang pertama kali dicetuskan oleh Dirjen Perhubungan Laut  Laksda TNI Haryono Nimpuno kala itu kemudian mendapat sambutan positif dari Menteri Perhubungan Prof. Emil Salim. Alhasil, setelah melalui diskusi panjang, keluar PP No. 18 Tahun 1974 tentang penyertaan modal Negara RI untuk pendirian persero dalam bidang pengembangan armada niaga nasional yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto.

BUMN ini merupakan wahana untuk menyelenggarakan program investasi kapal niaga nasional dengan nama PT PANN. Memasuki era 1980-an dengan diiringi oleh kebijakan industri strategis, perusahaan ini juga banyak berkiprah dalam menyuntik pembiayaan pembangunan kapal oleh galangan kapal dalam negeri.

Silih berganti Menteri Perhubungan, sejak era Prof. Emil Salim, Roesmin Nurjadin, Azwar Anas, Haryanto Dhanutirto dan seterusnya, perusahaan ini terus berkembang dan menunjukan tajinya.

Kendati pada 1991, PT PANN menjalankan penugasan pemerintah untuk Subordinate Loan Agreement Kapal Ikan dan Pesawat Boeing 737-200 Eks Lufthansa. Kedua penugasan ini yang di kemudian hari menyebabkan PT PANN sekarat dan terus merugi.

Namun pemerintah tetap mempertahankan eksistensi perusahaan ini. Terlebih di era Presiden Joko Widodo pada 2014 dengan visi poros maritim dunianya, sudah sepatutnya perusahaan ini dapat diselamatkan bahkan menjadi pelopor dalam kemajuan industri maritim nasional.

Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Pada 23 Desember 2022 lalu, melalui Keputusan Presiden (Keppres) No.25 Tahun 2022 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo, perusahaan ini resmi dibubarkan.

Pengamat kebijakan dan transportasi, Bambang Haryo Soekartono menilai bahwa presiden melalui Keppres tersebut hanya seorang eksekutor. Segala masukan dan pertimbangan kebijakannya ada di tangan para pembantunya, yakni menteri-menteri terkait. Di antaranya Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan tentunya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Pengamat yang akrab disapa BHS itu menyayangkan nasihat-nasihat dari para menteri Jokowi terutama Menhub Budi Karya Sumadi, yang seharusnya dengan berbagai argumen untuk kemajuan maritim bangsa dapat mempertahankan perusahaan ini.

“Ini bukti bahwa Pak Menhub tidak memiliki visi maritim, kemudian tidak memiliki pandangan yang jauh ke depan. Padahal PT PANN memiliki peran yang strategis dalam pembangunan maritim nasional,” kata BHS kepada Maritimnews, Kamis (16/2).

Lanjut BHS, Kemenhub sejatinya merupakan kementerian utama yang mengejawantahkan visi maritim presiden di bidang pelayaran, perkapalan dan pelabuhan. Namun akibat ketidakmengertian dengan visi tersebut berdampak pada suramnya bisnis di sektor ini.

BHS yang merupakan Ketua Dewan Penasihat Iperindo tersebut juga menyesalkan kiprah Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) yang membawahi koordinasi Kemenhub.

“Begitu juga dengan Pak Luhut sebagai Menko Marves dan Pak Erick Thohir, tak boleh menutup PT PANN. Ini sangat kontraproduktif dengan visi maritim presiden,” tegasnya.

Ia yakin dengan dipertahankannya PT PANN, maka ekonomi maritim akan hidup. Industri-industri galangan kapal dan pelayaran dalam negeri sangat membutuhkan suntukan dana dengan bunga yang rendah.

“Itu bisa dilakukan melalui PT PANN. Kalau perbankan menganggap bisnis maritim high risk. Kalau PT PANN karena memiliki visi maritim sejak lama dan kekhususan di bidang maritim maka sudah menjadi konsekuensinya menopang industri maritim,” jelasnya.

BHS mengakui sejak beberapa tahun terakhir, PT PANN sudah seperti perusahaan multifinance biasa yang menampung permodalan bisnis-bisnis lain non maritim. Akibatnya, perusahaan ini makin kehilangan jati dirinya dan terus merugi.

“Jadi untuk menyambunt ASEAN Connectivity, industri-industri maritim kita harus berkiprah. Jangan sampai industri maritim kita selalu di bawah Malaysia dan Singapura. Industri mariitm mereka bisa bangkit karena memiliki pembiayaan yang fokus di maritim,” ungkapnya.

“Bunganya tidak lebih dari 30%, sementara di kita lewat perbankan bunganya bisa mencapai 60%. Mereka (Malaysia dan Singapura) bungannya bisa sepertiga di kita,” pungkasnya. (*)

About the Author

- Akun ini merupakan akun milik tim redaksi MaritimNews.com dan dikelola oleh tim. akun twitter @MaritimNewsCom

Leave a comment

XHTML: You can use these html tags: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com