Kini, Nelayan Makin Mudah Melaut
MN, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menilai bahwa UU Cipta Kerja (Ciptaker) akan memberikan kestabilan dan keberlanjutan usaha perikanan, baik di perikanan tangkap maupun budidaya.
Dari bidang perikanan tangkap misalnya, Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Ditjen Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Trian Yunanda mengungkapkan, hadirnya UU Cipta Kerja sesuai dengan semangat percepatan dan efektivitas pengurusan izin.
Dia menyontohkan, sebelum undang-undang ini disahkan, KKP sudah menginisiasi perizinan cepat melalui sistem informasi izin layanan cepat (SILAT).
“Sebelum adanya UUCK ini, kita memang sedang mempercepat izin untuk mengkomodir pelaku usaha dan menggerakkan perekonomian,” jelas Trian di Jakarta, Jumat (9/10).
Dikatakannya, keberadaan UUCK semakin melegitimasi percepatan perizinan tersebut sekaligus menegaskan komitmen pemerintah untuk memudahkan dan mendukung pelaku usaha. Selain itu, aturan ini juga mengintegrasikan perizinan kepada satu lembaga.
“Dari segi konstruksi hukumnya percepatan izin didukung regulasi yang lebih tinggi, ini yang bikin stabil dan mengikis ego sektoral yang justru menyusahkan pelaku usaha,” urainya.
Trian memaparkan, SILAT sendiri berhasil memangkas waktu proses perizinan perikanan tangkap yang awalnya 14 hari menjadi 1 jam. Bahkan proses pengurusan izin sudah bisa dilakukan secara online dengan mengunggah seluruh berkas kelengkapan dokumen melalui e-service. Apabila berkas sudah terverifikasi, notifikasi surat perintah pembayaran akan muncul selanjutnya konfirmasi pembayaran akan masuk ke sistem secara otomatis dan pelaku usaha dapat mencetak dokumen perizinannya secara mandiri.
Sejak 1 Januari hingga 30 September 2020, SILAT telah menerbitkan sebanyak 1.787 SIUP, 4.041 SIPI dan 286 SIKPI. Total penerimaan negara bukan pajak dari proses perizinan tersebut mencapai RP454,131 miliar.
Senada, Direktur Produksi dan Usaha Perikanan Budidaya, Arik Hari Wibowo menyebut izin budidaya tambak udang akan dilakukan satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sebelumnya, pelaku usaha harus melalui 21 izin dari berbagai instansi untuk melakukan usaha.
“Saat ini sudah dilakukan pendelegasian kewenangan dari berbagai Kementerian/Lembaga melalui pelayanan terpadu satu pintu di BKPM untuk izin budidaya tambak udang,” terang Arik.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menegaskan bahwa UU Cipta Kerja adalah regulasi yang ditunggu-tunggu pelaku usaha di sektor kelautan dan perikanan. Dengan kemudahan perizinan, dia berharap keberlanjutan usaha semakin terjamin dan berdampak positif bagi perekonomian masyarakat.
“Kepastian usaha mereka, kepastian perizinan mereka. Jadi dengan Omnibus Law, ini yang ditunggu tunggu,” jelasnya.
Dia juga menegaskan, lahirnya UU Cipta Kerja akan memberi banyak manfaat bagi nelayan kecil dan menengah.
“Yang paling banyak diuntungkan nanti adalah masyarakat nelayan itu sendiri. Kepastian usaha mereka, kepastian perizinan mereka, dan kekhawatiran mereka terhadap kriminalisasi di tengah laut juga tidak ada lagi,” tandasnya.
Nelayan Mudah Melaut
Secara terpisah, Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (Dirjen PT) KKP, Muhammad Zaini menjelaskan, selama ini nelayan mengeluhkan banyaknya perizinan yang harus mereka penuhi. Belum lagi perizinan tumpang tindih karena pengurusannya di instansi berbeda-beda.
“Ada belasan dokumen perizinan yang harus dibawa di atas kapal saat melaut. Dengan UU Cipta Kerja, disederhanakan dan pengurusannya semua di KKP,” ujar Zaini, Jumat (9/10).
Mirisnya lagi, sambung Zaini, lantaran pengurusan izin di banyak instansi, masa berlakunya pun tidak sama. Padahal bila salah satu izin habis masa berlakunya, nelayan tidak bisa melaut secara legal.
Kehadiran UU Cipta Kerja dipastikan Zaini sebagai solusi. Perizinan dikeluarkan oleh satu instansi dan tidak ada perbedaan masa berlaku. “Kalau begini kan mereka tidak ragu lagi menangkap ikan di laut,” tegasnya.
Nelayan di Indonesia sebagian besar merupakan nelayan kecil dan menengah dengan ukuran kapal di bawah 30 GT. Jumlahnya mencapai 600 ribuan kapal, sementara yang di atas 30 GT hanya 5.400 kapal.
Sebagai informasi, UU Cipta Kerja bertujuan untuk mempermudah dan menyederhanakan perizinan sehingga investasi dan UMKM tumbuh. Kemudahan pengurusan izin ini sekaligus memotong mata rantai korupsi dan pungli. (An)